Opini

Ketika Alam Bertutur Hikmah

Oleh : luska - Selasa, 11/10/2022 08:30 WIB

by : Noryamin Aini
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

“Tidak jarang, banyak hal yang kita tidak sukai, ia justru diburu dan didambakan orang.” Deras tetes air hujan dibenci pejalan kaki yang tidak siap dengan jas hujan, namun, ia menjadi sumber rizki bagi penjaja jasa ojek payung. Sakit adalah derita dan ujian meradang bagi pasien. Tetapi, ia menjadi cuan penghasilan bagi banyak orang. Luapan air banjir dengan lumpur gembur yang mudah terurai dibenci oleh para korban. Tetapi, endapan lumpur tersebut disukai oleh petani, karena ia membawa nutrisi kesuburan untuk tanaman. 

Begitulah alam mengajarkan hikmah. Selalu ada kebaikan dalam setiap peristiwa. Seburuk apapun cobaan, ia selalu menyiratkan pelajaran. Kemarin, Senin, 10 Oktober 2022, saat istriku harus menjalani operasi mata di RSCM, Jakarta, aku belajar hikmah bahwa sehat itu tidak ternilai harganya. Ia adalah karunia gratis-Mu yang sering tidak kita jaga dengan baik dan dilupakan untuk syukuri.

Ya Allah tidak ada ciptaan-Mu yang sia-sia (QS.3:191). Engkau maha suci, maha bijak, maha adil, maha mulia, dan maha sempurna. Engkau sumber kebaikan dan kebahagiaan jagat alam. Kesempurnaan-Mu menyusut di qalbu kami yang kurang menghargai setiap jengkal nikmat-Mu. Hamba-Mu yang lemah dan kurang cerdas ini sering gagal menyimak mutiara hikmah yang terpendam dalam rahasia peristiwa alam.

Sahabat!
Di saat kita dihantam badai petaka dan duka, bahasa alam mengajarkan selubung kearifan. Mata batin kita yang bening, jujur, dan tanpa kebencian, sejatinya, selalu mampu mengulik mutiara yang terpendam dari peristiwa yang menghujam duka dan penyesalan.

Suatu saat nanti, kita merasa perlu menceritakan musibah dan kesedihan kepada jeram curam, agar ia mengajari kita bagaimana deras airnya mengalir tanpa sedikitpun ia mengeluh. Ia tidak pernah mencari “kambing hitam” untuk ditumbalkan. Ia mengalir deras sesuai suratan takdir alam yang dititahkan Tuhan.

Dari mendung dan hujan kita bisa belajar hikmah terpendam. Dari hujan, kita belajar bahasa air bagaimana berkali-kali jatuh, ia tanpa sedikitpun mengeluh pada suratan takdir. Tetesannya sering mental, berserakan, dan ia terkulai memancar karena menghatam gumpalan alam yang keras dan tidak mudah ditaklukkan.

Ini semua adalah jalan “hidup” air hujan. Inilah takdir Tuhan. Subhanallah. Tetes air hujan ternyata bening, padahal ia jatuh terurai dari gumpalan mendung yang pekat dan hitam. Tempaan proses yang keras dan berliku, akhirnya, membuat kandungan air yang terlihat hitam di awan yang gelap, berbuah menjadi tetesan air yang bening dan disukai alam. Tetesannya memberi kesuburan pada tanaman.

Sahabat!
Bisa jadi sesuatu yang terlihat hitam pekat, dibenci, dan diperlakukan nyaris tanpa harga, tetapi, kandungan terselubungnya mengagetkan dan menggoda banyak orang. Inilah rahasia hikmah yang banyak orang gagal menemukan. Ia tetap menjadi misteri di benak dan qalbu yang galau tanpa renungan. Ini adalah getar qalbu berisik yang hanya mengerti keniscayaan nafsu dan keinginan.

Wahai alam, kami tertunduk malu karena kami sering gagal mencandra dan merenung makna yang engkau sembunyikan. Yuk kita perlihatkan lebih jelas tanda-tanda hikmahmu, agar kita selalu dapat bersyukur pada Zat yang maha menciptakan.

Alam selalu mengajarkan banyak renungan bahwa di balik banyak musibah dan petaka, selalu ada hikmah kebaikan yang bisa kita endapkan untuk menapaki puncak undakan kesempurnaan. Di balik kemuliaan sering terpendam rasa kesombongan. Di balik kelebihan, sering hadir residu (ampas) pengingkaran. Di balik limpahan capaian kesuksesan, banyak intrik tipuan yang mencelakakan. Semua makna dari peristiwa alam, akan berlabuh positif atau negatif di dermaga qalbu yang siap menampungnya dengan syukur, kekecewaan atau malah hujatan.

Dualisme sisi peristiwa alam mengajarkan keniscayaan perjuangan untuk mengapai kebaikan, dan meraih kesempurnaan. Kata kuncinya bahwa kesempurnaan harus diperjuangkan. Nestapa dan dukanya tidak perlu dikeluhkan. 

Biarlah ritme hidup ini mengalir normal dalam bingkai qalbu yang selalu merindu kesempurnaan dan kemuliaan. Hambatannya adalah tantangan yang akan memberi nilai tambah saat kita kuasa melewatinya sampai ke tingkat kebanggaan.

Mendung hari ini belum tentu hujan. Bahkan kalaupun harus turun hujan, masih banyak hikmah di deras kucuran curah hujan. Jaga, kelola, dan rawatlah emosi, pikiran, hati, dan qalbu kita, agar semuanya tidak dijajah oleh, dan tidak mewarisi insting lalat yang hanya selalu mengincar dan mengidolakan sampah dan kebusukan. 

#Aku_belajar_hidup_dengan_prinsip_lebah.
Setiap_aktivitasnya_selalu_berefek_kebaikan. 

Pamulang, 11 Oktober 2022

TAGS : Alam

Artikel Terkait