Opini

Wawancara Imaginer dengan Bung Karno: Pelit APBN SWIFT Vs. Nanggala

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 25/04/2021 09:30 WIB

Kapal Nanggala dan SWIFT

Oleh : Christianto Wibisono penulis buku WIBK – KDM.

Opini, INDONEWS.ID - Saya baru menerima video simulasi terpecahnya kapal selam Argentina: ARA San Juan 17 Nov 2017 akibat terbenam ke dasar laut di Atlantik Selatan ketika Bung Karno dengan berkaca-kaca menahan emosi muncul di Skylobby Apt Kempinski lantai 23.

BK: Bung Chris Innalilai waiina ilahi rojiun. Tragedy Nanggal 402 telah terjadi. Kita menundukkan kepala bersedih, pilu, menangis dan menyesali diri. Tapi janganlah menyalahkan siapa-siapa kecuali seluruh elite oligarki Indonesia yang berpenyakit menyalahkan orang lain dan selalu tidak mau mawas diri mengoreksi kesalahan fatal yang berakibat daur ulang blunder masa lalu..

CW: Tidak ada orang waras yang tidak sedih pak dengan insiden Nanggala. Yang penting adalah move on agar jangan berulang lagi tragedy serupa.

BK: Semua orang selalu menyebut saya utang US$ 2,4 milyar membebani negara tapi itu buat membeli alutsista terkuat dibelahan bumi Selatan dengan squadron Mig mutakhir dan kapal selam canggih. Nah setelah saya maka segala macam komisi kickback APBN adalah order of the day.

Maka kita membaca skandal pembelian kapal selam ex Jerman Timur tapi malah Tempo yang dibreidel 1996 karena berani memberitakan korupsi itu. Untung ini Nanggala bukan kloter kasel ex Jertim yang kurang kualitas.

Tapi saya disini memantau perkembangan ditanah air dan bisa hotline anytime dengan elite kita. Termasuk mantan KSAL yang menyatakan bahwa Indonesia (atau elitenya lucu) karena tidak membeli SWIFT SSRV Submarine Support Rescue Vessel.

Sehingga harus meminta bantuan kapal Swift Singapore yang diterjunkan sudah sangat terlambat. Seandainya Indonesia mempunyai SWIFT sendiri maka langsung bisa dikerahkan segera saat hilangnya Nanggala dari radar.

DPR tidak paham seluk beluk dan tidak memprioritaskan pengadaan Swift, ini salah satu kesalahan elite oligarki penentu, bukan tanggungjawab Panglima TNI, KSAL maupun TNI AL karena keran anggaran ada ditangan oligarki parpol medioker yang kapabilitas inteligensnya diragukan , apalagi mental suap KKN yang tidak pandang bulu partai apa saja termasuk yang diketuai anak saya ikut punya oknum jajaran koruptor yang di OTT KPK.

CW: Sabar pak, Mbak Mega kan juga bukan seorang presiden zaman Manipol spt bapak yang bissa mutlak berkuasa, PDIP dan presiden Jokowi juga tergantung anggaran yang harus lewat DPR.

Zaman sekarang tidak bisa kayak dulu bapak membubarkan DPR hasil pemilu 1955 pada 1960 karena menolak APBN bapak jadi DPRGR yg menuruti saja kehendak eksekutif. Kita lewati masa lalu, sekarang ini kita harus koreksi rezim anggaran yang amatiran tidak professional, tidak antisipastif itu masalah utama pak.

BK: Nah dalam hal systemic failure itu semua hal kecil sepele bisa bermasalah bisa tidak ditangani tepat. Atau malah terjadi isu dan kasus tetek dan kroco atau mentally disorder oknum bisa membuat citra Indonesia terpuruk karena elite memang masih terjerat virus predator SARA. Yang dibutuhkan sekarang adalah sikap arif bijaksana pemenang Nobel Perdamaian Nelson Mandela.

Ia memaafkan meski tidak melupakan tingkah laku memuakkan sipir penjara yang mengencinginya waktu Mandela di hukum penjara 20 tahun oleh rezim apartheid Afrika Selatan. Nah Indonesia ini pembelahan dikotomi sara bangsa ini kambuh berat setelah insiden A Hok kasus Al Maidah. Itu kelanjutan konflik Piagam Jakarta vs Pancasila dari 1945 -1959 (macetnya KOnstituante) yang saya trobos dengan Dekrit 5 Juli1959, The Rest is History

CW:Jadi konkretnya bagaimana pak?

BK: Ya memang harus ada revolusi mental sedunia, bukan Cuma Indonesia. Terutama dua kubu ”sara” terbesar peradaban Barat dan Islam Timur Tengah.

Bisakah dua peradaban ini berdamai segitiga dengan peradaban ConfuCius Tiongkok dan sub peradaban Hindu Budha Asia Selatan. Sedang Asia Tenggara dan Indonesia seharusnya punya percaya diri bahwa Pancasila bisa jadi symbiose sinergi sublimasi dari adab universal lintas sara, lintas abad, lintas bangsa, lintas agama.

Kita berada pada garis depan dengani ideologi pasca Perang Sallb, pasca Perang Dunia I -II, pasca Perang Dingin memasuki “perang multi dimensi berbasis digital termasuk perang Kesehatan manusia melawan Covid dan terutama Kesehatan jiwa manusia dari jebakan perang agama model JPZ.

Tapi JPZ spt kata ex menteri Erman Suparno cukup dikarantina di RSD Grogol. Tidak perlu naik kelas diorbitkan jadi kelas Salman Rusdhi justru oleh reaksi berlebihan medsos thd JPZ.

CW: Gubernur Jateng Ganjar Pranowio hari ini menyatakan bahwa meskipun ia didorong dorong untuk nyapres sebagai kader PDIP ia hanya taat menunggu instruksi Ibu Ketum PDIP yang berhak mutlak mencalonkan siapa kandidat presiden 2024-2029 yang akan diusung PDIP.

BK: Ganjar salah satu dari sekitar 5 tokoh yang layak jadi capres , dinamika nya memang relative seolah lama, padahal 15 bulan lagi Juli 2022 harus sudah ada nama paslon definitive dari parpol peserta pilpres 2024.

Saya sudah maksimal membisiki kamu untuk melobby elite dengan pelbagai manuver simpatik professional bahkan koalisi rekonsiliasi nasional semua partai masuk kabinet. Jangan jadi oposisi galak beringas sara seperti 212.

Ngomong-ngomong menhan kok tidak ada suaranya soal Nanggala ya. Padahal ini bidangnya Kemenhan. Saya sbg mantan Panglima Tertinggi TNI sekali lagi menyampaikan bela sungkawa kepada seluruh keluarga 53 crew Nanggala 402.

Pengorbanan anda dalam tragedy ini harus direspon dengan transparansi anggaran alutsista hankam, beli yang perlu seperti SWIFT dan jangan malah terpancing ikut terp apar virus model hate speech sakit jiwa.

Kepemimpinan Indonesia harus tidak boleh terbajak oleh medioker yang mencari forum pansos spt JPZ dkk sejenisnya,.Jangan pandang bulu dalam menyetop virus predator sara apalagi mengorbitkan jadi kelas Salman Rusdie.

CW: Wah bapak memang orisinal, tapi mungkin terlalu canggih untuk elite medioker. Sabar dan berdoa saja kiranya Tuhan masih jauh lebih berkuasa dari sekedar “rentseekar anggaran” dan atau oknum model JPZ dkk ejenisnya.

BK: Selamat berdamai dengan diri kita sendiri, seluruh elite dan masyarakat Indonesia jangan membuang waktu lagi debat bertele tele kalau kualitas adminnya jeblok tidak punya SWIFT.
CW: Semoga ini dibaca oleh elite yang sebetulnya inteligen tapi belagak medioker pak.

Artikel Terkait