Nasional

Anakmu Dibawa Wewe Gombel, Bagian II

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 06/09/2021 13:07 WIB

Kriminolog dan Independent Safety & Security Consultant, Roger Paulus Silalahi (Foto: Ist)

Oleh Roger Paulus Silalahi*)

Opini, INDONEWS.ID - "Anak adalah titipan Tuhan, tanggung jawab, yang harus dilindungi, dibesarkan dengan kasih sayang, ditumbuhkembangkan demi keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara di masa yang akan datang..." Roger Paulus Silalahi

Mengetahui jumlah kasus yang tercatat hingga tanggal 23 Juli 2021 (Kompas, Jumat 23 Juli 2021) sebanyak 5.463 kasus, yang adalah sebagian kecil dari jumlah kasus sebenarnya, maka layaklah kekerasan yang dijabarkan sebagai kekerasan seksual, fisik, psikis, penelantaran, trafficking, dan eksploitasi ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.

Sebaran wilayahnya mencakup seluruh Indonesia, dengan terbanyak terjadi di 10 propinsi, yang bila diurutkan sesuai jumlah kasusnya adalah Jawa Timur (562), Jawa Tengah (488), Sulawesi Selatan (398), DKI Jakarta (368), Jawa Barat (359), Sumatera Utara (337), Banten (232), Riau, Nusa Tenggara Barat (215), dan Lampung ((193) di urutan ke sepuluh. Semakin layak rasanya pemerintah pusat melakukan terobosan dalam penanganan kejahatan terhadap anak.

Jumlah pelaku yang 30% lebih banyak dari jumlah kasus menunjukkan bahwa dalam banyak kasus pelakunya lebih dari 1 orang, dan ini memberikan bayangan yang cukup mengerikan terkait apa yang dialami anak sebagai korban.

Pemerintah tidak bisa lagi menangani ini melalui para birokrat yang hanya dapat berbicara di seminar, media atau sekedar mengeluarkan pernyataan sedih menjelang hari anak: pemerintah harus ambil langkah konkrit untuk menekan angka kasus dan membongkar gunung es kejahatan terhadap anak.

Tolong garisbawahi bahwa saya menggunakan istilah "kejahatan pada anak", tidak mau saya melembutkan dengan istilah "Kekerasan Pada Anak" seperti para birokrat. Karena keseluruhannya tidak selalu berbentuk kekerasan, tapi jelas kejahatan.

Tidak mungkin menangani kejahatan apalagi mafia terkait prostitusi anak, "child trafficking", paedophile dan berbagai pelaku tindak kejahatan pada anak dengan slogan dan pamflet, atau pendeknya dengan hanya bicara saja. Terobosan harus dilakukan. Terobosan yang saya maksud di sini adalah menempatkan kejahatan pada anak sebagai "kejahatan luar biasa" setara dengan korupsi dan terorisme.

Kalau teroris bisa diburu sampai ke lubang semut, maka paedophile, pemerkosa, penjual, penculik, pelaku kekerasan pun harusnya bisa. Berbeda dengan terorisme dimana pelaku dan jaringan dibuat sedemikian tertutup, paedophile dan kejahatan terhadap anak lainnya jauh lebih terbuka.

Masyarakat dapat diaktifkan sebagai agen pembantu, karena itu masyarakat harus diberdayakan. Selama ini banyak yang tahu tapi diam, banyak yang ingin berbuat tapi tidak tahu bagaimana caranya, takut terseret dan takut jadi bermasalah, akhirnya tutup mata.

Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si, Bapak Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. Bapak Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. yang terhormat, mohon pikirkan saran saya berikut ini:

Pertama. Buat aplikasi "Peduli Anak dan Perempuan", dimana semua orang bisa melaporkan tindak kejahatan pada anak, dengan jaminan kerahasiaan pelapor. Nomor telepon dan IP address dari pelapor dapat dijadikan sarana menangani laporan palsu.

Kedua. Bentuk Satgas Khusus "Kejahatan Pada Anak" di setiap Polda, dengan menggandeng Densus 88 dalam hal peralatan pelacakan, maka baik pelapor maupun pelaku dapat langsung diketahui keberadaannya.

Ketiga. Lakukan training bagi penyidik di setiap Polda terkait hukum yang ada, dampak psikis, data yang ada, dan segala hal terkait kejahatan pada anak, agar mampu menangani kasus dengan baik, dan bukan malah menyarankan mediasi atau bahkan menikahkan korban perkosaan dengan pemerkosanya.

Keempat. Libatkan berbagai lembaga psikologi klinis, atau rekrut psikolog klinis, khususnya psikolog klinis anak untuk mendampingi korban dalam setiappemeriksaan dan dalam menjalani rehabilitasi.

Kelima. Berikan target pembongkaran kasus paedophilia bagi Satgas Khusus, beri mereka kewenangan penuh mengambil tindakan di lapangan, tembak di tempat bila diperlukan.

Keenam. Ditjen Imigrasi agar melaporkan secara langsung setiap orang yang mempunyai catatan sebagai pelaku paedophile baik yang pernah dihukum ataupun sebatas dicurigai, yang selalu disertakan dalam dokumen keimigrasian dari beberapa negaraseperti Australia, Belanda, Inggris, dan lain-lain, yang selama ini diabaikan dan tidak dijadikan informasi yang penting dan melekat pada setiap orang dari luar negeri yang datang ke Indonesia.

Ketujuh. Berdayakan aparatur hukum, beri pemahaman, agar hukuman maksimal selalu diterapkan bagi pelaku kejahatan pada anak. Jangan sampai ada lagi korban pelecehan seksual, korban perkosaan, yang dikriminalisasi sementara pelaku melenggang atau hanya terkena hukuman 3 bulan penjara.

Jika 7 langkah ini diterapkan, saya yakin 1000% angka kejahatan pada anak akan menurun drastis, Anak Indonesia akan jauh lebih terlindungi, Indonesia akan dihindari oleh predator anak dari seluruh dunia, sebuat Bali sebagai "Surga Paedophile" akan hilang.

Bapak dan Ibu, bagaimana jika anak atau cucu anda yang menjadi korban...?

Kejahatan anak adalah kejahatan kemanusiaan, karena anak sejatinya tidak mampu melindungi dirinya sendiri, karenanya pelakunya harus diburu dan dihukum maksimal atas kejahatannya. Kejahatan terhadap anak bukan isapan jempol, penculikan, child trafficking, child prostitution, paedophile, dan lain sebagainya, harus dihentikan.

Jangan ada lagi "anakmu dibawa Wewe Gombel..." menjadi kesimpulan akhir atas hilangnya satu orang anak, satu nyawa manusia, yang adalah tanggung jawab, titipan Tuhan, pada kita "orang tua"-nya.*

*) Roger Paulus Silalahi adalah penulis pemula yang berprofesi sebagai Kriminolog dan Independent Safety & Security Consultant. Ia juga Aktif sebagai Konsultan Keamanan Publik dan Bidang Kajian Center of Terrorism and Radicalism Studies - Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Badan Pengurus Harian Aliansi UI Toleran (AUTO), serta beberapa organisasi yang terkait dengan media dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Artikel Terkait