Gaya Hidup

Mahakarya Sekar Mayang dari Gombloh Dirilis Ulang

Oleh : luska - Rabu, 21/04/2021 20:22 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Entah apa yang terjadi dengan sesi rekaman di studio Indra Records pada awal tahun 1981, ketika Gombloh, Wisnu Padma dan sisa anggota tim Lemon Tree’s Anno 69 berkumpul kembali untuk merekam musik baru (Gombloh bahkan tidak mau memakai nama kolektif itu di sampul album yang kemudian dirilis. Hanya ada keterangan “Gombloh dan Lagu-lagu Jawanya”). Mungkin semua baik-baik saja, Gombloh masih selalu datang terlambat, tidur di studio, cuci muka di kamar mandi (dan kemudian menemukan ilhamnya paling brilian), pesan kopi dan nasi bungkus seperti biasa. 

Tapi mungkin juga ada sedikit kesedihan dan rasa putus asa. Awal 1980-an, sudah memasuki album ke enam, sedangkan angka penjualan masih begitu-begitu saja, dan tidak ada yang pernah benar-benar meledak. Padahal siapa yang bisa menolak pandangan bahwa Kebyar-Kebyar atau Nadia & Atmospheer adalah dua dari album-album paling baik pada zamannya. Mungkin juga karena itu, Gombloh ingin memberi pembuktian dengan caranya yang paling kontrarian. Bagaimana kalau merekam album folk-rock yang paling psikedelik tapi dengan lirik Bahasa Jawa kuno yang disalin dari karya-karya pujangga Jawa neo-klasik.

Dan mengingat ini adalah awal dekade 1980-an, di mana revolusi rock progresif sudah hampir usai, Gombloh dan Pak Wisnu punya banyak waktu untuk melakukan survei dan mengambil pengaruh terbaik dari King Crimson, Deep Purple, Genesis dan Emerson, Lake & Palmer (karena semua sudah pernah dicoba agak setengah matang di Nadia, bukan?). 

Dan tentu saja hasilnya luar biasa agung. Sekar Mayang mungkin adalah puncak gapaian artistik musik pop Indonesia. Otentisitas mungkin bukan kata yang tepat untuk menggambarkan musik pop modern Indonesia dan di Sekar Mayang kita bisa dengar pengaruh-pengaruh asing itu, namun sedikit musik rekaman lokal yang begitu berat, sarat dengan makna yang bisa mengartikulasi persimpangan Barat dan Timur dengan begitu sublim. Gombloh, datang dari pedalaman Jawa Timur mungkin tidak punya pretensi mengawinkan Barat dan Timur seperti Guruh Gipsy atau Yockie Suryoprayogo. Dia mungkin hanya menuruti gelegak melodi dan harmoni yang ada di kepalanya sebelum kemudian mentranskripsi pengalaman menjadi orang Jawa ke dalam musik yang akhirnya menjadi begitu kompleks namun sekaligus gampang dicerna—oleh mereka yang sudah terlatih mendengar rock progresif tentu saja.

Tentu saja Sekar Mayang tidak laku. Sempat hanya dicetak ulang dalam bentuk kaset dua atau tiga kali sebelum produksi dihentikan. Radio-radio lokal di Jawa Timur sempat memutar lagu-lagu di album ini meski kemudian segera terlupakan, apalagi setelah Gombloh menjadi superstar karena lagu-lagu cinta di radio. 

Tidak ada yang tersisa dari rekaman asli album ini. Ketika semua katalog Indra Records diboyong ke Jakarta dan semua rekaman asli dari album-album Gombloh bisa disegarkan kembali (master tape Nadia adalah hasil restorasi itu), rekaman asli ½ inch Sekar Mayang tetap gaib. Merilis ulang album ini hampir menjadi mustahil dan ketika Elevation Records memberanikan diri untuk meramu ulang dari rekaman yang masih tersisa, proses itu melibatkan mereproduksi dari sumber analog asli, menambal beberapa potongan audio yang hilang dan demi memberikan hasil terbaik dalam format vinil, rilis ulang ini terpaksa menghapus dua lagu terakhir (bagi Anda yang teliti, versi kaset “Sekaring Jagat” adalah lagu terakhir di sisi A, sebuah keputusan setengah gila dari Gombloh, karena lagu semegah itu justru disembunyikan di urutan paling belakang. Kami sedikit lancang dan menaruh lagu itu sebagai pembuka sisi B, sebelum mahakarya yang tidak kalah elegan, “Kintamani”). 

Untuk semua ini sound engineer Hamzah Kusbiyanto perlu mendapat acungan dua jempol karena upaya keras menjahit semuanya menjadi produk analog laik rilis. Juga karena hampir mustahil mereproduksi ulang kepala patung di sampul album versi Golden Hand, kami memutuskan untuk memberi kehormatan menggambar ulang ke ilustrator Aditia Wardhana yang tidak hanya mereplika keagungan gambar aslinya tapi memberinya sentuhan baru penuh makna. 

“Penggalian kedalaman musik Indonesia modern mungkin tidak akan pernah selesai, namun jika pada akhirnya kami harus selesai dengan Sekar Mayang, kami tidak keberatan sama-sekali. Ini adalah musik yang sudah lama kami cari dalam perjalanan menggali musik-musik Indonesia lama. Tidak berlebihan jika kita bisa mengatakan bahwa Sekar Mayang merupakan salah satu puncak tertinggi musik populer negeri ini. Dan seperti kami sampaikan di liner notes yang terkemas beserta dengan vinil 12” album rilis ulang Sekar Mayang ini, jika Elevation Records harus bubar setelah ini, kami sangat tidak keberatan. Mission accomplished! Vinil dicetak sebanyak 300 keping dan sudah beredar di toko-toko musik independen kota Anda,” tulis Elevation Records dalam siaran persnya. (Harlan Boer)

TAGS : Gombloh

Artikel Terkait