Pojok Istana

Jokowi Sebut Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk Antisipasi Wabah Covid-19

Oleh : Mancik - Selasa, 31/03/2020 18:30 WIB

Presiden Joko Widodo.(Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Jokowi menegaskan, langkah pemerintah mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan untuk mengantipasi dampak wabah corona di masyarakat. Hal ini ia sampaikan dalam siaran langsung dari kanal YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Selasa,(31/03/2020)

Jokowi juga menegaskan, Pembatasan Sosial Berskala Besar diambil untuk mencegah penyebaran virus dari wabah virus corona. Dengan demikian, masyarakat tetap aman dari ancaman dan dampak sosial dari wabah virus corona.

"Untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB," kata Jokowi.

Berkaitan dengan Pembatasan Sosial Dalam Skala Besar tersebut, kata Jokowi, pemerintah telah menyiapkan aturannya berupa Peraturan Pemerintah. PP ini akan mengatur secara lebih lanjut berkaitan dengan pencegahan dan penanganan virus corona hingga ke daerah.

"Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar," ungkapnya.

Berikut adalah pernyataan lengkap Jokowi berkaitan dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar:

Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat dan oleh karenanya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi dampak wabah tersebut saya telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.

Sesuai Undang-Undang PSBB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas COVID-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut.

Dengan terbitnya PP ini, semuanya jelas. Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi, semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koordinator undang-undang, dan PP serta Keppres tersebut.

Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai dengan undang-undang agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluaskan wabah.

Kita harus belajar dari pengalaman dari negara lain tetapi kita tidak bisa menirunya begitu saja, sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing, mempunyai ciri khas masing-masing, baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi. Semuanya harus dihitung. Semuanya harus dikalkulasi dengan cermat. Dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas.

Yang pertama, kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu, kendalikan penyebaran COVID-19 dan obati pasien yang terpapar.

Yang kedua, kita siapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.

Ketiga, menjaga dunia usaha utamanya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerjanya.

Dan pada kesempatan ini, saya akan fokus pada penyiapan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah.

Pertama tentang PKH. Jumlah keluarga penerima akan ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Sedangkan besaran manfaatnya akan dinaikkan 25 persen misalnya komponen ibu hamil akan naik dari Rp 2,4 juta menjadi Rp 3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp 3 juta per tahun, komponen disabilitas Rp 2,4 juta per tahun. Dan kebijakan efektif mulai April 2020.

Kedua, kartu sembako. Jumlah penerima akan dinaikkan dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu dan akan diberikan selama 9 bulan.

Yang ketiga tentang kartu pra-kerja. Anggaran kartu pra-kerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah penerima manfaat menjadi 5,6 juta orang terutama ini adalah untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak COVID-19 dan nilai manfaatnya adalah Rp 650 ribu sampai Rp 1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan.

Yang keempat tentang tarif listrik. Perlu saya sampaikan bahwa untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama 3 bulan ke depan, yaitu untuk bulan April, Mei, Juni 2020. Sedangkan untuk pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen artinya hanya membayar separuh saja untuk bulan April, Mei, Juni 2020.

Yang kelima perihal antisipasi kebutuhan pokok. Pemerintah mencadangkan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik.

Keenam perihal keringanan pembayaran kredit. Bagi para pekerja informal, baik itu ojek online, sopir taksi, dan pelaku UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dengan kredit di bawah Rp 10 miliar, OJK telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan dimulai berlaku bulan April ini. Telah ditetapkan prosedur pengajuannya tanpa harus datang ke bank atau perusahaan leasing, cukup melalui e-mail atau media komunikasi digital seperti WA.*

 

 

Artikel Terkait