Opini

Kembalikan Kejayaan Laut Nusantara

Oleh : luska - Kamis, 21/01/2021 15:25 WIB

Letkol Laut Elyah Musarovah

Oleh : Letkol Laut Elyah Musarovah
Pabandya Komkinjabstruk Ban VI Komkinpers Spersal

Patut menjadi renungan kita bersama bahwa Deklarasi Djuanda merupakan satu di antara tiga tiang utama kesatuan negara dan bangsa Indonesia, yang Pertama, kesatuan kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kedua, kesatuan kenegaraan dalam NKRI yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Ketiga, kesatuan kewilayahan (darat, laut, udara, dan kekayaan alam) yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri Ir H Djuanda pada 13 Desember 1957.

Sejarah kemaritiman Indonesia telah mebuktikan bahwa NKRI merupakan delegasi dari negara -bangsa maritim seperti Sriwijaya dan Majapahit yang hidup pada abad ke-5 hingga pertengahan abad ke-14. Kesuksesan dari Sriwijaya dalam membagun kejayaan laut terkemuka di kawasan Asia Tenggara dan Majapahit dengan lima armada kapal perang terkuat pada zamannya menjadi sebuah titik balik sejarah sejarah akan kejayaan Indonesia di masa lampau , mari kita tengok kembali sejarah kejayaan Majapahit, negeri Nusantara pertama sebelum NKRI yang merupakan negara maritim, de jure maupun de facto. Majapahit mencapai puncak kejayaan di bawah Hayam Wuruk yang berkuasa selama hampir 4 dasa warsa. Dia didampingi Patih Gajah Mada yang masyhur dengan Sumpah Palapanya. Gajah Mada, seorang patih, negarawan, ahli strategi perang dan hukum Di jaman Majapahit telah berhasil memerintah dan menguasai seluruh Nusantara, dari Sabang sampai Merauke, sebagai bangsa yang berdaulat. Majapahit di bawah Hayam Wuruk adalah kerajaan maritim yang jaya, merupakan kekuasaan besar di Asia Tenggara.

Pemerinatah Jokowi-Mahruf bercita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD) yang terdiri atas lima pilar meliputi: (1) budaya maritim, (2) ekonomi maritim, (3)konektivitas maritim, (4) diplomasi maritim, dan (5) keamanan maritim. Dari kelima pilar yang telah ada, Jokowi memprioritaskan program Tol Laut untuk menguatkan konektivitas yang memudahkan trasportasi antar pulau lewat laut. Tol Laut pada awal kemunculannya dipahami oleh khalayak sebagai jalan tol yang berdiri atau melayang di atas laut, namun yang dimaksud dengan ‘Tol’ adalah jalur bebas hambatan, artinya jalur distribusi logistik yang lancar merupakan salah satu target utama yang akan dicapai melalui program ini dengan harapan bahwa kelancaran logistik menjadi jalan untuk menekan biaya logistik yang selama ini menjadi beban proses pendistribusian barang-barang sampai ke daerah terpencil di Indonesia.

Potensi laut Indonesia memang luar biasa besar, pada 14 Juli 2017 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia (Kemenko Maritim RI) merilis data pemetaan terkait perubahan wilayah laut nusantara. Dalam pemetaan tersebut, disebutkan terdapat lima titik perubahan wilayah laut Indonesia pada tahun 2017. 

Pertama, terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di    batas wilayah antara Indonesia dan Filipina. Pada peta sebelumnya, garis perbatasan ditandai dengan garis putus-putus, namun pada peta teranyar, perbatasan ditandai dengan garis solid yang melintang lurus sebagai tanda berakhirnya sengketa perbatasan antara Indonesia dan Filipina. 

Kedua, adalah terkait penggantian nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Capaian ini sangat penting bagi Indonesia. Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, sebagaimana dikutip Antaranews mengatakan, sebagai negara berdaulat, Indonesia berhak menamai sendiri seluruh wilayah yang termasuk dalam teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Ketiga, perubahan ada pada wilayah Laut Halmahera Utara, tepatnya di perbatasan dengan Palau, negara kepulauan di Samudera Pasifik. Jika sebelumnya batas wilayah melengkung dan diberi ruang garis lurus untuk pulau milik Palau, kini ditarik lurus dan ditutup sehingga menekan hingga sekitar 100 mil laut, dimana wilayah tersebut menjadi batas Zona Tangkap Eksklusif perairan Indonesia. 

Keempat, perubahan di perbatasan di Selat Malaka. Jika dahulu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Malaysia masih belum jelas, kini Indonesia mengklaim ZEE lebih maju, menekan ke wilayah Malaysia. 

Kelima, ada pada perbatasan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia di Selat Riau. Dalam pemetaan sebelumnya, tidak ada zona perairan dua karang kecil di Selat Riau --South Ledge dan Pedra Branca. Dalam wilayah tersebut, Indonesia mengklaim alokasi wilayah sepanjang 500 meter. 

Pemetaan wilayah laut Indonesia terbaru semakin membawa keuntungan bagi Indonesia. Dengan wilayah laut yang semakin luas, maka potensi kelautan yang dapat dieksplorasi makin besar. Selain itu, penegasan teritori dalam pemetaan itu juga menjadi langkah maju dalam mewujudkan kedaulatan maritim bangsa. Luasnya wilayah laut Indonesia berbanding lurus dengan besarnya potensi yang dimiliki sehingga mengamankan wilayah kelautan nusantara menjadi pekerjaan penting yang harus diupayakan dengan keras. Sudah saatnya bangsa kita merubah cara pandang pembangunan dari pembangunan yang semata berbasis daratan (Land based development) menjadi lebih berorientasi kepada pembangunan berbasis kelautan (Ocean based development), mengingat negara kita adalah negara kepulauan yang sudah diakui dunia dan terakomodasi dalam UUD 1945 pasal 25A.

Paradigma pembangunan di sektor kelautan yang menyimpan kekayaan alam yang luar biasa menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengembalikan Kejayaan Laut Nusantara. Kini saatnya kita mengambil kembali peran itu, agar kita meraih “jalesveva jayamahe, agar di laut kita bisa kembali jaya," karena Laut adalah urat nadi dan paru-paru negara baharí. Maka hadirnya pelabuhan-pelabuhan, kapal penumpang dan perdagangan, kapal-kapal explorasi penelitian kekayaan laut, armada kapal patroli penjaga keamanan laut dan kekayaan perairan Nusantara adalah vital.

Sumber: - Hasyim Djalal, Dino Patti, 1996. The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial Policy. 
Jakarta, Centre for Strategic and International Studies (CSIS). - The Anarchic Sea. London, C. Hurst & Co.Susilo, I. Basis (ed.), Kemaritiman Indonesia: 
Problem Dasar Strategi Maritim Indonesia. Surabaya: CSGS, 2015
- Queensland: Centre for Study of Australia-Asia Relations Griffith University, (May 1996), h. 10
- Momentum Mengembalikan Kejayaan Negara Maritim, Koran Sindo, Jum`at,13 Desember 
2013
- Dengan Mewujudkan NegaraMaritim Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, 
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta

Artikel Terkait