Opini

Aspek Hukum Terkait Laporan Keuangan Tahunan

Oleh : luska - Selasa, 18/04/2023 07:02 WIB

Oleh : Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA
Akuntan Publik, Advokat, Praktisi Pajak

Pengantar 
    Sejak tutup buku 31 Desember 2022 Direksi korporasi sibuk mempersiapkan pertanggung jawaban pengelolaan korporasi dalam bentuk laporan tahunan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Salah satu komponen yang utama dari laporan pertanggung jawaban tersebut berupa laporan keuangan.
Laporan Keuangan (LK) merupakan informasi keuangan yang amat penting bagi stakeholders, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Swasta, khususnya entitas Akuntabilitas Publik, seperti perusahaan yang berada dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berbagai kasus terkait dengan LK yang menghebohkan dunia baik ditataran internasional maupun nasional, antara lain kasus ENRON, World Comm, Xerox, PT Garuda Indonesia, Tbk, PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk, Asuransi Jiwasraya, Asabri, SNP Finance, harus menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi jajaran Direksi dan Dewan Komisaris terkait dengan pelaporan keuangan.
Kasus hukum pun bermunculan yang menyentuh pelaporan keuangan. Keterbukaan informasi berkat kemajuan teknologi informasi, media sosial ikut mewarnai berbagai hal yang menyangkut perusahaan publik, sehingga Direksi, Dewan Komisaris harus berhati-hati dalam penyampaian LK kepada publik 

Tanggung Jawab Hukum Atas Laporan Keuangan 
    Meskipun belum ada Undang-undang khusus (Lex Specialis) terkait pelaporan keuangan, bukan berarti adanya kekosongan hukum tentang pelaporan keuangan. Paling tidak secara parsial norma hukum yang terkait dengan laporan keuangan ada pada UU PT, KUHD, KUH Perdata, KUH Pidana. Beberapa kutipan Undang-undang yang terkait dengan pelaporan keuangan dijelaskan sebagai berikut  :
Pasal 66 Ayat 1-2 UU PT :
“(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya :
a. Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut…”
Dari komponen laporan tahunan, laporan keuangan merupakan laporan utama.
Pasal 67 Ayat 1 UU PT : 
“Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.”


    
Penjelasan Pasal 67 Ayat 1 UU PT : 
    Yang dimaksud dengan “Penandatangan laporan tahunan” adalah bentuk pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal laporan keuangan Perseroan diwajibkan diaudit oleh Akuntan Publik, laporan tahunan yang dimaksud adalah laporan tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah diaudit.
Norma hukum Pasal 66 Ayat 1 Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris mengandung subtansi hukum bahwa Dewan Komisaris wajib melakukan penelaahan laporan tahunan (komponen utamanya laporan keuangan). Bukti bahwa Dewan Komisaris telah melakukan penelaahan harus didokumentasikan, sebagai alat bukti hukum, bahwa proses penelaahan telah dilakukan. 
Bahkan hukum pun memberi ruang jika ada Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang tidak setuju dengan laporan keuangan tersebut agar menyebutkan alasannya secara tertulis yang melekat dalam laporan keuangan tahunan tersebut, seperti yang dilakukan oleh dua orang Komisaris PT Garuda Indonesia beberapa tahun yang lalu.

UU  PT Pasal 66 Ayat 2 :
“Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.”

UU  PT Pasal 67 Ayat 3
“Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberikan alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah, menyetujui isi laporan tahunan”.
Acquit et de charge doctrine
“to set free, release or discharge as from on obligation, burden and accusation”. “Acquit et de charge” adalah pembebasan atau pelepasan Direksi dan Dewan Komisaris dari segala pertanggung jawaban yang mungkin masih ditanggungnya di kemudian hari. Doktrin ini hanya memberi pembebasan atau pelepasan dari perbuatan-perbuataan hukum yang dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan.

Aspek Hukum Perdata Pelaporan Keuangan
Pasal 1365 KUH Perdata :
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Pasal 1366 KUH Perdata :
“”Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesombronoannya.”

Pasal 61 Ayat 1-2 UU PT :
“(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan, terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris.”
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.”

Aspek Hukum Pidana Pelaporan Keuangan
KUHP Baru
Pasal 508 KUHP Baru :
“Pengusaha, pengurus, atau Komisaris korporasi yang mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp 50.000.000)”.

KUHP Lama
Pasal 392 KUHP Lama :
“Seorang pengusaha, seorang pengurus atau Komisaris Persero Terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang sengaja mengumumkan daftar atau neraca tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
Dengan demikian Laporan Keuangan harus memenuhi syarat akurasi, tepat waktu, lengkap dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.

Simpulan 
1.     Dari uraian diatas jelas bahwa Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab terhadap laporan keuangan perusahaan. Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan memberi nasehat wajib mengawasi pelaporan keuangan tersebut.
2. Laporan keuangan merupakan bagian pertanggung jawaban hukum Direksi dan Dewan Komisaris atas jalannya perusahaan yang diawasi oleh Dewan Komisaris sehingga semua komponen dalam laporan keuangan tersebut adalah bentuk hasil kerja bersama Direksi dan Dewan Komisaris yang diberi amanah oleh RUPS. Dengan demikian laporan keuangan tanggung jawab hukum Direksi dan Dewan Komisaris secara renteng.
3.     Sebelum laporan keuangan disampaikan kepada RUPS, Dewan Komisaris wajib melakukan penelahaan terlebih dahulu sebagai perwujudan fungsi pengawasan, oleh sebab itu penelaahan tersebut harus dituangkan dalam bentuk dokumen sebagai alat bukti hukum bahwa perbuatan penelaahan tersebut telah dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
4.     Setelah dilakukan penelahaan atas laporan keuangan termasuk komponen lain laporan tahunan agar dilakukan rapat koordinasi Direksi dan Komisaris (Radirkom) dengan agenda khusus pembahasan laporan keuangan dan komponen lain yang tercakup dalam laporan tahunan. Hal ini penting mengingat laporan keuangan/laporan tahunan merupakan dokumen hukum pertanggung jawaban Direksi dan Dewan Komisaris kepada stakeholders, publik.

Agenda dan kesimpulan radirkom dituangkan dalam notulensi rapat.

Artikel Terkait