Daerah

Pasien BPJS di Merangin Sakit Perut, Tebus Obat Seharga Rp615 Ribu

Oleh : very - Jum'at, 31/03/2023 21:24 WIB

Obat sakit perut. (Foto: Indonews.id)

JAMBI, INDONEWS.ID – Pelayanan kesehatan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, kembali jadi sorotan publik. Baru-baru ini, Kepala Puskesmas kehilangan jabatan gara-gara pelayanan buruk di Puskesmas Simpang Limbur.

Kali ini, Puskesmas Pamenang yang jadi sorotan publik. Pasalnya, seorang pasien BPJS diminta untuk membeli obat di luar puskesmas tempatnya berobat. Padahal pasien tersebut hanya mengalami masalah perut.

“Karena waktu itu waktu berbuka puasa, kan ngak mungkin kita tunggu sampai jam 8. Diminta obat dokter, karena obat BPJS tidak ada,” ungkap keluarga pasien.

Anehnya, katanya, dari beberapa jenis obat yang diberikan tersebut, semuanya merupakan obat yang bukan ditanggung dari BPJS.

“Ya kalau obat luar 1-2 ngak masalah, ini semuanya obat luar. Terus obat BPJS mana? Masa sih ngak ada stok?” keluh pasien.

Alhasil, pasien harus menebus obat sakit perut tersebut senilai Rp615 ribu. Keluarga pun sontak terkejut.

“Ya kalau pasien umum, bayar Rp 1 juta ngak masalah. Ini pasien BPJS kok nebus obat, ya kayak pasien umum. Padahal kita bayar iuran tiap bulan, buat apa?” katanya.

“Di Bangko bae dak ado bayar. Mamak ku kemaren sakit, tidak ada bayar sama sekali. Ada obatnya,” katanya.

Berdasarkan penelusuran, obat yang diberikan tersebut umumnya tersedia di apotik. Harganya jauh lebih dari Rp 615 ribu.

Sebut saja seperti Plantacid, obat untuk menetralkan asam lambung yang berharga Rp 14 ribu. Selanjutnya, Sucralfate yang dijual Rp 20 ribu. Sedangkan Dobrizol, memiliki variasi harga sesuai ukuran mulai dari Rp 18 ribu sampai harga Rp 53 ribu.

Ketiga obat asam lambung itu, bahkan tak sampai harga Rp 100 ribu. Dua obat lagi yakni Histigo untuk obat pusing serta multi vitamin seperti Curvit penambah nafsu makan dijual seharga Rp 33 ribu ukuran 60 mili.

Konyolnya, beberapa obat justru tersedia di Puskesmas Pamenang. Hal ini diungkapkan Kepala Puskesmas Pamenang, Rusdianto saat dikonfirmasi media ini.

“Plantasid kita ada. Obat lambung, obat maag kita ada Antasida,” katanya.

Sang pasien mengatakan, jika obat BPJS tidak ada maka barulah diberikan obat dari luar.

“Namun ketika dikonfirmasi, ternyata seluruh obat dari luar, tidak ada obat dari BPJS,” ujarnya.

Lantas, apa sanksi untuk pemberian obat yang dibanderol Rp 615 ribu itu?

Berdasarkan aturan, fasilitas pasien sudah jadi tanggungan BPJS, termasuk ketersediaan obat.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No 28 Tahun 2014 tidak ada istilah “obat yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan”.

Merujuk pada Permenkes No 28 Tahun 2014 ini, rumah sakit tidak diperkenankan meminta pasien peserta BPJS Kesehatan untuk menebus di luar, dengan alasan apapun.

Bagi peserta yang diminta menebus obat di luar rumah sakit dengan alasan stok obat di apotek rumah sakit habis bisa mengklaim (ditebus) pembelian obat di luar rumah sakit tersebut dibuktikan dengan foto copy resep dokter.

Terkait hal ini, Kepala Puskesmas Pamenang malah meminta data pasien tersebut untuk kemudian dikonfirmasi pada dokter.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Merangin, Soni Propesma kaget dengan hal tersebut. Dia mengatakan, hal ini seperti kejadian di Tambang Mas.

“Kejadian sama keknya di Tambang Mas ini,” katanya.

Ia mengaku akan memberikan sanksi pada dokter, maupun Kepala Puskesmas.

“Bisa keno sanksi itu. Biso keno sanksi disiplin itu Kepala Puskesmas. Itu negara yang punya aturan,” ujarnya.

Sebaliknya, ia mengatakan, pihaknya tidak mau menerima laporan yang tanpa disertai bukti kuat. Soni mengatakan, pasien akan mendapatkan sanksi administrasi jika ternyata memberikan laporan palsu. (Erwin, Kontributor Jambi)

Artikel Terkait