Nasional

Menteri Ramai-ramai Daftar Caleg, Ini Potensi Pelanggaran dan Sanksi Pemilu

Oleh : very - Senin, 15/05/2023 17:01 WIB

Girindra Sandino. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Media ramai memberitakan terkait Menteri Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif untuk pemilu 2024 mendatang.

Menteri menjadi calon anggota legislatif merupakan hal yang sah-sah saja karena merupakan hak politik seorang warga negara yang dijamin konstitusi.

Namun di sisi lain, hal tersebut dikhawatirkan karena dapat menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) dalam jabatan dan kewenangannya sebagai pejabat publik.

“Jika sudah ditetapkan sebagai calon legislatif oleh KPU RI, maka otomatis para menteri diharuskan memperkenalkan diri melalui tahapan kampanye kepada konstituennya sebagai pemilih. Secara etis jika menteri terlalu larut dan asyik berkampanye, dalam situasi dan kondisi tertentu, karena euforianya, ditakutkan Presiden berada dalam ruang kehilangan span of control atau rentang kendali. Sehingga dapat mengganggu jalannya pemerintahan,” ujar Sekretaris Jenderal Serikat Konstituen Indonesia (SAKTI), Girindra Sandino, di Jakarta, Senin (15/5).

Karena itu, perlu diingatkan kepada para menteri, apabila sudah masuk masa kampanye mereka dapat berpotensi dikenakan sanksi. Bentuk dari sanksi itu tidak main-main, yakni sanksi pidana.

Sanksi pidana tersebut sudah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, seperti pertama, pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, menyebut bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Kedua, pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu, menegaskan pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang mengikutsertakan aparatur sipil negara.

Ketiga, pasal 280 ayat (4) menyatakan bahwa pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf I, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana pemilu.

Keempat, pasal 281 ayat (1) huruf a, UU Pemilu mengatur juga dengan tegas menyebutkan bahwa kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakilbupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangan.

Kelima, pada pasal 282 juga diatur bahwa pejabat negara dilarang untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Keenam, pasal 283 UU Pemilu ayat (1), bahkan lebih tegas lagi mengatakan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur nsipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Ketujuh, sanksi pidana dan denda diatur dalam pasal 521, pasal 547, pasal 548 UU Pemilu.

Sanksi-sanksi tersebut dapat dikenakan jika sudah masuk pada tahapan kampanye dimana daftar calon anggota legislatif dan calon pasangan presiden dan wakil presiden ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU RI.

Girindra mengatakan, perlu juga dijelaskan defenisi kampanye menurut UU Pemilu. Kampanye menurut UU Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan atau citra diri peserta pemilu.

“Sehingga patut menjadi perhatian para menteri yang mendaftarkan diri menjadi calon legislatif di pemilu 2024 nanti untuk sebaik-baiknya menghindar dari kegiatan-kegiatan yang berbau kampanye, terlebih jika menggunakan jabatan, fasilitas, dan kewenangannya sebagai pejabat negara,” katanya.

Dia mengatakan, diterangkan dalam Pasal 283 ayat (1) UU Pemilu yang menegaskan “dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”. Karena itu, menjadi urusan Bawaslu RI untuk menafsirkannya, karena ada frase “sebelum” masa kampanye. Kendati demikian “peserta pemilu” 2024 berlaku ketika telah ditetapkan oleh KPU RI.

Untuk itu, SAKTI meminta Presiden RI untuk mengingatkan kembali para menteri, potensi pelanggaran pemilu dan conflict of interest menteri jadi caleg di pemilu 2024.

“Jika perlu meminta menteri-menteri terkait untuk mundur dari jabatannya atau memberhentikan dengan segera karena dikhawatirkan akan berdampak struktural ke jenjang-jenjang pemerintahan hingga tingkat bawah. Bahwa sikap yang permisif terhadap potensi pelanggaran pemilu oleh pejabat negara akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan dan demokrasi di mata publik serta dapat menciderai proses pemilu yang sedang berjalan,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait