Bisnis

Ini Penyebab Lemahnya Daya Saing Industri Manufaktur RI

Oleh : very - Senin, 08/05/2023 11:26 WIB

Ekonom Senior, Dr. Rizal Ramli. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga kuartal I 2023, industri pengolahan tanah air tumbuh 4,43 %, jauh lebih rendah dari pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan yang mencapai 15,93%.

Ekonom senior DR Rizal Ramli mengatakan, penyebab utama lemahnya geliat industri manufaktur tersebut utamanya karena tidak adanya teknologi buatan anak bangsa yang mampu mendorong kinerja produksi dan kualitasnya. Padahal andil industri pengolahan bisa mencapai 18,57% bagi ekonomi negara ini.

"Padahal teknologi itu kita bisa contek, namanya reverse engineering. Semua begitu dulu, Jepang dulu contek dari Amerika, Korea nyontek dari Jepang," kata mantan Menko Perekonomian itu dalam “Program Your Money Your Vote” yang tayang di CNBC Indonesia, Jumat (5/5/2023).

Faktor kedua, katanya, adalah karena beban biaya operasional industri di Indonesia sudah sangat mahal. Hal itu terutama dari sisi biaya untuk persoalan birokrasi yang mencapai 15% dari total biaya yang dikeluarkan industri.

"Itu makanya Indonesia tidak pernah kompetitif karena biaya birokrasinya 15-20% dari total cost. Kalau kita hapus KKN, korupsi, industri Indonesia competitive, banyak dari Jepang, dari Korea Selatan ke sini," ujar Rizal seperti dikutip Konfrontasi.com.

Dari sisi aturan, persoalan birokorasi tersebut, kata mantan Menko Kemritiman itu, sebetulnya sudah mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo. Namun ia dianggap salah langkah dengan cara menerbitkan UU Omnibus Law Cipta Kerja karena secara komponen malah membebani pengusaha kecil.

"Tebalnya 1000 halaman. Semakin tebal semakin pengusaha kecil enggak mampu penuhi syarat-syaratnya itu, akhirnya nyogok lagi. Nanti kita batalin deh UU Omnibus Law," ujar Bang RR.

Penyebab lain, kata mantan Menko Perekonomian itu disebabkan oleh biaya modal yang lebih cenderung pro terhadap impor. Akibatnya daya saing industri dalam negeri untuk memasok komponen bagi industri-industri besar atau berskala besar dan global tergantikan posisinya.

"Karena impor sangat gampang, tidak ada tarif yang berarti dan dari total kredit 100% juga hanya untuk usaha kecil sama menengah sebesar 18%, sisanya buat yang besar padahal yang besar bisa nerbitin saham, pinjam luar negeri," ungkap tokoh nasional tersebut.

Karena itu, Bang RR berharap agar catatan di atas bisa menjadi diperbaiki oleh presiden yang akan datang. ***

Artikel Terkait