Bisnis

Ngatur Minyak Goreng yang Berlimpah Saja Tak Becus, Apalagi Ngatur Barang Langka Seperti Kedelai

Oleh : very - Jum'at, 25/03/2022 10:49 WIB

Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli dalam dialog “Perspektif” yang digelar sebuah media, di Jakarta, Kamis (24/3). Dialog itu juga menghadirkan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, Anggota DPR RI, Luluk Hamidah dan analis politik Boni Hargens. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai tidak memiliki kompetensi atau kapasitas untuk melaksanakan konstitusi yaitu melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak. Hal itu bisa dilihat dari cara mengatasi kelangkaan minyak goreng yang hingga kini belum berhasil terurai.

Padahal, masyarakat sudah lama mengeluhkan kenaikan harga dan adanya kelangkaan minyak goreng di tanah air.

Selain kelangkaan minyak goreng, saat ini muncul pula keluhan para petani dan pengusaha tahu dan tempe terhadap kelangkaan pasokan bahan baku tahu dan tempe yaitu berupa kedelai.

Kelangkaan minyak goreng tersebut sudah terjadi hampir empat bulan ini. Para menteri khususnya menteri ekonomi yaitu Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian dinilai gagal mengatasi hal itu.

Menanggapi hal tersebut, ekonom senior Rizal Ramli mengatakan bahwa para menteri Jokowi malah sibuk dengan kampanye pencapresan dirinya.

“Menko Perekonomian malah sibuk dengan copras copres. Padahal jika dia mau mengurus masalah minyak dan barang pokok ini dengan baik maka itu merupakan sebuah kampanye yang sangat besar. Pasti rakyat akan memilih beliau,” ujar mantan Menko Perekonomian itu dalam dialog “Perspektif” yang digelar sebuah media, di Jakarta, Kamis (24/3). Dialog itu juga menghadirkan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, Anggota DPR RI, Luluk Hamidah dan analis politik Boni Hargens.

Selain itu, Menteri Perdagangan, kata Bang RR – sapaan Rizal Ramli- malah berbicara kepada publik bahwa untuk segera mengumumkan para mafia minyak goreng tersebut. “Kalau mau sikat mafia ya langsung saja beri laporannya kepada kepolisian jangan malah mengumumkannya kepada publik,” ujar mantan Kepala Bulog tersebut.

Rizal Ramli mengatakan di era Presiden Jokowi inilah para oligaki ini berpesta pora. Pasalnya mereka ikut serta menentukan jalannya kekuasaan. “Inilah istilah saya yaitu “peng-peng’, penguasa-pengusaha. Sebenarnya menjadi penguasa atau pengusaha tidak salah. Asal jangan kedua-duanya dijalani sekaligus. Nah di Indonesia, situasi menjadi amburadul karena ‘peng-peng’ ini yang berkuasa,” ujarnya.

Rizal Ramli mengatakan oligarki berkuasa di era Presiden Jokowi karena sang pemimpin tidak mempunyai ketegasan.

Jika di era Presiden Soekarno, katanya, kaum oligarki tidak bisa berkuasa karena presidennya berpihak pada rakyat kecil. Era Presiden Soeharto kaum ini juga tidak bisa berkutik. Demikian juga era Presiden Gus Dur mereka tidak bisa berbuat banyak karena ada Menko Perekonomian (Rizal Ramli) yang memiliki sikap membela rakyat kecil.

Di zaman Presiden Megawati juga mereka tidak bisa berkuasa karena Megawati itu keras dan memiliki keberpihakan. Demikian pula di era Presiden SBY. “Di saat Presiden Jokowi inilah oligarki ini berkuasa. Mereka bisa seenaknya mengatur jalannya pemerintahan. Itu karena Presidennya tidak  tidak canggih dan tidak tegas,” katanya.

Boni Hargen mengatakan tidak semua kesalahan harus ditimpakan pada Presiden Jokowi.

Sesungguhnya yang salah dalam kasus harga minyak goreng ini ada di para menteri, karena para menteri yang memegang kebijaksanaan teknis di lapangan. Karena itu, kata Boni, persoalan mahal dan langkahnya harga minyak ini harus diminta pertanggungjawaban kepada para menteri Jokowi.

(Ekonom senior Dr Rizal Ramli. Foto: Hasil tangkapan layar)

Boni bahkan menuduh pihak tertentu telah mempermainkan harga minyak goreng ini demi kepentingan mereka sendiri.

Prof Didik J Rachbini mengatakan persoalan harga minyak goreng merupakan persoalan sederhana, hanya persoalan pasokan di hulu dan distribusi di hilir. Karena itu, dia tidak setuju dengan pendapat Boni Hargens tersebut.

Prof Didik mengatakan, Indonesia sejak dahulu pernah mengalami gejolak harga seperti harga minyak. “Namun ada ga sebelumnya kita melihat orang beratus-ratus meter mengantre minyak? Nah ini karena para pemimpin termasuk menteri-menteri era itu memiliki kapasitas yang memadai dalam mengatur hajat hidup orang banyak,” ujarnya.

Prof Didik mengatakan aneh jika di negeri nomor satu penghasil kelapa sawit – yang merupakan bahan baku minyak goreng itu – kita merasakan harga mahal dan adanya kelangkaan minyak goreng. “Jadi ada pada manajemennya yang salah. Pemerintah tidak bisa mengatur barang berlimpah, apalagi barang yang langkah, seperti kedelai,” ujarnya.

 

Kesalahan Ada di Presiden

Rizal Ramli mengatakan tanggung jawab pemerintahan tetap ada para presiden, karena dialah yang memilih anak buahnya.

“Karena itu, jika melemparkan tanggung jawab hanya pada menteri hemat saya tidak tepat. Saya contohkan Gus Dur, dia awalnya pilih para menteri. Namun ketika dalam satu bulan dia melihat kinerjanya jelek maka dia langsung pecat menteri itu. Nah, Presiden Jokowi tidak bisa melakukan itu. Karena para menteri yang dipilih adalah mereka yang ikut memenangkan dirinya dalam pilpres. Jadi dia tidak berani menggantikannya,” ujarnya.

Ditanyakan Boni Hargens alasan Presiden Jokowi memberhentikan dirinya dari jabatan menteri, Rizal Ramli mengatakan ada dua alasannya. Pertama, karena dirinya tidak setuju melakukan reklamasi. Lalu para taipan menghubungi Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan meminta Presiden Jokowi untuk memecat Rizal Ramli.

Kedua, karena Wapres JK terganggu dengan gebrakannya. “Apa-apa yang saya usulkan itulah yang diterima oleh Presiden Jokowi. Jadi JK itu tidak suka karena usulannya tidak diterima,” ujar Bang RR. ***

Artikel Terkait