Nasional

Kabar Baik! Ketum MCWE Sebut Peran Perempuan dalam Pembangunan terus Meningkat

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 16/07/2022 13:02 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional semakin meningkat seiring waktu. Hal ini terlihat dari meningkanya jumlah angkatan kerja perempuan di berbagai bidang pembangunan.

Hal ini dikemukakan oleh Ketua Umum Panitia Nasional MCWE G20 2022, Lenny N. Rosalin dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema “Perempuan Berdaya untuk Pulih Bersama” pada Kamis (14/7/22).

"Banyak bidang yang dulu belum bisa dimasuki oleh perempuan, sekarang perempuan sudah bisa masuk ke dalamnya," kata Lenny, yang juga merupakan Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA ini.

Namun menurutnya, kuatnya budaya patriarki yang dianut di sebagian besar daerah di Indonesia turut memberikan andil yang besar dalam menghambat terciptanya keseteraan gender yang diinginkan.

Budaya patriarki, jelas Lenny, masih "menghambat" perempuan untuk berperan lebih, utamanya dalam mendukung berbagai pembangunan nasional.

"Tetapi tentunya, ada juga yang masih "menghambat" perempuan untuk lebih berperan di bidang-bidang pembangunan. Jadi seperti kita semua tahu ya, salah satunya adalah budaya di masyarakat kita yang masih sebagian besar menerapkan budaya patriarki," paparnya.

Kendati menunjukan adanya peningkatan dari waktu ke waktu, Lenny menjelaskan, masih terdapat gap yang cukup besar antara partisipasi angkatan kerja perempuan dibandingkan laki-laki. Hingga saat ini, kata Lenny, angkatan kerja perempuan baru menyentuh angka 54,3% pada 2021, sementara laki-laki sudah mencapai 82%.

Padahal, kata Lenny, jika perempuan diberikan akses lebih agar bisa berpartisipasi dan ikut serta dalam pengambilan keputusan, maka produk domestik bruto (PDB) akan naik. Bahkan mengutip studi McKinsey, Lenny menyampaikan, dengan menaikan 3 persen saja angkatan kerja perempuan, maka PDB akan naik mencapai US$135 milliar.

"Kita harus mengejar ketertinggalan ini, memberikan kesempatan kepada perempuan. Karena studi McKinsey menyebutkan kalau kita bisa menaikan partisipasi perempuan, maka sebetulnya produk domestik bruto kita bisa naik. Studi itu menyebutkan kalau kita bisa menaikkan partisipasi angkatan kerja perempuan 3% saja ya, itu PDB Indonesia tuh bisa naik US$ 135 miliar," paparnya.

Lenny berharap, melalui aliansi G20 EMPOWER dan Engagement Group Women20 atau W20, seluruh pihak dapat meningkatkan kualitas hidup para perempuan Indonesia dengan bersinergai, bekerjasama memberikan ruang bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya.

"Karena pepatah juga membuktikan bahwa memberdayakan perempuan, itu akan memberikan dampak multiplier. Jadi tidak hanya pada perempuan, tetapi juga pada keluarga, masyarakat dan bangsa," ujarnya.

Lebih lanjut, Lenny memaparkan, badai pandemi covid-19 membawa dampak sangat negatif bagi pekerja perempuan. Sebagaimana mengutip data ILO (International Labour Organisation), selama masa pandemi, terdapat 41% persen perempuan mengalami pemutusan hubungan kerja (PKH), kehilangan kesempatan kerja dan lain-lain.

"Kalau kita lihat juga data untuk Indonesia, data ILO misalnya menyebutkan 41% ada PHK, kehilangan kesempatan kerja, terus juga terjadi diskriminasi, belum lagi kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, karena semua aktivitas berada di rumah ya," paparnya.

Selain itu, jelas Lenny, berdasarkan data secara global dari UN Women, perempuan juga terperangkap dalam skema pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan tidak berbayar.

"Yang terbaru dari UN women menyebutkan bahwa 60% perempuan itu sekarang memperoleh burden domestik dan under care work. Jadi pekerjaam dalam rumah dan pekerjaan yang tidak berbayar, itu juga dibebankan kepada perempuan," bebernya.

Soal isu ini, Lenny menyampaikan, pihaknya telah mengagendakan pembahasan secara khusus di G20 EMPOWER dan Engagement Group Women20 atau W20 yang akan dilangsungkan di Bali, pada Bulan Agustus mendatang. Isu ini, kata Lenny, akan dibahas melalui konsep investasi care economy.

"Jadi bagaimana kita berbagi peran dalam pembagian tugas bagi keluarga di tempat kerja, di masyarakat, di ruang publik. Dan bagaimana hambatannya di tingkat keluarga, masyarakat. Itu semuanya akan menjadi solusi care economy," tutupnya.*(Rikard Djegadut)

Artikel Terkait