Nasional

Perjanjian Internasional tentang Plastik, Ini Lima Rekomendasi AZWI

Oleh : very - Jum'at, 29/07/2022 11:55 WIB

Sampah Plastik. (Foto: VOAIndonesia.com)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dan anggotanya, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menggelar diskusi publik bertema “Perjanjian Internasional tentang Plastik: Peluang Solusi terhadap Plastik Sekali Pakai” yang digelar secara hybrid, di Shangri-La Hotel Jakarta dan platform Zoom dan YouTube.

Diskusi ini merupakan respons terhadap resolusi PBB terbaru yang disepakati dalam forum UNEA 5.2 yang digelar Februari - Maret 2022 silam. Perjanjian internasional ini akan menjawab persoalan pencemaran plastik dari hulu hingga ke hilir.

Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, Direktorat PSLB3 akan berperan sebagai national focal point (NFP) dan memiliki andil besar dalam proses negosiasi perjanjian internasional untuk mengakhiri pencemaran plastik.

“Hingga saat ini, Pemerintah Republik Indonesia belum menentukan posisi apapun menjelang pertemuan Intergovernmental National Committee (INC) yang akan digelar di Uruguay pada November mendatang. Namun demikian, secara umum Pemerintah Republik Indonesia mendukung penuh resolusi ini karena beririsan juga dengan Peraturan Perundang-undangan mengenai pengelolaan sampah, khususnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen,” ujar Pak Uso, sapaannya.

Pengajar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hadi Rahmat Purnama, menegaskan dalam proses negosiasi perjanjian internasional, Indonesia harus melihat kepada kepentingan nasional di saat ini dan di masa depan dalam menghadapi persoalan polusi plastik ini.

“Persoalan jurang teknologi dalam penanganan sampah plastik, seperti kesiapan sumber daya manusia dan ekonomi antara negara berkembang dan negara maju perlu menjadi perhatian Indonesia dalam proses negosiasi,” tambahnya.

Berkenaan dengan upaya pengurangan sampah plastik, masalah sampah plastik yang berasal dari kemasan pangan olahan menjadi perhatian.

Ema Setyawati, Plh. Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan mengenai kewajiban penggunaan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia.

“Dengan memegang prinsip itu dan sebagai dukungan Badan POM dalam upaya pengurangan sampah pasca konsumsi pangan, khususnya untuk plastik sekali pakai, penggunaan kemasan pangan guna ulang dan kemasan pangan dari bahan daur ulang diperbolehkan dengan catatan dapat memenuhi persyaratan keamanan sesuai regulasi,” jelas Ema.

 

Lima Rekomendasi AZWI

Dalam perannya untuk mendukung perjanjian internasional terhadap plastik, Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyampaikan lima rekomendasi dari AZWI kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Pertama, merekomendasikan Pemerintah Republik Indonesia untuk memperketat produksi dan konsumsi bahan baku plastik murni.

Kedua, mendorong adanya transparansi B3 dalam plastik, mikro dan nano plastik, serta penghapusan penggunaan B3 dalam plastik.

Ketiga, diperlukan standarisasi terhadap kemasan dan produk guna ulang dan desain ulang.

Keempat, Pemerintah Republik Indonesia juga perlu membatasi cara-cara pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan.

“Terakhir, kami juga mendukung penuh untuk perjanjian internasional tentang plastik ini mengikat secara hukum,” kata Fajri.

Sementara itu, Co-coordinator AZWI, Rahyang Nusantara, berpendapat, Aliansi Zero Waste Indonesia menganggap bahwa Pemerintah Republik Indonesia perlu berperan aktif dan memiliki posisi yang kuat dalam proses negosiasi perjanjian internasional untuk mengakhiri pencemaran plastik (Global Plastic Treaty).

“Kesuksesan upaya pengakhiran pencemaran plastik juga berkaitan erat dengan pembangunan ekosistem guna ulang. Perjanjian internasional ini dapat menjadi peluang untuk mengatur suatu standar yang berlaku secara internasional terhadap sistem guna ulang agar kompatibel dengan sistem perdagangan global,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait