Nasional

Bank Centris terus Ditagih, Faisal Basri: BI dan Kemenkeu harus Tanggungjawab

Oleh : rio apricianditho - Senin, 04/09/2023 08:37 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Bank Centris Internasional (BCI) terus dikaitkan dengan BLBI, bahkan ditagih Rp.4,5 triliun oleh Direktorat Jendral Kekayaan Negara (Ditjen KN). Sejak 1998 hingga kini BCI tidak pernah terima dana seper pun dari BI tapi terus dianggap berhutang. Ekonom senior Faisal Basri menilai pemerintah harus membuka kasus tersebut dan Bank Indonesia serta Kementerian Keuangan harus minta maaf pada BCI yang telah mereka zolimi.

Peristiwa bantuan likuiditas Bank Indonesia (BI) sudah 25 tahun lalu, saat itu puluhan bank dianggap ber-saldo merah akibat nasabah bank menarik dananya. Sementara BCI saldo-nya biru alias ada dana di kas BCI, karena cukup dana BCI tak diberikan kucuran dana, talangan dihapus, dan kas dihapus. Anehnya, BCI tetap ditagih dan dikaitkan BLBI.

Tanggal 31 Desember 1997 BCI bersaldo positif, sehingga tidak terima bantuan BLBI. Sedangkan mereka yang bersaldo merah alias saldo negatif langsung diberi bantuan BLBI tanpa perjanjian dan jaminan. 

Sedangkan BCI telah memberikan jaminan jauh sebelum masalah BLBI, ini terjadi Oktober 1997, dan jaminan itu sudah dihipotikan BI. Tapi BI tidak mencairkan uang ke rekening bank Centris Internasional.

Menurut Faisal Basri, BCI tak pernah menerima kucuran dana dari BI, hal itu terungkap saat proses pengadilan tahun 2002, dimana BCI digugat karena tak mau menandatangani Akte Pengakuan Utang (APU). Saat itu yang mengugat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Dalam sidang tersebut jelas, ada bank dalam Bank Indonesia untuk mengucurkan dana dari BI ke bank lain. Itu titik persoalannya, maka BI dan Kemenkeu harus bertanggujawab", ujarnya.

Dikatakan, seharusnya kasus BLBI itu selesai 3-4 tahun, tapi sampai hari kasus tersebut belum selesai. BCI itu korban, ingin dipidana pula, BCI itu tidak pernah terima dana dari BI. Kasus sebenarnya BCI menjual promes (surat tagihan) ke BI yang tertulis di akte 46. BCI juga memberikan jaminan berupa lahan seluas 452 hektar milik PT VIP, tercatat di akte 46.

Lalu, promes tersebut dijual BI ke BPPN berdasarkan akte 39, padahal perjanjian antara BCI dan BI tidak boleh menjual promes tersebut. Dan tak boleh menagih nasabah BCI karena sudah ada jaminan yang diberikan BCI berupa lahan ratusan hektar.

Dari penjualan chasie itu BI mendapat bayaran sekitar 629 miliar rupiah berupa surat hutang. Jual beli antara BI dan BPPN inilah yang akhirnya pihak DJ KN menagih BCI. BPPN didirikan Kemenkeu dan sudah dibubarkan.

"Saat menjual promes, BCI tak pernah menerima dana yang dijanjikan BI. BCI juga sudah membayar bunga dimuka sebesar 99 miliar rupiah dan memberikan jaminan lahan", ujarnya.

Dikatakan, bila saat ini BCI ditagih dengan angka fantastis, itu tak masuk akal. BCI tak pernah terima dana tapi diminta bayar hutang, ini aneh. Angka itu dari mana bisa sebesar itu", ungkap Faisal dengan nada bertanya.

Untuk itu, Faisal meminta pemerintah membuka kasus BCI sejelas-jelasnya, bila perlu melalui proses hukum. "Yang salah harus dihukum, yang benar dipulihkan nama baiknya. BI dan Kemenkeu harus minta maaf, kalau perlu sujud", tambahnya.

Faisal selaku tim percepatan reformasi hukum, berjanji akan mendorong kasus BCI dibawa ke meja hijau. Dan ia juga akan 'meniupkan' kasus BCI ke para sahabatnya dan pihak yang punya kewenangan dalam menangani kasus tersebut.

Peliknya penyelesaian kasus BCI, Faisal berharap pemerintah menyelesaikan kasus ini yang sudah terkatung-katung selama 25 tahun. Dan meminta BI serta Kemenkeu bertanggungjawab atas kasus yang menimpa BCI. Kembalikan hak Bank Centris Internasional, dan pulihkan nama baik bank maupun pemegang saham. 

Artikel Terkait