Opini

Perang Rusia-Ukraina, Bravado Nuklir Rusia

Oleh : luska - Senin, 27/06/2022 12:01 WIB

Penulis : Reinhard Tawas

Setelah empat bulan menyerbu Ukraina ternyata Rusia belum menang-menang juga. Ukraina memang babak belur tapi Rusia juga babak belur di dalam wilayah Ukraina. Pasukan Ukraina memang tidak bisa membuat Rusia babak belur di tanahnya. Amerika Serikat (AS) dan NATO  wanti-wanti mengingatkan Ukraina untuk tidak mengarahkan senjata bantuan mereka ke wilayah Rusia, takut membayangkan apa reaksi Rusia. 
Invasi Rusia terhadap Ukraina pada 24 Feburuari 2022 lalu mengingatkan kita pada invasi Uni Sovyet (Rusia) 17 September 1939 terhadap Polandia yang selesai pada 6 Oktober, tak sampai tiga minggu. Uni Sovyet mengikuti jejak Jerman di bawah Hitler yang menyerbu Polandia pada  1 September 1939. Jerman dan Uni Sovyet mencaplok dan membagi dua wilayah Polandia. Kita ketahui bahwa serbuan Jerman ini memicu Perang Dunia II dan mengabkibatkan mala petaka tak terperikan bagi umat manusia. Agresi Rusia ini bisa saja memicu Perang Dunia III sekaligus perang nuklir jika ada manusia-manusia di dekat “tombol nuklir” yang terlibat dalam Perang Rusia-Ukraina gagal berpikir waras. Yang jelas tragedi kemanusiaan terulang kembali. 6.1 juta penduduk Ukraina melarikan diri ke luar negeri, seperempat penduduknya tercerai-berai. Di Rusia, dengan alasan yang berbeda, ada beberapa ratus ribu bahkan mungkin mencapai sejuta ribuan warganya yang kabur ke luar negeri karena tidak setuju perang, menurut DW.Com News (Deutsche Welle) 4 Mei lalu. Penduduk Rusia yang lari ke Armenia dan Georgia tak terlacak jumlahnya karena tidak memerlukan visa untuk masuk. Ini adalah eksodus terbesar sejak Revolusi Oktober Rusia tahun 1917 ketika kaum Bolshevik merebut kekuasaan dari Tzar Nicholas II. 

Serbuan Rusia atas Ukraina ini juga mengingatkan kita akan invasi Uni Sovyet (Rusia) atas Afghanistan 1979 yang mendapat perlawanan dari Kaum Muhajidin yang dibantu AS. Dalam hal jumlah korban, Ukraina menampar muka Putin karena hanya dalam waktu kurang dari empat bulan pasukan Rusia yang tewas di Ukraina sudah mencapai 15.300. Di Afghanistan 10 tahun korban tewas Rusia 15.051. Keadaan macet, tidak menang-menang Rusia ini membuat banyak orang risau. Bagaimana jika Putin menggunakan senjata nuklir?
Setipis apapun kemungkinan yang mengerikan ini tetap saja harus diwaspadai. Satu alasan kenapa Swedia dan Finlandia yang selama ini santai-santai saja - bahkan ketika melalui era Perang Dingin - ingin bergabung dengan NATO adalah karena kuatir akan ancaman nuklir Rusia menjadi kenyataan. Dengan menjadi anggota NATO, artikel nomor 5 pakta pertahanan tersebut menjamin membela keamanan anggotanya, termasuk “payung” nuklir.
Setelah menyerbu Ukraina, Presiden Putin langsung memerintahkan angkatan bersenjatanya yang membawahi senjata nuklir untuk siaga tinggi. Ini tanda bahwa pemimpin Rusia bersiap untuk menggunakan cara yang paling berbahaya sekalipun untuk mencapai kemenangan. Minggu lalu Dmitry Medvedev, bekas presiden Rusia 2008-2012 dan sekarang deputi Dewan Sekuriti Nasional di bawah Putin, memperingatkan bahwa Moskow akan menyerang kota-kota Barat jika Ukraina memakai peluru kendali bantuan AS. 

