Opini

Diplomasi Nobel Payungan Rp8,7 Milyar

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 18/02/2021 07:45 WIB

Oleh Christianto Wibisono penulis buku Kencan Dinasti Menteng

Opini, INDONEWS.ID - Buku Kencan Dinasti Menteng (KDM) cetakan pertama telah habis terjual dan sedang proses cetakan kedua akan siap ditangan pembaca Maret 2021.

Summary substansi buku KDM ini adalah bekal policy bagi duet capres ke-8 dan wapres ke-14 (orang ke-13). Menurut simulasi KPU 16 Februari 2021, coblosan pilpres akan dilakukan Maret 2024 dan penetapan presiden terpilih 6 Oktober 2024 agar bisa dilantik 20 Oktober 2024.

Sedang bagi partai dan masyarakat harus sudah mulai mengorbitkan nama bakal pasangan calon duet sejak Juli 2022 atau sekitar 16 bulan dari Maret sekarang ini.

Tapi kekuatan konkret untuk mengajukan calon ada ditangan Partai Politik untuk mencalonkan kadernya atau merekrut bapaslon melalui Konvensi Capres Parpol atau koalisi Parpol.

KDM memaparkan pencerahan agar tidak terdaur ulang kekeliruan kebijakan masa lalu dalam merumuskan kebijakan masa kini yang optimal untuk mewujudkan nation state Indonesia nomor 4 sedunia dalam kualitas bukan sekedar kuantitas dalam satu generasi pada Seabad Indonesia 2045.

Pertama, melanjutkan leveraging dalam dinamika interaksi geopolitik agar Indonesia memperoleh
bobot setara negara populasi Muslim terbanyak yang demokratis dan meritokratis, multikulturalis dan pluralistis Bhineka Tunggal Ika = E Pluribus Unum.

Aktif berprakarsa sebagai jurudamai konflik Israel Palestina untuk “menebus” kegagalan Indonesia memperoleh Hadiah Nobel dimasa lalu.

Kedua, tahun 1962 Perjanjian New York, RI Belanda terhindar dari perang Irian Barat atas mediasi Presiden JFK dan Presiden Sukarno berpidato Tahun Kemenangan 17 Agustus 1962.

Sayang presiden Kennedy tewas 1963 dan Bung Karno malah berkonfrontasi dengan Malaysia. Maka Hadiah Nobel 1963 tidak diberikan kepada BK tapi ke Palang Merah Internasional.

Ketiga, tahun 1994 Hadiah Nobel diberikan kepada trio PM Rabin Menlu Shimon Perez dan Yasser Arafat. Sayang Presiden Soeharto kurang tancap gaspol posisi sebagai Ketua GNB yang pada 1992 disowani Rabin dari Halim ke Cendana dan 1993 Rabin sowan lagi di New York sehingga yang memperoleh hadiah Nobel hanya trio itu yang meneken Perdamaian Oslo.

Yang lebih menyedihkan adalah ketika 1996 justru Uskup Bello dan Ramos Horta memperoleh Nobel Perdamaian.

Keempat, tahun 1999 Presiden Habibie layak dapat Nobel untuk Referendum Timtim, sayang dicemari penjarahan Dilli pasca referendum. Nobel melayang ke Medicine Sans Frontieres Dokter Tanpa Batas yang memobilisasi bantuan kemansiaan PBB ke Timtim.

Kelima, tahun 2006 Perdamaian Helsinki antara GAM dan RI layak dapat Nobel. Sayang pemerintah mengeksekusi Tibo meski ada protes dari Uni Eropa menyusul protes Sri Paus Benedictus XVI.
Seminggu setelah itu Polycarpus dibebaskan, maka Nobel melyang ke Grameen Bank + M Junus


Keenam, Presiden Jokowi berada pada injury time karena peluang atau momentum jadi jurudamai Israel Palestina akan hilang bila kedua kubu yang berkonflik sudah mencapai perdamaian antar mereka sendiri dan tidak lagi memerlukan jasa baik pihak ketiga betapapun “strategisnya” posisi sang “jurudamai” yang tidak relevan lagi karena Israel Palestina sudah berdamai sendiri.

Ketujuh, Presiden ke-8 akan semakin tidak relevan bila tersandera oleh “diplomasi payungan” ketika Presiden Jokowi curhat bahwa beliau sudah capek memayungi raja tapi investasinya kok tak kunjung tiba malah mengalir ke negara lain.

Menurut laporan KPK, sang raja hanya memberikan kado gratifikasi Rp 8,7 milyar @ US$ 630 ribu berupa 12 barang souvenir (lihat foto di Kompas).

Kekecewaan Presiden Jokowi tentu dimaklumi, masak imbalan diplomasi payungan hanya souvenir. Yang diharapkan tentunya aliran investasi milyaran dollar dan trilyunan rupiah.

Nah buku KDM ini memuat seluk beluk riwayat kebijakan presiden Indonesia terdahulu agar petahana presiden ke-7 dan capres ke-8 bisa belajar untuk tidak mendaur ulang kebijakan yang keliru dan tidak bisa diubah lagi karena sudah jadi sejarah.

Masih bisa menciptkan sejarah masa depan dengan tidak mendaur ulang blunder tindakan masa lalu. https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/21104041/kpk-presiden-jokowi-laporkan-gratifikasi-rp-87-m-dari-raja-salman.

 

Artikel Terkait