Opini

Pilkada Mabar dan Fenomena Politik Saling Meniadakan

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 06/08/2020 21:01 WIB

Advokat Konsii Kender, S.H.(Foto: Ist)

Oleh: Konsii Kender, S.H. (Advokat)

Opini, INDONEWS.ID – Pemilihan Kepala Daerah digelar setiap lima tahun sejakali kembali digelar tahun ini. Tak terkecuali bagi kabupaten Manggarai Barat, sebuah kabupaten yang terletak di ujung paling barat pulau Flores. Ada yang menarik untuk penulis urai dari proses penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan di kabupaten yang memiliki sejuta destinasi wisata ini.

Mungkin masih segar dalam ingatan masyarakat Manggarai Barat pada Pilkada Mabar tahun 2015 lalu, dimana seorang mantan Bupati, Fidelis Pranda “ditiadakan” oleh lawan politiknya sebagai calon bupati kala itu. Padahala Pranda kala itu, mampu meyakinkan masyarakat Mabar bahwa dia tetap yang terbaik dalam memimpin Mabar.

“Pranda Kembali” itulah slogan yang terus didengungkan oleh pendukungnya. Masyarakat menginginkan Pranda kembali memimpin Mabar. Tidak main-main, dari seluruh hasil survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga, dengan sangat meyakinkan Fidelis Pranda berada di atas angin.

Namun sayangnya, harapan dan keyakinan masyarakat Mabar pupus ketika Pranda kala itu tidak mampu meyakinkan petinggi partai politik di Jakarta untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) sebagai dukungan partai politik untuk memenuhi syarat elektoral parlemen 20 persen.

Faktanya, Pranda hanya mampu mendapatkan dukungan partai HANURA dan PKPI yang masing-masing hanya memiliki dua dan satu kursi di DPRD Manggarai Barat. Pranda tak patah semangat, harapan terakhirnya adalah mendapat SK dukungan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki tiga kursi di parlemen.

Namun lagi-lagi, harapannya pupus ketika SK DPP PKB jatuh kepada Tobias Wanus yang berpasangan dengan Frans Sukmaniara dari Partai Demokrat. Fidelis Pranda “ditiadakan” dari sebagai calon Bupati.

Terulang Kembali

Pilkada Mabar kembali digelar tahun ini. Gusti Dula, yang merupakan bupati saat ini secara pasti tidak akan maju lagi karena sudah dua periode memimpin Mabar. Itu artinya tidak ada calon petahana bupati dalam pilkada Mabar kali ini. Semua calon start dari garis yang sama.

Pertanyaannya: akankah politik saling “meniadakan” terjadi lagi? Jawabannya, so pasti. Syarat 20 persen electoral parlemen untuk bisa mengusung calon kepala daerah baik gubernur, bupati, wali kota berdasarkan undang-undang pilkada, “fenomena meniadakan” sudah barang tentu terjadi.

Sebab, yang menginginkankan kursi singgasana banyak tetapi dibatasi oleh parlemen threshold 20 persen. Kalau seandainya dibagi rata 100 dibagi 20 maka akan menghasilkan lima calon karena tidak ada calon independen.

Untuk Pilkada Manggarai Barat tahun 2020 ini, beberapa kandidat yang maju sebagai calon bupati dan wakil bupati lumayan banyak. Kita sebut saja yang sudah beredar di masyarakat dan balihonya ada di mana-mana antara lain Editasius Endi yang akan berpasangan dengan Dokter Weng.

Pasangan ini mengklaim didukung oleh Partai Nasdem dengan lima kursi parlemen, Partai PKPI dengan satu kursi parlemen dan Partai Bulan Bintang (PBB) satu kursi di parlemen.

Nama-nama pasangan lain yang akan maju dan beredar luas di masyarakat adalah, pasangan H. Asis dan Andre Djemalu yang mengklaim sudah mengantongi SK dari PKB dengan tiga kursi parlemen dan tinggal mencari koalisi tiga kursi lagi.

Pasangan berikutnya adalah Maria Geong, yang berpasangan dengan Sil Syukur. Dua-duanya adalah kader PDIP, yang (seharusnya) sudah mengantongi SK dari PDIP dengan tiga kursi di parlemen, sehingga tinggal mencari koalisi tiga kursi lagi.

Pasangan berikutnya lagi yang beredar adalah pasangan Ferdi Pantas berpasangan dengan Andi Rizki yang mengklaim sudah mengantongi SK dukungan dari Partai Demokrat dengan tiga kursi parlemen dan PPP satu kursi parlemen, tinggal mencari koalisi dua kursi parlemen lagi.

