Daerah

Demo Tolak Kenaikan BBM di Istana Bogor Dijaga Ketat Polisi

Oleh : very - Senin, 05/09/2022 20:22 WIB

Demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM di Istana Bogor. (Foto: Ist)

Bogor, INDONEWS. ID - Demonstrasi mahasiswa terkait keputusan penyesuaian harga subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) berlangsung di tengah kunjungan Presiden Philipina, Ferdinan Marcos Jr ke Istana Bogor, Senin (5/9/2022).

Demonstrasi mahasiswa Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor di kawasan Istana Kepresidenan Bogor ini mendapat penjagaan ketat dari pihak kepolisian Polresta Bogor Kota dan TNI.

Dalam orasinya, mahasiswa menyatakan penolakannya terkait keputusan pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar yang menjadi konsumsi mayoritas masyarakat menengah ke bawah.

“Menolak secara tegas kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi,” kata koordinator lapangan, Maulana Lazuardi dalam pernyataannya kepada wartawan.

Ia beranggapan, tindakan menaikan harga BBM sesuai harga pasar merupakan bentuk ekonomi liberalisme yang harus ditolak. Pihaknya juga meminta pemerintah untuk menjaga ketersediaan BBM bagi masyarakat miskin.

“Menuntut pemerintah menjaga ketersediaan dan pendistribusian BBM subsidi bagi masyarakat miskin di seluruh Indonesia,” pinta Maulana.

Keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi itu disampaikan oleh Presiden Jokowi yang didampingi para Menteri Terkait, pada Sabtu (3/9/2022).

“Pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp10 ribu/liter, solar subsidi dari Rp5.150/liter jadi Rp 6.800/liter. Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12 ribu/liter jadi Rp14.500/liter,” kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif saat mendampingi Jokowi.

Terkait itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa, anggaran subsidi pemerintah sudah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan terus meningkat.

Subsidi BBM menurut Presiden Jokowi, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil pribadi.

“Mestinya uang pemerintah itu diberikan untuk subsidi bagi masyarakat kurang mampu. Subsidi harus menguntungkan masyarakat kurang mampu,” kata Jokowi.

Merespons kenaikan harga BBM itu, Lazuardi menilai kebijakan liberalisme hanya akan menguntungkan pihak asing dan para pemilik modal. Sementara, rakyat kecil hanya bisa gigit jari.

Pihaknya juga menuding pemerintah sudah kehilangan cara untuk memperbaiki perekonomian. Padahal, besarnya utang luar negeri, kasus mafia migas, bahkan tingkat penyerapan anggaran yang buruk merupakan penyebab tidak optimalnya APBN.

“Bukannya menyelesaikan masalah-masalah tersebut, pemerintah malah memilih untuk menaikan harga BBM bersubsidi yang jelas-jelas berdampak sistemik terhadap buruknya perekonomian di negeri ini,” kata Lazuardi. (yopi)

Artikel Terkait