Nasional

Respon Kemendikbud soal Rencana Penghapusan Pelajaran Sejarah dari SMA

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 19/09/2020 13:30 WIB

Soekarno dan Hatta

Jakarta, INDONEWS.ID - Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menyebut bahwa sejarah merupakan suatu hal yang penting bagi bangsa Indonesia.

Hal itu dikatakannya menyusul beredarnya draf dengan judul "Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional", dimana isinya menjelaskan tentang ketidakwajiban pelajar di tingkat SMA/sederajat untuk mengambil mata pelajaran Sejarah.

"Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga akan senantiasa menjadi bagian kurikulum pendidikan," ucapnya kepada wartawan, Jumat (18/9).

Evy mengatakan rencana penyederhanaan kurikulum akan didiskusikan dengan seluruh pihak terkait. "Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap diskusi dengan seluruh komponen terkait," ujarnya.

Pihaknya mengharapkan adanya masukan dari seluruh pihak akan niat baik demi melonggarkan beban siswa tersebut.

"Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan," harapnya.

Ditambahkan Evy, penyederhanaan kurikulum akan dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Ia pun menegaskan bahwa penerapannya hanya parsial di sebagian sekolah.

"Tahap perencanaan penyederhanaan kurikulum dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan dalam rencana penerapannya di tahun 2021 nantinya akan dilaksanakan secara terbatas dan bukan di seluruh sekolah," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan penyederhanaan kurikulum masih tahapan awal karena membutuhkan proses dan pembahasan yang panjang. "Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis," ujar Totok dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/8).

Totok juga menegaskan bahwa kabar pelajaran sejarah akan keluar dari kurikulum tidak benar. Menurutnya, pelajaran sejarah tetap akan diajarkan dan diterapkan di setiap generasi.

"Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang," imbuh Totok.

"Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan. Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa," sambungnya menegaskan.

Totok menambahkan, penggodokan penyederhanaan kurikulum dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan.

"Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan," terang Totok.

Sebelumnya, beredar draf dengan judul "Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional". Dalam draf yang bertuliskan rahasia itu menjelaskan tentang ketidakwajiban pelajar di tingkat SMA/sederajat untuk mengambil mata pelajaran Sejarah.

Draf bertanggal 25 Agustus 2020 itu berlogo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam draf itu, pelajar pada jenjang kelas 10 SMA/sederajat pelajaran sejarah dileburkan bersama pelajaran IPS. Begitupun dengan rumpun eksakta seperti Fisika, Kimia, dan Biologi dileburkan jadi pelajaran IPA.

Pelajaran IPA dan IPS masing-masing mengambil jam pelajaran hingga 144 jam per tahun.

Sementara itu, untuk jenjang kelas 11 dan 12 SMA/sederajat mata pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran pilihan, bukan wajib. Bersama dengan mata pelajaran rumpun IPS lainnya, seperti Sosiologi, Ekonomi, Antropologi, dan Geografi.

Bersama dengan itu, rumpun eksakta atau IPA juga menjadi pilihan, seperti pelajaran Biologi, Kimia, Fisika dan lainnya.

"Di kelas 11 dan 12, siswa diwajibkan untuk mengambil minimal tiga mata pelajaran pilihan dengan syarat minimal satu mepel (mata pelajaran) kelompok MIPA dan satu mapel kelompok IPS, satu mapel kelompok bahasa dan atau vokasi. Bagi sekolah yang tidak membuka kelompok Bahasa dan Vokasi bisa mengambil dua mapel pada kelompok IPA atau IPS," isi draf tersebut.*(Rikardo)

Artikel Terkait