Opini

Menghitung Hari Berakhirnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Oleh : luska - Rabu, 15/06/2022 17:28 WIB

Oleh : Dr. Wirawan B. Ilyas, Ak, SH., MSi., MH., CPA., BKP Akuntan Forensik, Praktisi Pajak dan Advokat Sekjen Perkumpulan Kuasa Hukum Pajak Pro Justitia (PKHP2J)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pengantar
    Tanpa terasa beberapa hari lagi akan berakhirnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) terkait dengan Pajak Penghasilan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan sesuai dengan amanat Undang-undang No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak tersebut akan berakhir 30 Juni 2022. Lalu apa sesungguhnya makna dari PPS tersebut ? Makna PPS pada hakekatnya sama dengan Tax Amnesty Jilid I yang diatur pada UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yaitu memberi pengampunan kepada Wajib Pajak.
    Kata pengampunan secara hukum, negara memberi pengampunan dengan menghilangkan sanksi pajak bagi peserta yang telah mengikuti program tersebut. Pengampunan atas sanksi pajak baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, disamping itu data yang diungkapkan pada dokumen pengampunan pajak tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana (Pasal 11 UU HPP).
    Perlu dipahami bahwa PPS yang ada dalam UU HPP juga berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, karena UU Pengampunan Pajak belum dicabut, walaupun masa berlaku pengampunan pajak jilid satu sudah selesai. Penulis teringat dengan teori Von Jhering (1818-1892) yang berbasis ide manfaat yang diusahakan lewat hukum (baca Undang-undang). Karena hukum merupakan penyatuan ragam kepentingan untuk tujuan yang sama, yakni kemanfaatan (utilitarianisme) yang berkeadilan.  

Esensi Program Pengungkapan Sukarela 
    Kata sukarela berkonotasi atas kesadaran Wajib Pajak sendiri. Hal ini sesuai dengan sistem Pajak Penghasilan (PPh) yang dianut, yaitu sistem Self Asessment, dimana Wajib Pajak menghitung sendiri PPh terutang yang merupakan kewajibannya satu tahun, membayar sendiri serta melaporkan sendiri pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunannya. Dengan demikian hanya Wajib Pajak yang mengetahui sesungguhnya apa yang sebenarnya dan apa yang dilaporkannya. Fiskus dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk menguji atas apa yang dihitung, disetorkan dan dilaporkan Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (PPh) yang berlaku, termasuk laporan harta dalam SPT Tahunan seperti kepemilikan deposito, tanah dan bangunan, mobil dan sepeda motor yang wajib dilaporkan. Apalagi semua harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi suatu saat tentu akan dihibahkan atau diwariskan pada ahli waris yang secara administrasi perpajakan saat proses pengalihannya akan melibatkan Kantor Pelayanan Pajak. 
Hal ini diperkuat lagi dengan menyatunya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sesuai dengan aturan yang ada pada UU HPP. Dunia semakin transparan, teknologi informasi juga semakin canggih dan mengglobal. Atas data yang dimiliki oleh DJP tentu akan mudah melakukan pemeriksaan pajak dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak baik kepatuhan formil maupun materil.
Jika dikaji lebih dalam latar belakang teoritis dari kebijakan pengampunan pajak disuatu negara, paling tidak terdapat beberapa hal, antara lain terjadinya shortfall penerimaan pajak, rendahnya kepatuhan pajak, maraknya tax evasion. Dengan demikian tujuan dari program ini tentu untuk meningkatkan penerimaan pajak, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, repratiasi dana serta memberi kepastian hukum (Wirawan B. Ilyas, 2016).
Berdasarkan data per 7 Juni 2022 yang dikutip dari Bisnis Indonesia posisi peserta yang ikut PPS sebanyak 61.315 Wajib Pajak dengan jumlah PPh Rp 12.56 triliun, nilai harta bersih Rp 125.2 triliun. Apa yang perlu diungkapkan ? UU HPP menyebutkan atas harta yang dimiliki yang belum pernah dilaporkan pada SPT Tahunan. Harta yang dimaksud adalah harta bersih yang belum ditemukan atau diungkapkan oleh DJP.
Berdasarkan pendekatan harta, maka harta bersih tersebut dianggap sebagai penghasilan yang mesti dikenai PPh yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak yang telah melaporkan semua hartanya secara tertib dan benar dalam SPT Tahunan dan atau saat mengikuti Tax Amnesty jilid satu yang lalu tentu tidak perlu ragu, karena negara melalui Undang-undang telah memberikan pengampunan berdasarkan hukum (UU). Bagaimana jika tidak ikut PPS ? Seandainya Wajib Pajak masih terdapat harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) saat ikut Tax Amnesty Jilid Satu dan juga belum pernah di laporkan pada SPT Tahunan, maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut :
Sanksi kurang mengungkapkan harta pola kebijakan satu :
Dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif
25% (Wajib Pajak Badan)
30% (Wajib Pajak Orang Pribadi)
12,5% (Wajib Pajak tertentu)
Atas harta yang kurang diungkapkan dikenakan sanksi 200%
Sanksi kurang mengungkap harta pola kebijakan dua :
Dikenakan PPh Final dari harta bersih tambahan dengan tarif 30%
Harta yang kurang diungkap dikenakan sanksi bunga perbulan ditambah uplift factor 15% (sanksi SKPKB Pasal 13 UU KUP)


Simpulan 
    Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan kebijakan pemerintah menghimbau Wajib Pajak dengan penuh kesadaran untuk mengkaji ulang apakah semua kewajiban wajak penghasilannya sudah dipenuhi dan dilaporkan dengan benar pada SPT Tahunan. Jika belum maka negara memberi kesempatan emas dan membuka pintu maaf sesuai ketentuan yang diatur dalam UU HPP. PPS dirancang oleh negara sebagai pintu maaf kepada para Wajib Pajak yang mungkin lalai, lupa, belum melaporkan kewajiban pajak di masa lalu dengan benar. Pintu maaf yang diberikan pada Tax Amnesty Jilid Dua ini relatif singkat, hanya enam bulan, yang segera berakhir pada 30 Juni 2022 mendatang. 
    Masih ada tersisa beberapa hari lagi untuk melakukan perenungan ulang, sambil segera menentukan langkah cepat sebelum berakhirnya, demi kebaikan bersama, masyarakat, bangsa dan negara. #Semoga#

----------o0o----------

Artikel Terkait