Opini

"Mengapa Ayah Memanggul Salib di Sekeliling Lubang Tambang," oleh Gerard N Bibang

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 24/06/2020 17:30 WIB

Potret anak-anak Tambang Foto: Ist)

Seorang anak bertanya kepada ayahnya
mengapa memanggul salib di sekeliling lubang tambang
mengitari pusaran liang-liang tambang
berpeluh keringat dibakar matahari terik laut flores
dicaci maki cukong dari negeri seberang
yang tanpa henti mengucapkan kata-kata la’e buta*)
karena ayah berkeliling lubang tambang
bukan untuk mengais mangan dan emas
tapi hanya memanggul salib tanpa kata-kata

Seorang anak bertanya kepada ayahnya
mengapa mau menutup lubang tambang
mengapa mau melawan kuasa tambang
mengapa mau berlaku sebagai orang sia-sia
karena lubang tambang semakin hari semakin menganga
menyemburkan asap mangan dan debu tambang

Seorang anak bertanya kepada ayahnya
sampai kapan mau memanggul salib di lingkar tambang
sampai kapan mau menutup lubang tambang
sampai kapan mau menutup deru mesin buldoser penggaruk mangan
sampai kapan mau menantang kuasa tambang
yang lengannya kian menggurita dan mencekam
bagai monster yang siap mencakar leher para pembangkang

Seorang anak bertanya kepada ayahnya
sampai kapan bisa mendulang hasil nyata ?

Sambil tetap memanggul salib di pundaknya
berkeliling lingkar tambang
bolak-balik berulang-ulang
berkatalah ayah kepada anaknya:
“anakku, salib bukan tanda keberhasilan
yang mudah digadaikan utk mendapatkan kuasa tambang;
salib adalah tanda penolakan
yang berarti orang yang memanggulnya
harus bersedia ditolak dan dihina!”

Sehabis berkata demikian
ayah memanggul lagi salibnya berkeliling lingkar tambang
bolak balik berulang-ulang
anaknya tetap tidak paham dan sekali lagi bertanya:
“mengapa ayah tetap tegar
meski keberhasilan tidak pernah menjadi kenyataan?”

Sambil memanggul salib di pundaknya
berlingkar-lingkar di sekeliling lubang tambang
bolak-balik berulang-ulang
ayah sekali lagi berkata :
“anakku, salib adalah tanda kesetiaan
yang memberi tenaga untuk tetap berkanjang
dalam perjuangan dan cita-cita
kendati keberhasilan tampak bagai fatamorgana!”
sehabis berkata demikian
kata ayah lagi:
“anakku, salib adalah sebuah panggilan untuk tetap berjuang
kendati dunia tidak selalu menghadiahkan penghargaan
maka tak usah mencari-cari kalah menang
coba lihat salib lelaki di bukit golgotha
kendati sangat perlahan dan terbatas
ada saja orang melihat apa yang dilakukannya
lalu bertobat dan mengalami metanoia!”

Sambil menarik napas dalam-dalam
ayah berkata dalam nada berwibawa:
“anakku, ketahuilah:
metanoia yang benar
tidak pernah menjadi peristiwa massal
tidak pernah terang-terangan di depan kamera dalam upacara besar!”

Lalu anaknya bangkit berdiri
memandang dagu ayahnya yang berpeluh keringat
tak tahan haru berderai air mata
seraya bermohon kepada ayahnya
agar bersama-sama memanggul salib hina
bolak-balik berulang-ulang di lingkar tambang
sambil bergandengan tangan dalam iman
bahwa Tuhan Maha Besar akan selalu berpihak
kepada mereka yang terhina
saat pengadilan terakhir tiba
bagi setiap ciptaan
di akhir zaman

tmn aries, 01-12-09, selasa malam
(saat tersiar khabar bahwa tambang batu gosok dan tobedo jalan terus, begitu pun di sirise, robek, satar teu, torong besi, satar punda, sementara kelompok tolak tambang terus berjuang, belum terlihat titik-titik terang yang besar).

catatan:
• la’e buta = kata makian amat hina, kasar dan keji terhadap lelaki dewasa

*)Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta

Artikel Terkait