Nasional

Mengarusutamakan Moderasi Beragama dalam Kehidupan Berbangsa

Oleh : very - Selasa, 16/03/2021 09:38 WIB

Toleransi kehidupan beragama. (Foto: Ilustrasi)

Kalimantan Barat, INDONEWS.ID -- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat menyelenggarakan webinar dengan tema "Pengarusutamaan Moderasi Beragama" pada Senin (15/02).

Webinar yang dihadiri oleh lebih 250 perserta ini dibuka oleh sambutan Ketua FKUB Kalimantan Barat Ismail Ruslan.

Dia menjelaskan bahwa FKUB mempunyai tanggung jawab menyampaikan gagasan berbangsa dan bernegara secara baik.

"Kami memiliki tanggung jawab menyampaikan gagasan berbangsa dan bernegara," ujarnya melalui siaran pers.

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kalimantan Barat Hermanus yang mewakili Gurbernur Kalimantan barat menjelaskan bahwa keragaman adalah pemberian dari Tuhan yang perlu dijaga.

"Terwujudnya umat beragama yang rukun merupakan cita cita dan perlu dijaga termasuk di Kalimantan Barat. Keragaman adalah pemberian dari Tuhan yang perlu dijaga dengan kerukunan umat beragama di Indonesia sehingga bisa menjadi maju," ujar Hermanus.

Hal lain disampaikan oleh Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Syarif.

Dia menjelaskan bahwa negara ini dibangun oleh orang beragama, sehingga tidak boleh ada penganut agama tertentu yang merasa lebih berhak tinggal di Indonesia.

"Negara kita dibangun oleh orang yang beragama. Sehingga tidak boleh ada satupun penganut agama yang lebih berhak hidup di Indonesia," jelasnya.

Terkait dengan internalisasi nilai agama Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menjelaskan bahwa nilai agama harus menjadi inspirasi batin.

"Nilai-nilai agama harus menjadi inspirasi dalam kehidupan dan menjadi nilai etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Benny menjelaskan bahwa internalisasi harus dihayati dalam kehidupan.

"Keragaman menjadi modal dalam membangun kerukunan dalam kemajemukan," ujar Benny.

Di era digitalisasi ini, dijelaskan Benny, penuh dengan kebisingan. Masyarakat tereduksi oleh kebisingan.

"Di dalam era digitalisi ini konten penuh dengan kebisingan. Masalah adalah kemanusiaan yang tereduksi dengan teknologi. Orang bergerak tanpa rasa kemanusiaan dan hanya merespon secara spontan tanpa dipikirkan," tambahnya.

Plt. Kepala Pusat Masyarakat dan Budaya (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ahmad Najib Burhani menjelaskan bahwa dalam mengarutamakan moderasi beragama adalah berangkat dari pragmatif ke implementatif.

Permasalahan intolerasi yang sekarang terjadi di Indonesia adalah sikap intolerasi yang dianggap kebajikan.

"Sikap intolerasi kadang dianggap kebajikan. Seperti pemaksaan pemakaian jilbab yang dianggap panggilan keagaman. Padahal agama tidak boleh dipaksakan apalagi beda keyakinan," jelas Ahmad.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad menjelaskan bahwa moderasi beragama harus diperkuat.

"Bangsa Indonesia mempunyai modal sosial historis untuk menjadi bangsa yang toleran dan moderat," jelas Rumadi.

Rumadi juga menjelaskan bahwa agama dan budaya saling menopang dan tidak dipertentangkan.

"Agama dan budaya saling menopang dan tidak dipertentangkan," pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait