Daerah

Terdepan Melobi Pabrik Semen, Ada Apa dengan Bupati Agas Andreas?

Oleh : very - Jum'at, 03/04/2020 08:01 WIB

Koordinator Luwuk Diaspora Maxsimus Rambung. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Bupati Manggarai Timur (Matim) Agas Andreas ngotot agar pabrik semen dibangun di Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda. Berbagai upaya dilakukannya untuk memuluskan rencana tersebut.

Seperti dikutip beritaflores.com, serangkaian pertemuan di rumah pribadi ditempuh. Pada Minggu (14/03/2020), misalnya, Bupati Agas mengadakan pertemuan dengan tiga pemuka kampung Lengko Lolok bersama pihak perusahaan tambang di rumah pribadinya di Cekalikang, Desa Nggalak Leleng, Kecamatan Poco Ranaka, Matim. Merasa pertemuan ini tidak sesuai harapan, Agas mengadakan pertemuan lagi pada Kamis (26/03/2020), juga digelar di rumah pribadinya.

Kali ini, berhasil. Beberapa perwakilan yang sebelumnya menolak kehadiran perusahaan tambang, berbalik mendukung. Kesepakatan kompensasi awal atas tanah ulayat Rp10 juta juga tercapai. Merasa sukses memfasilitasi pertemuan pihak perusahaan dengan warga Lengko Lolok, Bupati Agas kemudian mengundang warga Luwuk juga datang ke rumah pribadinya, pada Senin (30/03/2020).

Informasi yang diperoleh dari salah seorang warga Luwuk yang ikut rapat, pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan dengan pihak perusahaan. Antara lain tanah sawah milik warga akan dikompensasi sesuai NJOP yaitu Rp16. 000 per meter persegi. Bupati juga meminta perwakilan yang pro untuk membuat kesepakatan ulang dengan semua warga.

Menanggapi upaya Bupati Agas tersebut, Koordinator Luwuk Diaspora Maxsimus Rambung mengaku, dirinya merasa aneh dengan langkah tersebut. Biasanya, menurut Maxi - karena ini masih tahap lobi kepada warga - tugas lobi itu urusan pihak perusahaan tambang. Kalaupun pemeritah daerah dilibatkan, yang aktif itu Dinas Pertambangan dan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP).

Bupati, menurut aturannya, hanya tunggu penandatanagan berkas untuk kemudian diajukan ke gubernur guna mendapat ijin sesuai ketentuan terbaru. "Tapi yang terjadi dalam melobi warga, malah bupati paling depan. Ada apa ini? Saya yakin bukan lobi, tapi intimidasi. Atau jangan-jangan dia investor pabrik semen. Mestinya bupati meningkatkan pertanian dan pariwisata selaras dengan semangat dan program Gubernur NTT. Bukan malah menggusur tanaman jambu mente warga demi tambang," kata Maximus Rambung dalam rilis yang diterima Indonews, Jumat (03/04/2020).

Sekadar diingat, perusahaan semen Singah Merah mengincar lahan sawah warga Luwuk untuk membangun smelter dan pabrik semen. Bahan material semen yaitu batu kapur akan dikeruk dari lahan tanah ulayat milik masyarakat Lengko Lolok.

Menurut Maxsi Rambung, bupati dan perusahaan sudah salah langkah. Warga Luwuk masih dalam kondisi pro kontra soal kehadiran pabrik semen, mereka sudah melompat ke pembahasan jual beli lahan. Tidak semudah itu, katanya.

"Pertama, belum ada kesepakatan di antara warga secara hitam di atas putih dengan tanda tangan warga, disaksikan Kepala Desa Satar Punda dan disertai cap desa. Surat yang memuat kesepakatan itu belum ada sama sekali. Saya sudah tanya ke desa. Prosedur yang benar begitu," tegas Maxi Rambung.

Kedua, lanjut dia, tidak ada dalam UU yang membolehkan perusahaan tambang membeli lahan warga. Model yang ada adalah kemitraan atau kontrak. "Ketiga, lahan sawah produktif di Luwuk itu tanah warisan. Yang namanya tanah warisan, tidak bisa dijual begitu saja jika dalam satu keluarga ada yang tidak setuju. Di Luwuk, yang tolak kehadiran pabrik, mereka yang memiliki sawah".

Selama masih ada konflik atau pro kontra, bupati atau perusahaan tidak bisa memaksa warga. Menurut Maxi Rambung, jika bupati, pihak perusahaan dan beberapa warga yang pro tetap melakukan transaksi jual beli, itu melanggar UU. "Bisa dianggap sebagai permufakatan jahat," pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait