Nasional

Soal Gereja Katolik Karimun, Aktivist: Bukti Indonesian Tengah Krisis Keadilan

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 11/02/2020 18:01 WIB

Ketua Umum DANTARA (Damai Nusantaraku) Putri Simorangkir (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Semua orang bisa menentukan pilihan atas masa depannya, cita-citanya atau apapun yang menjadi tujuan hidup pribadinya.  Namun, tidak seorangpun bisa memilih dari bangsa mana atau dari orang tua seperti apa dia dilahirkan. Sebab, semua itu merupakan keputusan serta kebijaksanaan dari Yang Maha Tinggi.

Hal itu dikatakan aktivist kemanusiaan Damai Nusantaraku (DANTARA) Putri Simorangkir merespon peristiwa memilukan sekligus menyayat hati atas penolakan sejumlah warga terkait pembangunan Gereja Katolik di Karimun yang jelas-jelas sudah memiliki IMB. Bahkan, penolakan massa itu terjadi setelah Gereja tersebut hadir jauh sebelum warga tersebut menempati lokasi itu. Putri mengatakan harusnya kita bersyukur dilahirkan di negara yang beragam. 

"Bersyukur dilahirkan dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia yng memiliki berbagai ragam budaya serta agama. Hal itu semakin kental dirasakan dan melahirkan kebanggaan dengan Pancasila serta  dengan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi lambang Negara," demikian kata Putri kepada Indonews.id pada Selasa, (11/2/2020). 

Betapa tidak, Putri beralasan, jauh sebelum kemerdekaan, semboyan ini(Bhinneka Tunggal Ika) sudah diciptakan oleh seorang Empu yaitu seorang ahli dibidangnya. Bahkan, kisah Putri, Mpu Tantular di abad ke 14 menuliskan sebuah syair dalam bahasa Jawa kuno dengan aksara Bali “Kakawin Sutasoma”. 

Dalam syair tersebut, putri menjelaskan, ada motto Bhineka Tunggal Ika yang berarti beragam namun satu jua. Oleh Bung Karno,  semboyan ini diangkat menjadi motto negara denga lambang Pancasila. 

"Idealisme pada waktu itu adalah Indonesia dengan berbagai suku, budaya, bahasa maupun agama dan kepercayaan yang berbeda namun tetap satu, yakni satu bangsa Indonesia," 

Putri mengatakan, semboyan ini sangatlah membanggakan dan selalu membuat hati terenyuh putri-putri Pertiwi apabila mengingatnya. Sebab, para pejuang  menumpahkan darah dan ribuan nyawa dikorbankan untuk menjadikan Bhineka Tunggal Ika ini sebagai motto serta lambang negara.

Namun sayang, sesal Putri, semakin ke sini, negara ini mengalami perubahan yang luar biasa hebat.  Kelompok minoritas diperlakukan secara tidak adil dan terus dijauhkan dari keadilan. Putri mencontohkan kasus penolakan pembangunan Gereja Katolik di Karimun Sumatera. Kaum minoritas, kata Putri, dihalangi untuk memuja Allah yang diyakininya. Padahal, lanjut Putri, Gereja Katolik ini sudah dibangun ratusan tahun yang lalu dan memiliki IMB sebagai status hukum yang pasti.

"Saat ini tatkala Gereja sedang melakukan renovasi, karena kondisi bangunan Gereja hampir reot, kaum mayoritas justru mengahalangi dan menyampaikan bermacam-macam tuntutan yang tidak masuk akal," sesal Putri.  "Tidak terhitung berapa banyak sudah aniaya terhadap Gereja maupun tempat ibadah kami para minoritas," sambung Putri. 

Apa yang salah, Putri menanyakan, padahal, para minoritas ini juga sama-sama dilahirkan di negeri ini dan membayar pajak secara tertib serta banyak berkontribusi kepada bangsa dan negara. 

"Kami juga memiliki Presiden RI yaitu bapak Jokowi.  Karena itu, mewakili kaum minoritas, saya mendesak dan  memohon dengan sangat perhatian dari bapak kami juga Presiden Jokowi," desak Putri. "Bapak Presiden kami juga kan pak?," sambung  Putri  menanyakan. 

Putri mengakhir permohonan agar pemerintah mengembalikan perasaan damai kaum minoritas atas semboyan yang sangat dihormati segenap warga negara Indonesia yakni BHINEKA TUNGGAL IKA. 

"Semoga keadilan bagi kami, warga kaum minoritas masih ada," tutup Putri.*(Rikardo)

Artikel Terkait