Nasional

Modus Makin Canggih, Pemberantasan Korupsi Harus Andalkan ICT

Oleh : very - Sabtu, 27/04/2019 20:35 WIB

Korupsi. (Ilustrasi)

 

Bandung, INDONEWS.ID -- Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan bahwa permasalahan korupsi di Indonesia semakin kronis. Dalam pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2018 terdapat 454 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Jumlah tersangka mencapai 1.087 orang. Nilai kerugian negara mencapai Rp 5,6 triliun dan nilai suap Rp 134,7 miliar.

“Dalam banyak kasus, modus yang digunakan sudah sangat canggih. Para pelaku korupsi tidak hanya sekedar me-mark up atau memotong anggaran, tapi sudah menggunakan teknologi dalam melakukan kejahatan. Korupsi sebagai tindak kejahatan telah berevolusi sedemikian rumit,” ujar Adnan dalam acara di gedung FISIP Universitas Parahyangan Bandung, Kamis (5/4/2019).

Acara ini hasil kerja sama antara ICW bersama Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Acara diskusi bertajuk “Information and Communication Technology dan Pemberantasan Korupsi” ini hadir antara lain pembicara Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Publik Unpar Tutik Rachmawati, dan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IV Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Prof. Dr. Uman Suherman.

Seperti dikutip dari siaran pers ICW, Direktur PJKAKI KPK Sujanarko mengatakan, upaya pemberantasan korupsi tak boleh kalah canggih. Penggunaan ICT harus menjadi tulang punggung penegak hukum. Aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan dan keterampilan yang mumpuni dalam menggunakan ICT.

Selain itu, ICT juga dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain. Misalnya, untuk mendorong transparansi badan publik. Badan publik dapat menyediakan akses dan informasi melalui portal resminya agar warga mudah mengaksesnya. Dengan adanya transparansi, kecurangan akan diketahui, partisipasi warga untuk memerangi korupsi akan meningkat.

Portal daring untuk pengawasan juga dapat dibentuk baik oleh badan publik atau warga. Warga misalnya dapat melaporkan akan adanya indikasi korupsi di instansi tertentu. Selama ini, warga kerap mengalami kesulitan dalam melaporkan penyimpangan yang ia temukan atau alami. Dengan adanya portal pengawasan kerja-kerja aparat penegak hukum juga akan turut terbantu.

Menurut Adnan, ICW juga telah menggunakan ICT sebagai alat. Tepat satu tahun yang lalu, ICW telah menggagas portal Akademi Antikorupsi. Akademi Antikorupsi adalah pusat belajar antikorupsi berbasis digital yang bertujuan untuk mendorong kesadaran warga akan bahaya korupsi. Dengan materi yang dapat mendorong publik untuk turut serta memberantas korupsi, seluruh pihak dapat memelajari korupsi dan cara pemberantasannya secara mudah dan cuma-cuma. Portal tersebut dapat diakses di www.akademi.antikorupsi.org.

Menanggapi permasalahan korupsi yang telah sedemikian rumit, ICW dan Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan bersepakat bahwa perlu ada upaya bahu membahu antara komunitas akademik dan masyarakat sipil dalam memerangi korupsi.

Pasca diskusi, ICW dan Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan menandatangani nota kesepahaman untuk bersama-sama memerangi korupsi. Salah satu langkah konkretnya adalah penggunaan Akademi Antikorupsi sebagai bagian dari proses belajar mengajar di Unpar. (Very)

Artikel Terkait