Nasional

"Pinjol" Gaya Baru, Para Pencari Keadilan dan Wajah Persidangan di Masa Pandemi

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 28/09/2021 12:33 WIB

Susana sidang online di Pengadilan Negeri Bandung (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pandemi Covid-19 yang masih mendera Indonesia beberapa tahun terakhir berimbas pada perubahaan peradaban manusia di banyak lini. Salah satunya adalah pada upaya orang mencari keadilan di meja hijau alias pengadilan.

Hal ini dapat dilihat di Pengadilan Negeri Bandung. Guna meminimalisir penularan virus corona, mayoritas proses peradilan di PN Bandung dilakukan secara daring.

Sayangnya, proses peradilan secara daring ternyata cukup menyulitkan masyarakat yang hadir dan terlibat dalam proses persidangan perkara pidana tersebut.

Salah seorang saksi dalam kasus pencurian dengan kekerasan bernama Ujhe mengatakan pihaknya mengaku tak puas dengan proses peradilan secara daring.

Terlebih, sosok yang berprofesi sebagai penjaga kios ini hanya diberi fasilitas video call via aplikasi WhatsApp (WA).

"Saya kira akan berhadapan dengan terdakwa langsung, namun hanya lewat WA video call. Agak kurang puas karena khawatir yang saya sampaikan tidak terdengar jelas oleh terdakwa. Apalagi suara video WA tidak begitu jelas," kata Ujhe ditemui Senin (27/9).

Senada dengan Ujhe, seorang mahasiswi bernama Hera juga mengeluhkan hal yang sama. Ia hadir di PN Bandung sebagai saksi kasus pencurian.

"Saya mah bela-belain datang ke pengadilan agar HP saya balik setelah 3 bulan ditahan di kejaksaan. Susah kalau ke mana-mana enggak ada hape atuh yah," tuturnya dalam logat Sunda.

Berbeda dengan Ujhe dan Hera, Yehan, seorang ibu dengan anak berkebutuhan khusus berbagi kisah perjuangannya mencari keadilan bagi mantan suaminya yang ditahan di Polrestabes Bandung sehubungan kasus utang piutang yang berujung pidana.

"Hanya karena nggak bisa bayar bunga mantan suami saya dipenjara. Kok jadi seperti pinjol yah? Cuma ini pinjolnya gaya baru pake tangan pengadilan," kata Yehan.

Lebih lanjut Yehan memperlihatkan surat dakwaan dari jaksa bernama M Himawan. Dalam surat dakwaan sudah ada pembayaran Rp1,150 Milyar dari total pinjaman Rp1,9 Milyar.

"Ini versi jaksa lho tertulis demikian atau setara 60% pembayaran. Tapi menurut versi kami berdasarkan BAP yang bahkan dibuat oleh pelapor, mantan suami saya hanya menerima 1,470 Milyar dan sudah dibayar 1,445 Milyar setara 98%. Bagaimana mungkin seorang yang minjam uang bisa dipenjara setelah bayar 60% versi jaksa atau 98% versi BAP?" ungkapnya.

Yehan lebih jauh menjelaskan pelanggaran HAM pada proses penahanan mantan suaminya yang tidak ada pemberitahuan status penahanan.

"Saat ditahan, pihak keluarga tidak diberitahukan sama sekali. Beberapa waktu lalu saya sudah adukan ini ke Komnas HAM, Komisi Kejaksaan, Satgas Kejaksaan, dan aduan tersebut telah diterima dengan baik bahkan pihak-pihak terkait sudah dipanggil untuk dimintai keterangan," tuturnya.

Lebih jauh Yehan menuturkan dugaan adanya praktik mafia hukum pada kasus ini. "Saya pun telah melaporkan temuan terbaru kepada Kejaksaaan Agung yakni foto pelapor Andri Wilman beserta kuasa hukumnya berada di ruangan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang mana foto tersebut didapatkan dari status WA Story kuasa hukum pelapornya," bebernya.

Dihubungi pada hari ini, Senin 27 September melalui sambungan telepon, Kuasa Hukum Pelapor, Pratama Nugraha Aluwi membenarkan informasi tersebut.

"Iya benar foto tersebut saya bersama Andri Wilman di ruangan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat namun tidak ada hubungannya dengan kasus mantan suami bu Yehan," kata Pratama.

Menariknya, kasus yang melibatkan mantan suami ibu Yehan dengan No Registrasi 602/Pid.B/2021/PN Bdg ini diketuai oleh hakim T. Benny Eko Supriyadi. Ia merupakan hakim pada kasus Sunda Empire yang begitu kontroversial, heboh dan menyita perhatian publik beberapa waktu lalu.

Tak kalah kontroversial juga, beliau menjadi ketua pada kasus terpidana Tipikor Herry Nurhayat yang sempat lolos keluar dari tahanan akibat habis masa penahanan saat proses persidangan belum berakhir dan akhirnya dilaporkan oleh salah 1 LSM penggiat anti korupsi.

Kasus mantan suami Yehan menunggu agenda putusan. Yehan berharap besar Majelis Hakim bisa melihat jernih bahwa kasus ini adalah kasus perdata yang dipaksakan ke pidana.

"Mantan suami saya padahal sudah mengajukan skema pencicilan utang namun ditolak pihak kreditur dan tetap saja dijebloskan ke penjara. Bagaimanapun mantan suami saya punya kewajiban menafkahi anak-anaknya apalagi ada yang berkebutuhan khusus," jelas Yehan sambil berurai air mata.

Ditanya mengenai pengalaman selama mengikuti proses persidangan, Yehan menjelaskan hal yang mirip dialami oleh Ujhe dan Hera.

"Yang saya saksikan banyak sekali gangguan teknis. Sering terdengar suara denging saat koneksi video call WA. Saya khawatir gangguan teknis ini berpengaruh besar pada proses pengambilan keputusan, terdakwa idealnya dihadirkan di persidangan," terangnya.

Berdasarkan pantauan di lokasi, cukup sering terjadi kendala teknis gangguan komunikasi seperti bunyi nging atau menggunakkan video call via WA ketimbang memaksimalkan fasilitas multimedia yang sudah ada di ruang sidang.

Ditemui di ruangannya pada hari Kamis (23/9/21) Humas PN Bandung, Wasdi Permana menjelaskan Perma No 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.

"Penggunaan aplikasi WA video call lebih ke arah praktis dan cepat saja ketimbang memakai aplikasi Zoom atau fasilitas multimedia yang sudah tersedia di ruang sidang karena faktor teknisi IT yang tidak secepat penggunaan aplikasi WA. Adapun mengenai kebijakan menghadirkan terdakwa di masa pandemik itu berhubungan dengan kebijakan rutan setempat. Meski demikian terdakwa di persidangan tidak semua via online, sebagian terdakwa yang tidak ditahan yah datang hadir di persidangan bahkan kami pernah mendatangi rutan melakukan proses persidangan di sana," pungkas Wasdi Permana.

 

Artikel Terkait