Putin dan Medvedev dibuat frustasi melihat kenyataan Rusia tidak menang dalam waktu singkat, seperti yang diyakinkan oleh Kolonel Jenderal (di Rusia jenderal bintang tiga) Sergei Beseda dari FSB (Federalnaya Sluzhba Bezopasnosti Federal Security Service), turunannya KGB dulu. Menurut Aljazeera 25 Maret lalu ada laporan belum terkonfirmasi Sergei Beseda dijadikan tahanan rumah. Putin dan Medvedev bergantian menguasai Rusia sebagai Presiden dan Perdana Menteri. Karena konstitusi lama mengatur jabatan presiden hanya empat tahun dan dua kali berturut-turut, maka jadilah Putin Presiden tahun 2000-2008, dan Dmitry Medvedev Presiden 2008 - 2012. Putin Perdana Menteri 2008-2012. Putin Presiden 2012 hingga sekarang. Medvedev Perdana Menteri 2012 - 2020. Masa jabatan presidens Rusia sekarang 6 tahun. Tahun 2018 Putin terpilih kembali sampai 2024. Amandemen yang diperkenalkan tahun 2020  membolehkan Putin dan Medvedev dipilih lagi nanti. Bisa ditebak siapa dibalik amandemen itu. Media Rusia menyebut masa Putin dan Medvedev bergantian menjadi Presiden dan Perdana Menteri sebagai Tandemocratia - demokrasi tandem. “Arisan” kekuasaan lebih pas. Menurut thesun.co.uk 13 Juni 2022 Medvedev bahkan menyatakan sesuatu yang sangat menakutkan dengan mengatakan bahwa “Penunggang-penunggang Kuda dari Kitab Wahyu” sudah dalam perjalanan. Kemunculan Penunggang Kuda Pertama, penakluk dengan busur dan mahkota dengan kuda warna putih melambangkan munculnya “Antichrist”, kekuatan yang melawan Kristus. Penunggang kuda kedua membawa pedang besar dengan kuda berwarna merah melambangkan perang dan pertumpahan darah. Penunggang kuda ketiga dengan kuda berwarna hitam membawa  timbangan neraca melambangkan bahaya kelaparan. Penunggang kuda keempat dengan kuda berwarna pucat melambangkan kematian. Ini nubuat pertanda akhir jaman di Wahyu, kitab akhir Perjanjian Baru. Pesan Medvedev ini bermakna Rusia siap habis-habisan. Ini “bad news”.

“Good news”nya adalah sejak bom nuklir “Fatman” dijatuhkan di Nagasaki dari pesawat yang diberi nama Bockscar dengan pilot Mayor Charles Sweeney pada 9 Agustus 1945, belum pernah lagi manusia memakai senjata nuklir untuk membunuh sesamanya. Sebelumnya pada 6 Agustur 1945 “Enola Gay” dengan pilot Kapten Paul Tibbets menjatuhkan bom nuklir “Little Boy” di Hiroshima. Dahsyatnya kehancuran, kematian dan penderitaan manusia selalui menghantui sesama umat manusia. Dan manusia menjadi takut sendiri akan ciptaannya.
Persaingan nuklir Amerika Serikat (AS) dengan US (Uni Sovyet - yang dilanjutkan Rusia setelah tahun 1991) dimulai di Konferensi Potsdam 24 Juli 1945 ketika Harry S. Truman Presiden AS ketika itu memberitahu Josep Stalin - pemimpin Uni Sovyet bahwa AS telah memiliki senjata dengan kekuatan merusak luar biasa (washingtonpost.com 17 Juli 2018). Menurut Truman Stalin terlihat tidak antusias alias biasa-biasa saja  meskipun mengatakan bahwa dia gembira dan berharap AS akan menggunakannya dengan tepat terhadap Jepang. Truman belum tahu bahwa “biasa-biasa”nya Stalin itu “acting”. Dia sudah tahu tentang bom nuklir itu meskipun Truman tidak menyebut bom nuklir. Manhattan Project yang membuat bom nuklir pertama bocor ke tangan Uni Sovyet melalui Klaus Fuchs, ilmuwan berhati komunis yang berhasil menyusup ke dalam proyet tersebut. Ia adalah ilmuwan Jerman yang lari ke Inggris sebelum PD II karena kuatir akan persekusi NAZI. Ia bekerja untuk Inggris dan dikirim Inggris ke Los Alamos bersama ilmuwan Inggris lainnya membantu Manhattan Project. Mereka berada di sana selama proses pembuatan bom atom dan menyaksikan kedahsyatan bom atom yang diledakkan di gurun  Alomogordo, New Mexico. Tahun 1949 Fuch ditangkap di Inggris dan dijatuhi hukuman 15 tahun.  Setelah bebas ia pindah ke negara komunis Jerman Timur. Uni Sovyet meledakkan bom nuklir pertamanya pada tahun 29 Agustus 1949 di Semipalatinsk, Kazakhstan. Lomba senjata nuklir pun dimulai.