Selanjutnya, yang juga sudah beredar luas di masyarakat adalah pasangan adalah pasangan Mateus Hamsi berpasangan dengan Tobias Wanus. Pasangan ini mengklaim sudah mengantongi SK dari Partai Golkar dengan tiga kursi di parlemen, tinggal mencari tiga kursi koalisi lainnya.

Pasangan berikutnya lagi adalah Andre Garu berpasangan dengan Angglus Apul, yang mengklaim sudah mengantongi SK dari Partai Hanura, tinggal mencari tiga kursi koalisi.

Seandainya Edi-Weng betul didukung oleh Nasdem, PKPI dan PBB, itu berarti calon bupati wakil bupati Mabar 2020 hanya ada empat, itu pun seandainya sisa kursi parlemen dibagi rata lagi. Sisa 76, 33 persen dibagi 20 akan menghasilkan tiga pasangan calon lagi.

Lalu siapakah yang akan gugur atau “ditiadakan?” Mungkinkah akan terjadi agenda kocok ulang? Akankah terjadi saling “meniadakan” dalam perebutan SK dukungan Parpol. Tentu menunggu jawabannya yakni tanggal 4 September 2020 ketika mendaftarkan diri ke KPUD Mabar.

Matahari Kembar

Suka tidak suka, elektabilitas calon dalam permainan politik di Pilkada Mabar selalu memainkan sentiment daerah pemilihan atau (DAPIL) pemilu DPRD Mabar atau berdasarkan tiga kecamatan asal yaitu: Kecamatan Lembor, Kecamatan Kuwus, dan Kecamatan Komodo.

Sentiment ini sangat kental dan kuat. Orang Dapil satu cenderung akan memilih sesamanya dari dapil satu. Terkecuali masyarakat kota Labuan Bajo yang sebagian besar merupakan pendatang dari luar Mabar yang bisa berpotensi akan menjadi pemilih rasional. Orang dapil dua akan memilih sesamanya dari Dapil dua. Dan orang dapil tiga pun demikian akan cenderung memilih sesamanya di dapil tiga.

Lalu bagaimana kalau seandainya ada “mata hari kembar,” yakni ada dua calon dari satu dapil? Posisi seperti ini tentu tidak menguntungkan bagi dapil dan kedua calon tersebut. Naluriah manusia sebagai homo homini lupus est dimana manusia yang satu ingin meniadakan manusia lain, maka tidak menutup kemungkinan peniadaan itu akan terjadi.

Dengan segala upaya supaya tidak ada “matahari kembar” di dalam satu dapil. Bagaimana cara supaya mata hari yang lain tidak bersinar, dengan tidak mendapatkan SK dukungan parpol.Upaya-upaya ke arah situ hanya bisa dilakukan pada saat-saat ini sebelum SK dukungan Parpol diterbitkan.

Bulan Kembar

Kalau ada “mata hari kembar” tentu ada juga “bulan kembar”. Seorang calon Bupati cendrung mengambil wakilnya dari dapil lain. Perhitungan politiknya tentu jelas untuk mendapatkan electoral dari dapil tersebut sekaligus menggerus kekuatan lawan dari dapil tersebut.

Walaupun demikian, masyarakat dapil cendrung yang dilihat adalah Bupatinya. Sementara calon wakil kalau mau dianalogikan dengan bulan, calon wakil hanya akan memantulkan cahaya matahari.

Bagaimana kalau seandainya ada dua atau ada tiga bulan dari dapil yang sama? Posisi ini juga tidak menguntungan bagi Matahari dan pada bulan itu sendiri. Tapi bulan akan kelihatan bercahaya ketika cuacanya mendukung dan pada posisi keadaan penuh. Penuh dengan kegairahan, kerja-kerja nyata, penuh dengan fasilitas dan jaringan yang kuat serta penuhan-penuhan lainnya. Keadaan ini tidak menutup kemungkinan mata harinya malah tenggelam.

Pilkada MABAR memang merupakan salah satu pilkada yang paling seksi serasa pilih presiden. Akhir-khir ini para pemburu SK Parpol terus bergerilia, berintrik, dan saling mengklaim telah mendapatkan SK dari partai tertentu. Yang satu ingin meniadakan yang lain.

Tentunya, segala strategi dari masing-masing kandidat terus dilakukan sebagai upaya mendiamkan lawan ‘kudut temo’. Lalu siapa yang sampai garis finis? Jawabannya adalah sayir lagunya Kae Elias, Surat Edar, “Sabar, Sabar, Sabar Sedikit Monie”.*

Editor: Rikard Djegadut

Artikel Terkait