Nasional

Ketika Puntadewa Ber-Tiwikrama

Oleh : very - Senin, 29/06/2020 14:30 WIB

Muhammad AS Hikam. (Foto: RMOL.ID)

Jakarta, INDONEWS.ID – Berbagai media baik televisi, media cetak maupun online ramai-ramai memberitakan bahwa Presiden Joko Widodo marah-marah dalam sebuah rapat Kabinet Kerja Jilid 2.

Presiden Jokowi memperingatkan para Menteri Kabinet Indonesia Maju yang masih bekerja biasa-biasa saja saat pandemi COVID-19 agar mengubah cara kerjanya.

"Perasaan ini harus sama. Kita harus mengerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita, saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," kata Presiden Jokowi, saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna, di Istana Negara pada 18 Juni 2020.

Dalam arahan tersebut, Presiden Jokowi bahkan membuka opsi "reshuffle" menteri atau pembubaran lembaga yang masih bekerja biasa-biasa saja.

"Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja `reshuffle`. Sudah kepikiran ke mana-mana saya, entah buat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, kalau bapak ibu tidak merasakan itu sudah," kata Presiden Jokowi sambil mengangkat kedua tangannya.

Mengomentasi sikap Presiden Jokowi tersebut, pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam, hal seperti ini tidak biasa dilakukan Presiden.

“Sosok sehalus dan se-lembah-manah seperti Presiden Jokowi pasti punya alasan luar biasa jika sampai marah. Presiden Jokowi itu kalau dalam pewayangan mirip sosok Prabu Puntadewa yang tidak pernah atau sulit sekali marah. Tetapi sekalinya marah, beliau bisa triwikrama alias berubah fisik menjadi seorang raksasa yang mengerikan!,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (29/6).

Hikam mengatakan bahwa Presiden Jokowi marah karena melihat para pembantu atau menteri masih letoy dan lemot dalam merespon kondisi yang disebut beliau "extraordinary" alias "luar biasa" atau "kedaruratan" yang semestinya perlu respon cepat, tidak mbulet oleh birokrasi, dan tepat sasaran. Tapi fakta yang terpampang di depan mata adalah sebaliknya!

“Maka jika kemudian Presiden Jokiwi bicara keras sampai menyinggung kemungkinan mengambil langkah-langkah luar biasa, termasuk pembubaran lembaga dan reshuffle kabinet, hal itu adalah konsekuensi logis dari adanya fakta letoy dan lemot  para pembantu tersebut,” ujarnya.

Namun, menurut Hikam, bukan berarti bahwa pidato keras itu langsung bisa diartikan akan terjadi kocok ulang dalam tempo singkat. Sangat tergantung apakah para Menteri lemot dan letoy atau LL tersebut bisa segera menyesuaikan diri dengan kemauan Presiden Jokowi atau tidak. Bisa saja malah sebagian dari mereka ada yang merasa kepedean karena, misalnya, dekat dengan oligarki atau dilidungi oleh elit parpol pengusung dan/ atau pendukung-pendukung Presiden Jokowi.

“Tapi ingat! Kalau Prabu Puntadewa sudah bertiwikrama, konon, jagad pun menjadi gemetaran dan tak satu pun akan mampu melawan! Tancep kayon!,” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait