Opini

Menyederhanakan Mekanisme Demokrasi, Upaya Memperkuat Pemerintahan

Oleh : luska - Jum'at, 29/09/2023 14:05 WIB


Oleh: PROF. DR. DRS. MUHADAM LABOLO, MSI

Muhadam Aziz Labolo, lahir di Pagimana, 5 Agustus 1972. Anak kedelapan dari 10 bersaudara dari Aziz Labolo dan Muhayang Sanggo. Beliau menamatkan sekolah di SD, SMP, dan SMA Pagimana, Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Pernah setahun di Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Tadulako sebelum melanjutkan ke D3-STPDN Angkatan 04 (1992-1995). Melanjutkan S1 Jurusan Politik-Pemerintahan di Institut Ilmu Pemerintahan (1999-2001), S2 dan S3 konsentrasi Ilmu Pemerintahan ke Universitas Padjadjaran Bandung (2005-2011). Sebagai siswa teladan sejak sekolah dasar, Ia juga menjadi mahasiswa teladan di IIP. Ia juga pernah menjadi Ketua OSIS di SMP, SMA dan Ketua Senat Mahasiswa IIP (200-2001). Ia pemegang Certified International Geo-Strategic (CIGS) dan Certified International Leadership Capability (CICL) sejak tahun 2021.
Sebagai dosen yang diminati kuliahnya, Ia seorang penulis aktif dengan lebih dari 370 artikel yang tersebar diberbagai jurnal dan media online. Ia pemegang hak paten pada lebih dari 20 buku bidang ilmu pemerintahan, politik, dan dinamika pemerintahan. Sejak 2004 hingga sekarang, Ia telah lebih dari 1000 kali mengajar DPRD dari Sabang sampai Merauke. Selain menjadi narasumber diberbagai Pemda, juga pernah menjadi tenaga ahli dibeberapa DPRD. Ia pernah meniti karier sebagai sekretaris lurah dan menjadi Lurah Teladan di Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan (1998). Menjadi asisten dosen di IIP sejak 2003 sekaligus mengawaki Jurnal Widyaparaja. Pada jabatan stuktural akademik pernah menjadi Kapus, Wakil Direktur 3 IPDN Makassar (2011), Wakil dekan Fak Politik Pemerintahan (2017), dan Dekan Fak Polpem (2018-2020). 
Muhadam adalah dosen yang memiliki pergaulan luas, serta mudah berteman dengan siapa saja. Di luar urusan kampus, Ia pernah menjadi Ketua DKM Masjid IPDN Jatinangor dan Ketua Masjid IPDN Jakarta. Tugas yang sejak sekolah menjadi tempat Ia melatih kepemimpinan sebagai Kepala Pembinaan Mental & Rohani (Bintalroh). Pengaruh itulah yang mungkin membuat Ia tidak saja di kenal academically, juga berwawasan religi. Beliau menjadi Ketua Asosiasi Dosen (ADI-IPDN) sejak 2015 sampai sekarang. Menjabat anggota dan ketua divisi kajian strategis pemerintahan pada Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), dan Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK). Ia sendiri di daulat menjadi Ketua Alumni SMA 1 Pagimana dan Ketua Paguyuban Angkatan Kosong Empat Indonesia (PASOPATI) sejak 2017 sampai sekarang. 
Dalam berbagai kesempatan Ia bersama Praja dan teman sejawat Drs. Abu Hasan dan Drs. Asrihadi, MA melakukan berbagai kegiatan extra kurikuler seperti membentuk Plato’s Club sebagai ajang diskusi dan bedah buku. Ia membentuk Club Dosen Ekowisata untuk merelaksasi sejumlah dosen melalui kunjungan seminar dan wisata alam keberbagai negara di eropa barat, eropa timur, asia, timur tengah dan domestik. Ia mengajar ilmu pemerintahan, kepemimpimpinan, birokrasi, dan politik lokal di Diploma IV, Profesi Pamongpraja, Magister Terapan Pemerintahan, dan Sekolah Doktor Ilmu Pemerintahan. Didampingi seorang istri yang hamble, cantik dan sederhana (Intisari, S.Kom) dan seorang putra (Sultan Nanta Setia Dien, SH) yang sedang menyelesaikan magister Hukum Ekonomi Syariah di Gontor, Ia menerima penghargaan Adhi Kertyasa (2017) dan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya XXX oleh Presiden RI (2023). 
Ia seorang yang penuh perhatian terhadap isu-isu kebangsaan, kenegaraan, kepemimpinan, demokrasi, dan politik-pemerintahan. Ia menyajikan semua kegelisahan itu dalam pidato guru besarnya dihadapan civitas akademika almamaternya di IPDN Cilandak pada tanggal 29 September 2023 dengan judul, Menyederhanakan Mekanisme Demokrasi, Upaya Menguatkan Pemerintahan. Substansi penting dalam gagasan beliau adalah perlunya penyederhanaan mekanisme demokrasi langsung ke tidak langsung untuk mengurangi beban demokrasi yang semakin kelelahan 
Melalui 12 pertimbangan pokok, penguatan pemerintahan diarahkan pada 5 nilai utamanya, yaitu government, governing, governance, governability, dan governmentality (Sutoro, 2020). Penguatan government berkaitan dengan kapasitas organisasi pemerintahan dalam melayani masyarakat, dari birokrasi klasik Weber ke humanokrasi Gamel dan Zanini (2020). Governing berhubungan dengan penguatan pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, dari fungsi transedental hingga teknikal. Governance merujuk pada penguatan interaksi antara pemerintah dengan lingkungannya, baik yang paling sederhana governance, pentahelix, hingga collaborative governance. Tekanannya dari ego-system ke eco-system. Governability menunjuk pada penguatan kekuasaan, kewenangan, otoritas, maupun legitimasi pemerintahan, dari legalistik ke para-legalistik, dari de jure de facto, dari kuasa nyata ke kuasa dunia maya (pseudo government). Sedangkan governmentality bertalian dengan penguatan seni dan aktivitas pemerintahan yang lebih teknis dan kondisional, dari pendekatan politik dan ekonomi ke kebudayaan sebagaimana Korea Selatan.

Melalui penguatan itu pemerintahan akan hidup dalam masa yang lebih panjang (long live). Dengan konsolidasi demokrasi yang baik pula kita tak akan mengulang kesalahan yang sama dimasa lalu, kembalinya sistem otoritarianisme yang kini bergerak diberbagai aspek (kembalinya Polisi dan Tentara ke ruang sipil). Dalam masa yang panjang itu pula, kita berkesempatan untuk berbuat banyak terhadap masyarakat. Penumbuhan kualitas masyarakat penting agar kita tak hanya menjadi gelembung hampa dalam demokrasi, tetapi mampu menjadi faktor produksi utama (humanocracy). Dalam konteks itulah keutamaan pemerintahan hadir, Ia dengan sengaja memberi lahan luas bagi kita untuk berbuat amal sebanyak-banyaknya (Rasyid, 1999).

Baca juga : Mengaktifkan Etika

Artikel Lainnya