Bisnis

Evaluasi Ekonomi 2023 dari Perspektif Ekonom Perempuan: Masyarakat Terpaksa Menahan Konsumsi

Oleh : very - Jum'at, 29/12/2023 19:26 WIB

Diskusi Publik - Ekonom Perempuan Indef, bertajuk "Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan terhadap Perekonomian Nasional" pada Kamis 28 Desember 2023. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, INDONEWS.ID - Target pertumbuhan ekonomi pada 2023 adalah sebesar 5,3%. Namun pada triwulan 3/2023, pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional turun dari 5,17% ke 4,94% sehingga rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk 3 triluwan/2023 hanya 5.05%. Jadi, untuk mencapai target 5,3% 2023 tersebut masih harus mencapai sekitar 0,25% lagi sampai akhir tahun.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, sektor konsumsi rumah tangga sebagai sektor yang mempunyai kontribusi paling besar terhadap pembentukan PDB mempunyai share sekitar 52%.

Hingga triwulan 3/2023 konsumsi rumah tangga diketahui turun dari 5,22% ke 5.06% sehingga hal ini menyebabkan pencapaian pertumbuhan ekonomi menurun.

“Catatan Bank Indonesia, pengeluaran sisi konsumsi rumah tangga tidak dipakai untuk belanja, tetapi dipakai untuk membayar cicilan. Jadi masyarakat memang menahan konsumsinya,” ujar peneliti Center of Macroeconomics and Finance, INDEF yang mengambil tema "Evaluasi dan Perpektif Perekonomian Indonesia dari Sektor Rill / Industrialisasi”, di Jakarta, Kamis (28/12).

Diskusi itu merupakan diskusi publik yang digelar oleh Ekonomi Perempuan INDEF dengan tema "Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan terhadap Perekonomian Nasional".

Selain Riza A Pujarama, hadir juga Eisha Maghfiruha Rachbini, PhD, Kepala Center of Digital Economy and SMEs, INDEF, yang mengambil tema terkait "Evaluasi dan Perpektif Perekonomian Indonesia dari sisi Ekonomi Digital", dan Asmiati Malik, PhD, Associate Researcher, INDEF, yang mengambil tema "Evaluasi dan Perpektif Perekonomian Indonesia dari sisi Kerjasama Internasional"

Diskusi dibuka oleh Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti, PhD dan moderator Dosen Universitas Paramadina, Dr. Prima Naomi.

Sektor industri pengolahan, menurut Riza, juga mengalami pelambatan. Semula target pertumbuhan PDB industri pengolahan (2023) sebesar 5,30-5,60 % (yoy) menjadi hanya 5,2% sampai triwulan 3/2023. Kontribusi PDB yang pada 2023 ditargetkan 20,60% tercapai hanya 18,74% pada triwulan 3/2023. Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan juga menurun dari target 2023 sebesar 11,18% menjadi -3,45 sampai Agustus 2023.

Pertumbuhan PDB industri pengolahan Non Migas juga turun dari target 5,50 – 5,90% (yoy) menjadi hanya 5,02% sampai triwulan 3/2023. Sementara kontribusi PDB industri pengolahan Non Migas dari target 18,80% menjadi hanya 16,83% sampai triwulan 3/2023.

Selanjutnya, jumlah tenaga kerja industri pengolahan juga menurun dari target 21,70 juta orang menjadi hanya 19,35 juta orang sampai Agustus 2023. Sementara kontribusi tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja juga menurun dari target semula 15,50% menjadi hanya 13,83% sampai Agustus 2023.

Industri pengolahan merupakan sektor dengan peyerapan tenaga kerja terbesar ketiga setelah sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan (39,45 juta jiwa ; 28,21%) dan sektor Perdagangan Besar, eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor (26,55 juta jiwa ; 18,99%).

Dari sektor investasi, kata Riza, nilai realisasi PMA dan PMDN industri pengolahan yang ditargetkan 396 – 420 atau 483,9 triliun rupiah (revisi BKPM utk 2020-2024) menjadi 433,9 triliun rupiah (realisasi Jan – Sept 2022 Bappenas).

“Dapat disimpulkan, target yang ditetapkan pada RKP 2023 yang ditujukan mendorong daya saing industri pengolahan secara umum, belum dapat tercapai hingga menjelang akhir tahun. Aliran investasi industri pengolahan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Perlu upaya dan strategi lebih baik untuk tumbuhnya sentra-sentra industi di luar Pulau Jawa,” ujarnya.

Dengan target capaian yang meningkat pada 2024, maka upaya yang dilakukan harus lebih baik untuk mendorong pertumbuhan dan kontribusi industri pengolahan.

 

Interkoneksi dengan Perkonomian Global

Asmiati Malik mengatakan bahwa perekonomian Indonesia telah highly interconnected dengan perekonomian global. Hal itu ditandai dengan beragamnya investasi yang masuk di samping impor barang industri dari luar negeri dan juga ekspor Indonesia ke pasar internasional.

Namun ada yang perlu disimak terutama terjadinya pergeseran pemain ekonomi global dari semula berorientasi ke ekonomi Barat menjadi Asia Centered Economy. Hal itu ditandai dengan kemampuan China bersama Korea Selatan yang unggul dalam merebut pasar ekspor mobil, menggeser peran Jepang dan Jerman yang menurun, serta mandegnya industri mobil Amerika Serikat.

