Nasional

Dewan Pakar BPIP, Dubes Djumala: Toleransi berwajah sosial-kemanusiaan kunci kerukunan beragama

Oleh : luska - Senin, 31/07/2023 07:05 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - “Untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama setiap individu harus dapat melihat hubungan sesama bangsa dalam perspektif sosial-kemanusiaan. Sebab, toleransi yang berbasis penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia adalah kunci kerukunan beragama”, demikian disampaikan Dr. Djumala dalam acara Silaturahmi Kebangsaan Jilid III yang diselenggarakan oleh LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) Jawa Tengah di Semarang, 29 Juli 2023.  Acara yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, itu dihadiri oleh 200 peserta dan 2.300 peserta yang hadir secara daring dari seluruh Indonesia.

Dubes Djumala, yang saat ini bertugas sebagai Dewan Pakar BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, lebih jauh mengatakan bahwa acuan nilai dalam membina keharmonisan dan toleransi sesama bangsa Indonesia sudah dibekali oleh founding father kita. Bung Karno sendiri, pada saat mengenalkan Pancasila di depan Sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan) menguraikan konsep Nasionalisme Indonesia. Dikatakan oleh beliau, Nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme sempit, yang memikirkan diri sendiri. Nasionalisme Indonesia juga membuka ruang bagi hubungan dengan pihak lain dalam pergaulan internasional. Nasionalisme seperti itu senafas dengan prinsip kemanusiaan atau internasionalisme. Atau dalam istilah Bung Karno disebut dengan “sosio-nasionalisme”.   Dubes Djumala, yang sebelumnya pernah menjadi Dubes RI untuk Austria dan PBB, di Vienna, menegaskan bahwa faham sosio-nasionalisme yang dipesankan Bung Karno adalah nasionalisme yang memiliki nilai sosial-kemanusiaan.

Lebih lanjut Dubes Djumala mengatakan, dalam pergaulan internasional, nilai sosial-kemanusiaan itu dimanifestasikan dalam kebijakan luar negeri yang membangun persahabatan dengan semua bangsa di dunia, tanpa melihat perbedaan ras atau agama. Jika dikontekstualisasikan ke dalam kehidupan sosial politik dalam level nasional, toleransi berwajah sosial-kemanusiaan itu terefleksikan ke dalam hubungan sosial sesama bangsa yang tidak menarik garis berdasar etnik, ras dan agama (SARA).  Dimensi sosial-kemanusiaan haruslah dijadikan mainstream (arus utama) dalam mengembangkan toleransi beragama. Sebab, agama apapun pasti mengharagai harkat dan martabat manusia. 

Terkait dengan toleransi yang harus dikembangkan dalam dimensi sosial-kemanusiaan, Dubes Djumala menyebut tiga jenis toleransi; yaitu toleransi di bidang keagamaan, sosial budaya dan sosial politik. Di bidang keagamaan, toleransi yang menghargai aspek kemanusiaan ditunjukkan pada sikap saling menghormati agama masing-masing. Di bidang sosial budaya, toleransi sosial-kemanusiaan terlihat pada sikap yang menghargai martabat manusia tanpa melihat perbedaan SARA. Begitu juga di bidang sosial politik, toleransi sosial-kemanusiaan harus direfleksikan dalam prilaku politik yang menghargai perbedaan aliran politik di Indonesia. “Jika toleransi berwajah sosial-kemanusiaan diterapkan di ketiga bidang itu, bidang keagamaan, sosial budaya dan sosial-politik, kerukunan beragama dan harmoni sosial akan menjadi menjadi keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”, tutup Dr. Djumala.

TAGS : Dubes Djumala

Artikel Terkait