Opini

Mahaputra Vs Medioker

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 24/06/2021 08:28 WIB

Mahaputra Vs Medioker oleh Christianto Wibisono, Ketua Pendiri PDBI, penulis buku WIBK dan KDM

Oleh: Christianto Wibisono, Ketua Pendiri PDBI, penulis buku WIBK dan KDM

Opini, INDONEWS.ID - Rabu petang jam 15.00, saya dipanggil Bung Karno mendadak sambil memperlihatkan tulisan Asrill Ananda, (putra Dahlan Iskan) yang di fwd broadcast viral oleh mas Yudi Latief ex kepala BPIP anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) langsung jadi trending topic judulnya Vaksin Berpikir Simple. Selain itu ada kolom Yuniarto Wijaya yang mengilhami judul kolom ini

BK: Bung Christ, ini plesetan membosankan Indonesia. Kan adagium "kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah", telah mutasi jadi Vaksin "kalau bisa dibikin ruwet kenapa dibuat simple". Virus SMS, Senang Melihat orang Susah, Susah Melihat orang Sukses. Semua karena bersaing mau jadi capres 2024.

Tapi kita jangan ikut mempersulit dan membuat heboh tulisan konstruktif itu. Dia bisa menulis itu karena sudah mengalami bolak balik vaksin gratis berbagai merk mudah cepat tanpa birokrasi. Dengan antrian selayaknya tidak sampai kerumunan sampai malah membahayakan orang yang antri kayak ular.

CW: Ya pak saya sudah langsung membroadcast tulisan itu serta tulisan di Kompas hari ini tentang 2024 oleh Yuniarto Wjaya.

BK: Coba kita kutip langsung dari Azril: "Saya punya pengakuan: Saya suntik vaksin lagi di Amerika, setelah ikut balap sepeda Unbound Gravel, di Kansas, baru-baru ini. Saya suntik di negara bagian Texas, sehari sebelum terbang kembali ke Tanah Air. Waktu itu saya memilih vaksin Johnson & Johnson, karena hanya butuh sekali suntik.

Sebenarnya, saya sama sekali tidak berniat suntik lagi di Amerika ini. Saya sudah divaksinasi beberapa bulan lalu, bersama manajemen dan pemain Persebaya. Waktu itu disuntik Coronavac (Sinovac)."

CW: Kalau bapak kutip semua nanti dianggap kita kampanye buat Dahlan Iskan maju 2024.

BK: Ya itulah penyakit oligark, semua dinilai dari politik praktis perebutan kekuasaan. Ya awam silakan baca DI`sway hari Rabu 23 Juni ini lengkap pengalaman vaksin gratis mudah meriah rutin cepat efisien. Itu yang mesti ditiru bukan birokrasi ruwet saling jadi "virus SMS."

CW: Maaf sepertinya kita harus ikut trending topic. Mas Tok hari ini menulis di Kompas, orisinal menganalisis konflik antara kubu partai personal yang tergantung Ketum dan partai terbuka yang meluncurkan kader berkualitas menjadi capres atau cawapres.

Seperti biasa Mas Tok Yuniarto Wijaya ini cuma kebetulan nicknamenya sama dengan Mas Tok Guntur Sukarnoputra. Dia ini bersama Saiful Muzani, Burhanudin Mutalib dan Denny JA masuk dalam 4 besar surveyor capres yang analisisnya jadi road map capres sejak 2014-2019 dan sekarang leading di pilpres 2024.

BK: Saya suka istilah tajam Mas Tok 2.0 ini bahwa rakyat Indonesia dihadapkan pada Ruang Seleksi Kepemimpinan 2024 yang krusial dan dilematis. Kita ini akan memilih pemimpin yang betul-betul punya Merit kinerja kelas Mahaputra sejati atau sekedar nepotisme medioker dinasti Menteng.

Jadi 2024 adalah mencari putra terbaik tanpa melihat "stamboom trah dinasti 7 presiden dan melahirkan "Jokowi 2.0 yang bukan anak cucu dinasti mantan 7 presiden termasuk dinasti Sukarno harus berkompetisi secara fair, sportif ksatria.

CW: Wah luarbiasa trobosan bapak, pendiri Dinasti Sukarno mempelopori kompetisi dan kontestasi berbasia kapabilitas, kompetensi dan karakter negarawan berbobot sebagai acuan, bukan sekedar mengandalkan anak cucu mantan presiden.

BK: Dinasti Soeharto juga harus menghormati apakah punya pewaris trah Kemukus yang memenuhi syarat dan punya kapabilitas mengelola tantangan milenial global dengan kata kunci kinerja optimal meningkatkan efisiensi nasiona dalam mentransform Indonesia jadi nation state no 4 dalam kualitas dengan kata kunci ICOR 6,7 yg sangat tidak efisien setara ASEAN yang hanya 3,2.

Dinasti Habibie, Gus Dur, SBY dan Jokowi silakan kalau mau maju ya bersaing secara kompetisi meritokratis. Kita ini republik modern bukan dinasti monarki keluarga mantan presiden. Kalau memang ada yang mampu dan "survive" dizolimi seperti Mega, ya silakan pada putra putri dan anak cucu menantu ponakan mantan presiden terjun ke pilpres.

Yang diminta adalah jangan membuat rusuh onar dan chaos model tragedi 1965 Malari, Mei 1998 dan 212. Kita ini sudah 76 tahun mderdeka jangan primitif dan "biadab" saling bunuh dan tega mengorbankan rakyat jadi pahlawan "ampera" "reformasi" dan "sektarian predator sara 212.

Kalau elite kita berkualitas dan berperan jadi provokator dan predator anarko sara chaotic ya kita terancam bisa bubar dan lenyap spt Yugoslavia dan atau Uni Soviet.

CW: Baik pak, 23 Juni 2021, Proklamator Bung Karno meluncurkan balapan elite capres berkeas Mahaputra sejati, negarawan berbobot geoplitik milenial. Dan bukan nepotisme medioker para ketum parpol siapapun partai yang tidak mengharagi meritokrasi akan menghadapi resiko kalah dalam pemilu atau sekalipun menang bangsa ini akan dipimpin oleh divisi kelas medioker.*

 

Artikel Terkait