Opini

Tantangan Audit Dana Kampanye Caleg

Oleh : very - Rabu, 02/08/2023 17:36 WIB

Syarief Basir, SH, MH, MBA, CPA adalah Pemerhati yang juga praktisi akuntan dan konsultan hukum. (Foto: Ist)

Oleh : Syarief Basir, SH, MH, MBA, CPA*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Tidak lama lagi kita akan memasuki tahun 2024, tahun diselenggarakannya pesta demokrasi, yang salah satunya adalah pemilu legislatif (Pileg). Namun bersamaan dengan datangnya Pileg itu, timbul kekhawatiran akan kembali terjadi politik uang (money politic) yang masif. Pileg ditenggarai merupakan pemasok terbesar politik uang, disusul dengan Pilkada Kabupaten, Pilkada Gubernur dan terakhir Pilpres. Politik uang terutama banyak terjadi di masa kampanye, di saat mana calon anggota legislatif (caleg) melakukan kegiatan kampanye.

Memahami hal di atas, agar kegiatan kampanye dilakukan secara akuntabel, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan berbagai peraturan tentang kampanye, termasuk aturan mengenai laporan dana kampanye caleg dan juga audit atas laporan dana kampanye. Apabila kita cermati dengan baik, laporan dan audit dana kampanye caleg sejatinya dapat menjadi salah satu pendorong agar pileg berjalan  lebih sehat dan memberikan kesetaraan kesempatan (equality of opportunity) kepada para caleg, serta menjadi filter agar diperoleh anggota legislatif yang kompeten dan berintegritas.

Mengapa laporan dan audit dana kampanye caleg bisa dijadikan filter?  karena di dalam laporan dana kampanye dicatat penerimaan dan pengeluaran dana untuk keperluan kampanye. Sementara itu, dengan audit dana kampanye dapat diketahui apakah seorang caleg berkampanye sesuai  aturan hukum atau tidak. Jika kampanye dilakukan secara melawan hukum maka ini merupakan tanda bahwa calon tersebut tidak memiliki komitmen yang baik terhadap  hukum, sehingga ia tidak layak untuk dipilih menjadi legislatif.

Sesuai Peraturan KPU No. 34 tahun 2018, penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dilaporkan oleh masing-masing caleg ke partai politiknya masing-masing. Seluruh laporan dana kampanye caleg kemudian digabungkan kedalam laporan dana kampanye masing-masing partai politik di mana caleg berafiliasi di tingkat provinsi dan pusat.

Seperti disebutkan di awal tulisan, bahwa politik uang terbesar terjadi di pileg, khususnya terjadi saat kampanye. Bentuk politik uang untuk membeli suara pemilih ini bisa bervariasi, seperti pembagian uang tunai, pemberian perkakas, sembako, dan lain-lain yang dilakukan terang-terangan atau dikemas sebagai bantuan sosial kepada masyarakat pemilih.

Apabila proses pembelian suara dilakukan oleh calon tertentu, maka pileg menjadi tidak fair dan tidak sehat. Peluang keterpilihan seorang caleg yang melakukan politik uang menjadi lebih besar daripada calon lain yang tidak melakukan hal semacam itu. Politik uang ini juga sekaligus menimbulkan ketidaksetaraan kesempatan  caleg, karena cara ini memberikan kesempatan lebih besar kepada caleg yang memiliki modal besar.

Pertanyaannya, apakah audit dana kampanye caleg untuk memeriksa kepatuhan pada perundang-undangan pemilu, termasuk memeriksa praktek politik uang dan kecurangan dana kampanye lainnya sudah dilakukan?

Jawaban atas pertanyaan di atas bisa "sudah" atau "belum". Audit dana kampanye caleg dapat dikatakan "sudah" dilakukan, karena laporan dana kampanye caleg menjadi salah satu sampel audit ketika audit laporan dana kampanye partai politik dilakukan oleh institusi auditor (Kantor Akuntan Publik) yang ditunjuk KPU. Auditor melakukan audit  atas penerimaan dan pengeluaran dana kampanye caleg yang terpilih sebagai sampel audit.

