
Penulis : Djohermansyah Djohan (Guru besar IPDN, Dirjen Otda Kemendagri 2010-2014)
Kalau aneh-aneh pusat sebagai pihak yang mentransfer wewenang ke daerah sudah banyak terjadi.
Urusan pemerintahan sudah diberi, lalu ditarik kembali.
Daerah tidak mampu mengurusnya dengan baik, begitu alasannya.
Pihak pusat tidak jarang pula turun langsung ke kabupaten/kota, memotong jalur provinsi yang nota bene wakil pemerintah pusat.
Belum lagi pusat juga menangani urusan pemerintahan yg sama, padahal itu sudah dilimpahkan kepada daerah secara "clear cut".
Ada pula urusan pemerintahan yang sudah diserahkan, tapi pengelolaan keuangannya di-template oleh pusat, sehingga ruang berkreasi dan berinovasi daerah terkekang.
Pengangkatan penjabat (Pj) KDH oleh pusat tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat daerah juga menyalahi spirit otda, yaitu dihargainya demokrasi lokal oleh pemerintah nasional.
Tapi, aneh-aneh pemda juga segudang. Mulai dari KDH calonnya tunggal, isteri atau anak KDH yang tak berpengalaman dalam pemerintahan tapi memenangi kontestasi, pecah kongsi KDH dan Wakil KDH yang dipertontonkan terbuka kepada publik, KDH jual beli jabatan SKPD, petahana KDH politisasi ASN dalam pilkada, KDH dirampok uangnya malam-malam di rumah jabatan yang didalangi oleh mantan KDH, hingga trotoar jalan yang sempit dan tinggi tak mudah dilewati.
Namun yang paling anyar, ada KDH yang bikin kebijakan anak SMA masuk pukul 05.00 pagi, KDH yang mengancam pusat akan gabung dengan negara tetangga, dan pelantikan pimpinan SKPD tapi orangnya sudah mati atau sedang kena kasus hukum.
Menyeimbangkan desentralisasi dan sentralisasi memang tidak gampang.
Terlalu sentralistik, otda mati. Tapi, terlalu desentralistik, otda kebablasan dan timbul kejadian aneh-aneh.
Karena itu, perlu keseimbangan antara desentralisasi dan sentralisasi.
Ibarat menggenggam anak ayam, jangan terlalu keras nanti ia mati, dan kalau terlalu longgar ia lari.
Transfer kewenangan baiknya disesuaikan dengan kemampuan daerah (otonomi nyata-riel). Kebijakan desentralisasi asimetrik perlu dipromosikan.
Selain itu, perlu pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan otda yang lebih efektif dan intensif melalui pembentukan kantor pemerintahan pusat di daerah-daerah.
Bila tak ada koreksi kebijakan, berbagai aneh-aneh Otda kita akan terus terjadi di negeri ini.