AS dan Uni Sovyet (Rusia) sama-sama pernah mengalami perang yang panjang. Uni Sovyet di Afghanistan, AS di Vietnam. Di dua perang ini baik Uni Sovyet maupun Amerika Serikat tidak sampai menurunkan persenjataan nuklirnya meskipun bagi AS sempat ada keinginan menggunakannya secara terbatas di Vietnam, seperti tertulis di buku ““The Nuclear Taboo” Nina Tannenwald, Cambridge University Press 2007. Jenderal William Westmoreland, Komandan Pasukan Amerika di Vietnam mengusulkan untuk menggunakan senjata nuklir taktis dan secara spesifik menyebut Khe San di provinsi Quang Tri sebagai sarasaran, untuk menghindari korban penduduk sipil. Di Khesan terjadi pertempuran antara AS dan sedikit tentara Republik Vietnam Selatan melawan Vietnam Utara dan Vietcong 21 Januari hingga 8 April 1968. Untung saja di Washington jauh lebih banyak orang yang berpikiran sehat. Presiden Lyndon B. Johnson menolak penggunaan senjat nuklir dan didukung menteri pertahanan Robert McNamara.  Mengenai Uni Sovyet di Afghanistan, menggunakan senjata nuklir melawan gerilyawan Mujahidin yang konsentrasinya tersebar, jelas bukan pilihan. Dan kedua negara adi kuasa ini kalah tanpa senjata nuklir.

Sebenarnya perang nuklir antara Uni Sovyet dengan AS hampir terjadi di tahun 1962 ketika terjadi Krisis Rudal Kuba pada masa pemerintahan Presiden John F. Kennedy, seperti yang ditulis oleh Elizabeth Kolbert di newyorker.com 5 Oktober 2020. dengan judul “The Day Nuclear War Almost Broke Out”. Hari yang berpotensi merubah peradaban dunia itu jatuh pada 27 Oktober 1962 di laut Sargasso di bagian Timur Segitiga Bermuda. Kapal Selam Uni Sovyet B-59 sedang berlayar di bawah laut ketika tiba-tiba tergoyang oleh beberapa ledakan. “Rasanya seperti berada di dalam tong yang sedang diketok palu godam,” ingat Vadim Orlov, spesialis komunikasi di kapal selam tersebut. Kapal selam ini adalah bagian dari 4 kapal selam kelas F sebagai bagian dari Operation Anadyr yang dikirim Nikita Kruschev, pemimpin Uni Sovyet ke Kuba untuk memperkuat 40.000 tentara Sovyet dan 60 hululedak nuklir yang sudah berada di Kuba. Untuk menghindari provokasi destroyer AS menurut prosedur tidak boleh menggunakan bahan peledak untuk memaksa kapal selam musuh muncul ke permukaan. Tapi seorang melepaskan beberapa granat tangan ke dalam air.

Kapten kapal selam Valentin Savitsky menginstruksikan anak buahnya untuk siap menembak. Mungkin perang sudah pecah, pikirnya. Alat komunikasi mengalami kerusakan sehingga ia tidak bisa berkomunikasi dengan pusat komando. Tidak disadari oleh awak destroyer AS itu bahwa kapal selam itu dipersenjatai beberapa torpedo dengan hululedak nuklir berkekuatan 15.000 ton, sama dengan bom nuklir yang memusnahkan Hiroshima. Di dalam B-59 tersebut ada Kapten Vasily Arkhipov yang pernah mengalami kecelakaan reaktor nuklir dan melihat delapan teman-temannya mati mengenaskan terpapar radiasi dosis mematikan. Mungkin mendengar cerita Arkhipov, Savitsky tidak jadi menembakkan torpedo-torpedo berhululedak nuklir tersebut. Krisis misil Kuba ini akhirnya bisa diselesaikan secara diplomatik berkat kesadaraan tinggi Adlai Stevenson, Dubes AS di PBB yang menyarankan John F. Kennedy tidak menyerang instalasi misil nuklir Uni Sovyet di Kuba. Dengan tambahan inisiatif Robert F. Kennedy, adik John F. Kennedy, perundingan dengan Dubes Uni Sovyet di PBB Anatoly Dobrynin bisa terjalin. Ahirnya Kruschev bersedia menarik kembali misil-misil berhulu ledak nuklir Sovyet di Kuba. Sebagai gantinya AS juga menarik misil-misilnya di Turki.
Pernyataan Medvedev mengenai “penunggang-penunggang kuda menjelang hari kiamat” menyiratkan ada sebersit pikiran dia tentang penyelesaian “mati satu mati semua”. Semoga pemimpin-pemimpin Rusia berpikir jernih, sama dengan awak kapal selam B-59 tadi. Dan semoga Biden dan Putin bisa berunding damai seperti Kennedy dan Kruschev dulu.

(*)bravado = kesombongan, pameran keberanian/kegagahan, bual (Merriam Webster, Google)
*****

 


 

Artikel Terkait