Bisnis

Indonesia di Mata Investor Surat Utang, Lebih Merisaukan Dibanding Vietnam

Oleh : very - Kamis, 29/10/2020 15:12 WIB

Surat Utang. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Bank Dunia menempatkan Indonesia pada urutan tujuh dari 10 negara pengutang terbesar di dunia.

Informasi yang dilansir Bank Dunia melalui rilis International Debt Statistics 2021 itu mencatat utang luar negeri Indonesia hingga akhir 2019 mencapai USD402,08 miliar. Utang itu terdiri dari utang pemerintah pusat sebesar USD233,51 miliar, dan sisanya merupakan utang swasta.

Seperti dikutip lokadata.id, hingga saat ini, data Bank Indonesia menyebutkan, posisi utang pemerintah lebih dari 80 persen berupa surat berharga negara. Surat berharga tersebut dapat diperjualbelikan di pasar keuangan yang nilainya bergerak dinamis, bergantung pada ekspektasi investor dalam melihat Indonesia.

Harapan para investor tersebut tergambar melalui yield atau imbal hasil surat utang di pasar. Semakin tinggi imbal hasil yang diharapkan oleh para investor, berarti surat berharga tersebut bernilai makin murah. Beragam alasan yang menjadi penyebabnya, dari keraguan terhadap kemampuan bayar kewajiban maupun dinamika ekonomi yang terjadi pada negara penerbit surat utang.

Bagaimana dengan Indonesia? Dari sisi kemampuan melunasi kewajiban, tentu nyaris tanpa risiko. Setidaknya, hal itu ditunjukkan melalui peringkat surat utang Indonesia yang masuk kategori Investment Grade, baik oleh lembaga pemeringkat Fitch Rating, Standard & Poor’s maupun Moody’s.

Negara terdekat yang masuk dalam kelompok sama, antara lain India, Filipina, Thailand dan Malaysia. Sementara Vietnam, baru Moody’s yang memasukkannya dalam peringkat Investment Grade sejak tahun lalu. Peringkat tersebut menandakan bahwa penerbit surat utang, tanpa keraguan, memiliki kemampuan membayar kewajibannya.

Kendati Vietnam tergolong paling buncit mendapatkan stempel Investment Grade, namun tingkat keyakinan investor cukup tinggi. Bahkan mereka lebih nyaman menggenggam surat utang Vietnam ketimbang surat utang Indonesia.

Hal itu terlihat dari yield surat utang Vietnam yang lebih rendah dibandingkan Indonesia. Pada 2020 misalnya, yield yang terbentuk di pasar untuk surat utang dengan tenor 10 tahun, rata-rata hanya 3,5 persen. Sementara surat utang Indonesia mencapai 8,4 persen, jauh di atas suku bunga (kupon) yang ditawarkan saat surat utang diterbitkan.

Perkembangan di pasar sekunder tersebut menunjukkan bahwa tingkat keyakinan investor terhadap Indonesia jauh di bawah Vietnam, India, Filipina, Malaysia dan Thailand. Ketika surat utang Indonesia ditawarkan di pasar keuangan oleh para investor pembeli pertama, para penawar minta imbalan sangat tinggi. Jika ingin laris, tentu harus dijual lebih murah dibandingkan surat utang negara lain.

Soal harga murah surat utang itu memang dinamika yang terjadi di pasar. Namun begitulah gambaran para investor surat utang memandang Indonesia: lebih merisaukan, bahkan dibandingkan Vietnam, apalagi dengan Thailand. **

 

Artikel Terkait