Audit dana kampanye caleg juga bisa dikatakan "belum" dilakukan, karena audit laporan dana kampanye caleg adalah bukan fokus utama pada audit laporan dana kampanye partai politik. Fokus utama audit yang dilakukan oleh auditor adalah audit laporan dana kampanye partai politik. Dengan demikian, kesimpulan audit yang dibuat auditor bukan ditujukan pada laporan dana kampanye caleg, namun pada laporan dana kampanye partai politik. Sampel laporan dana kampanye caleg yang diperiksa  semata-mata untuk mendukung kesimpulan hasil audit laporan dana kampanye partai politik, bukan kesimpulan untuk hasil audit laporan dana kampanye caleg.

Hal berbeda apabila audit dikhususkan pada dana kampanye caleg, pemeriksaan akan mencakup semua populasi caleg. Demikian juga kesimpulan auditor  akan berupa kesimpulan pada laporan dana kampanye masing-masing caleg.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri jika audit dilakukan kepada laporan dana kampanye seluruh caleg akan menyisakan persoalan lain.  Jumlah caleg yang terdiri dari DPR RI, DPRD tingkat Provinsi, dan DPRD tingkat Kabupaten/Kota mencapai ratusan ribu orang, sementara jumlah auditor/Kantor Akuntan Publik saat ini hanya sekitar 500 kantor, dan waktu audit yang disediakan hanya 30 hari. Jumlah biaya audit pun tentunya sangat besar. Oleh karena itu, harus ada terobosan pemikiran tentang metode alternatif atas audit pada seluruh laporan dana kampanye caleg.

Disamping persoalan audit dana kampanye caleg yang baru sebatas pelengkap (sample) atas audit laporan dana kampanye partai politik di atas, masalah lain dalam audit dana kampanye saat ini  adalah audit lebih memfokuskan pada jumlah penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang tercatat dalam laporan dana kampanye. Auditor menguji kepatuhan peserta pemilu apakah sesuai dengan peraturan atau tidak. Sedangkan pemeriksaan untuk memastikan apakah laporan dana kampanye sudah mencatat semua penerimaan dan pengeluaran tidak sepenuhnya dilakukan.

Dalam kaitan dengan audit dana kampanye, tantangan besar terdapat pada memastikan apakah semua penerimaan dan pengeluaran dana kampanye sudah dicatat atau belum. Kita sepakat bahwa pemeriksaan atas penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang tercatat sesuai peraturan adalah penting. Di tahap ini auditor akan memeriksa bukti penerimaan dan pengeluaran dengan yang dicatat, dan memeriksa apakah setiap bukti penerimaan dan pengeluaran tersebut sah serta tidak melawan hukum.

UU Pemilu No. 7 tahun 2017 mengatur batasan penerimaan sumbangan dana kampanye yang boleh diterima oleh peserta pemilu, serta batasan pengeluaran dana, khususnya larangan penggunaan politik uang. Ketika audit kepatuhan dilakukan pada penerimaan dan pengeluaran dana yang dicatat dalam laporan dana kampanye, akan diuji apakah penerimaan dan pengeluaran itu dilakukan sesuai UU Pemilu.

Namun demikian, jika melihat ketentuan larangan/batasan atas penerimaan dan pengeluaran tadi, sangat mungkin seorang caleg hanya melaporkan hal-hal yang sesuai peraturan, untuk memberi kesan ia patuh pada aturan main. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum, seperti  penerimaan dana yang dilarang atau politik uang tidak dilaporkan, karena jika itu dilaporkan dalam laporan dana kampanyenya, hal ini akan menjadi masalah bagi caleg tersebut.

Dua persoalan audit dana kampanye caleg seperti diuraikan di atas, jelas merupakan tantangan bagi para pihak berwenang untuk mencarikan jalan keluarnya.  Apabila tantangan audit dana kampanye caleg tersebut dapat diatasi, maka audit dana kampanye caleg dapat diharapkan mampu mendorong pileg berjalan  secara sehat, serta terpilihnya anggota legislatif yang kompeten dan berintegritas.***

*) Syarief Basir, SH, MH, MBA, CPA adalah Pemerhati yang juga praktisi akuntan dan konsultan hukum.

Artikel Terkait