Nasional

Disambut Antusias, Komite Literasi: Mahasiwa Siap Jadi Benteng dari Isu yang Merusak Pemilu

Oleh : very - Sabtu, 18/02/2023 11:44 WIB

Suasana diskusi yang digelar oleh Komite Literasi Nasional dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Pamulang (UNPAM), menggelar acara ‘Kelas Menulis Demokrasi dan Pemilu’ di PMII Komisariat UNPAM, Cabang Ciputat, Kamis (16/2). (Foto: Ist)

Tangerang Selatan, INDONEWS.ID - Komite Literasi Nasional dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Pamulang (UNPAM), menggelar acara ‘Kelas Menulis Demokrasi dan Pemilu’ di PMII Komisariat UNPAM, Cabang Ciputat, Kamis (16/2).

Pembukaan acara berjalan lancar, dan mendapat sambutan hangat serta antusiasnya mahasiswa dengan mengikuti kelas menulis tersebut dari awal hingga akhir acara. Pembukaan kelas menulis tersebut dihadiri sekitar 40 orang lebih mahasiswa maupun umum. 

Sekjen Komite Literasi Nasional, yang juga sebagai pengajar Menulis Pemilu tersebut, Girindra Sandino mengatakan bahwa animo para mahasiswa sangat besar.

“Acara ini di luar perkiraan saya. Ternyata animo dan semangat mahasiswa sangat besar. Kami mendapat sambutan hangat dari mereka. Bahkan dalam acara pembukaan kelas menulis itu, tidak terasa berlangsung 4 jam lebih, karena menariknya tema yang saya sampaikan, tanpa menggurui, santai, tidak ada sekat senioritas maupun merasa paling pintar, kami seperti saling sharing saja. Bahkan bukan hanya soal bagaimana menulis tentang pemilu yang aktual, tapi lebih jauh lagi kita membahas soal gerakan feminisme, politik global, masa depan demokrasi, ekonomi kerakyatan, dan lain-lain. Sehingga kelas menjadi hidup dan menarik, apalagi rasa ingin tahu mahasiswa PMII UNPAM sangat besar,” ujarnya kepada media.

Dalam acara itu, Girinda mengatakan, pergerakan literasi pemilu memiliki peran yang tidak bisa dianggap remeh. “Dengan adanya penyelenggaraan kelas-kelas literasi pemilu,  khususnya mahasiswa dapat menjadi benteng rakyat ketika isu-isu hoax yang bersifat destruktif menyebar, berpotensi besar menimbulkan konflik dan berujung pada rusaknya budaya berdemokrasi,” ujarnya.

Putera dari tokoh pemilu, yang pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum 2001-2007, Mulyana W Kusuma ini mengatakan, ide dan gagasan pergerakan dan penguatan literasi rakyat bukan untuk menunjukkan kesombongan intelektual atau sekadar mencari perhatian, apalagi tudingan untuk menjualnya kepada kelompok yang memiliki modal besar untuk kepentingan politik dalam pemilu 2024.

“Gerakan ini pure untuk mengubah paradigma pemilu yang sarat transaksional, menjadi pertarungan konsep, program, dan lain-lain para peserta pemilu,” ujarnya.

Pergerakan literasi pemilu, lanjut Girindra, merupakan salah satu bentuk partisipasi politik rakyat yang dapat membentuk budaya politik baru yang lebih positif, sehingga dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu, mencerdaskan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam kontestasi demokrasi serta perlahan namun pasti dapat memajukan peradaban politik bangsa di masa mendatang.

Karena itu, katanya, gerakan literasi dalam pemilu ini menggandeng elemen-elemen pergerakan aktivis mahasiswa yang dilatih khusus untuk bisa mahir dalam menulis atau kegiatan literasi yang variatif, bisa ditularkan kepada pemilih-pemilih pemula, dan masyarakat pada umumnya, karena pergerakan aktivis mahasiswa berentuhan langsung dengan grassroots (akar rumput).

“Dengan demikian, diharapkan dengan adanya gerakan literasi ini dapat mejadi fasilitator terhadap para calon pemimpin dalam proses pemilu terkait pertarungan ide, gagasan, konsep, program, visi besarnya untuk bangsa dan lain-lain,” ujarnya.

 

Siap Digelar di Berbagai Kampus

Ketua PMII Komisariat UNPAM, Amir Juhairi, misalnya, kerap memancing pertanyaan kritis. Dia menanyakan tentang masa depan demokrasi, kecurangan pemilu, sistem pemilu, keadaan politik nasional dan sebagainya.

Sementara di sisi lain mahasiswi-mahasiswi tidak mau kalah dengan laki-laki. Mila, salah satu kader PMII UNPAM, misalnya juga sangat kritis ketika menanyakan peran perempuan dalam pemilu, soal kesetaraan gender, gerakan feminisme, dan lain-lain.

Ada juga mahasiswi yang bernama Arofah, kader PMII yang menanyakan soal massifnya politik uang dan politik identitas yang diprediksi masih menghantui pada pemilu 2024.

Mutia, mahasiswi yang juga moderator acara kerap menanyakan terkait bagaimana membentengi rakyat dari isu-isu hoax, bersifat SARA, yang dapat merusak tatanan demokrasi dan berpotensi besar menyebabkan konflik horisontal.

Tentu semua pertanyaan, diskusi, masukan dari mahasiswa dan mahasiswi yang hadir dalam acara Pembukaan Kelas Menulis Demokrasi dan Pemilu, dengan tema “Pemilu 2024, Pergerakan dan Penguatan Literasi Rakyat”, dijawab sesuai kemampuan narasumber sebagai pengamat pemilu dan penulis.

Para mahasiswa tersebut mendiskusikan teknik-teknik menulis artikel, opini, narasi, wacana, dan lain-lain. Bahkan para mahasiswa sangat antusias untuk kembali mengadakan diskusi serupa yang rencananya akan digelar di 15 sampai 20 kampus atau universitas, antara lain Universitas Pamulang, Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Universitas Muhammadyah Jakarta, Politeknik Keuangan Negara (STAN), Universitas Pembangunan Jaya, dan Institut Teknologi Indonesia.

Selanjutya Universitas terbuka, Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dhlan, Politeknik Pariwisata Sahid, Institut Ilmu Al-Quran, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariourna, Institut Teknologi Tangerang Selatan, Universitas Bina Sarana Informatika, Binusa ASO School Enginering, Akademi Meteorologi dan Geofisika dan lain-lain. ***

 

Artikel Terkait