Dari perspektif politik global ada peristiwa politik utama di Asia terutama Pemilu di Taiwan, India dan Indonesia. “Pemilu Taiwan berpengaruh terhadap aliansi strategisnya dengan USA, dan hubungannya dengan China. India dengan penduduknya yang besar, dan jika partai berkuasa BJP menang, akan mempengaruhi konstalasi politik kawasan,” katanya.

Dia mengatakan, terdapat juga risiko skenario geopolitik dari sisi militer, terutama konflik di Myanmar dan melimpahnya pengungsi Rohingya yang berpengaruh terhadap Indonesia. Selain itu, ancaman agresi China ke Taiwan, konflik Gaza, dan berlanjutnya perang Rusia – Ukraine.

“Jika Ukraine menang, maka akan terjadi penguatan aliansi NATO yang otomatis akan meningkatkan ketegangan dengan Rusia bersama China. Jika Rusia menang, akan meningkatkan kontrol Rusia terhadap Laut Hitam dan Laut Arctic, yang berpengaruh terhadap kebijakan politik ke belahan dunia Timur,” ujarnya.

Dari perspektif ekonomi, kenaikan suku bunga global akan meningkatkan resesi dunia, peningkatan eskalasi perang dagang, sektor pertanian Asia yang terancam panen padinya oleh El Nino berkepanjangan.

Begitu pula risiko kerusakan lingkungan dengan suhu pemanasan global dalam 20 tahun ke depan diperkirakan meningkat di atas 1,5 derajat C menuju 2.0 derajat Celcius. Jika terjadi, risiko amat besar akan menimpa produksi pertanian dan pangan, dan dampaknya pada pertumbuhan GDP global.

Sementara itu, target investasi nasional pada 2024 meningkat menjadi Rp1,650 triliun (naik 17,85%) dibanding 2023 yang Rp1400 triliun. Data menunjukkan, bahwa negara-negara yang menjadi pusat bisnis/finansial seperti Singapura, British Virgin Ireland dan Mauritius memainkan peran penting dalam investasi Indonesia.

Dia mengatakan, terjadi penurunan nilai investasi PMA pada sektor primer pada 2019-2023. Padahal sektor primer (tanaman pangan, kebun, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan) adalah sektor yang menopang kebutuhan dasar hidup kelas menengah bawah. Dibanding nilai investasi PMA di sektor sekunder (industri makanan, alas kaki, kayu, kertas, kimia dan percetakan dst).

“Begitu pula pada investasi PMDN yang terbesar pada sektor pertambangan, sektor kehutanan, perikanan, dan tanaman pangan, kebun dan peternakan amat tertinggal nilai investasi dibanding sektor pertambangan,” ujarnya.

 

Indonesia Diprediksi Menuju “Cashless Based Society”

Sementara itu, Eisha M Rachbini menyoroti perkembangan ekonomi digital Indonesia. Jika dilihat dari nilai ekonomi digital Indonesia 2023, katanya, diprediksi tumbuh 8% dari tahun sebelumnya, atau proyeksi GMV Indonesia menjadi sebesar $82 miliar (Google, Temasek, and Bain & Company, 2023).

Jika dibandingkan negara ASEAN, besaran ekonomi digital Indonesia merupakan kontributor terbesar. Hal itu ditunjukkan dari nilai GMV tertinggi pada tahun 2023.

Sayangnya, katanya, selama 2023 ini, masih terjadi “Winter Tech” yakni menurunnya investasi dan pendanaan khususnya di kawasan ASEAN terutama pada sektor E-Commerce.

“Padahal, UMKM Indonesia secara sektoral telah mendominasi sektor perdagangan dan retail dengan porsi sebesar 63% dari total jumlah unit usaha UMKM (ADB, 2021). Dengan begitu, perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat pada sektor perdagangan online atau e-commerce memberikan manfaat pada UMKM di sektor perdagangadan retail, melalui penggunaan platform ekonomi digital,” katanya.

Dari jumlah UMKM yang mencapai 64,5 juta, ada sebanyak 22 jutanya merupakan UMKM digital atau 33,6%. Dengan volume transaksi E commerce sebesar Rp3,48 juta dan nilai transaksi E commerce Rp476,3 triliun (naik 18,8% yoy). Pada 2024, UMKM digital ditargetkan berjumlah 30 juta.

Eisha mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM, inklusi keuangan merupakan kunci pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan menjadi upaya pencapaian SDGs (World Bank, 2023).

Tersedianya akses keuangan dapat mendorong UMKM untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. “Bagi UMKM, kepemilikan modal menjadi faktor yang dapat mendorong produksi dan output. Sayangnya, alokasi pembiayaan sektor perbankan ke UMKM Indonesia tergolong masih rendah dibanding negara lain,” ujarnya.

Dia mengatakan, jasa keuangan digital diperkirakan akan tumbuh cepat dengan nilai transaksi sebesar 451 miliar dolar US pada 2025 dibanding tahun 2022 yang sebesar 275,4 miliar dolar US.

Dengan pinjaman online yang memiliki potensi amat besar ke depan, katanya, Indonesia diprediksi menuju “Cashless Based Society” terutama penggunaan transaksi belanja melalui APMK yang kian marak di Indonesia, dengan penggunaan QRIS yang mulai muncul pada Q2 2021 terus mengalami kenaikan hingga2023 dengan nilai transaksi hampir menyentuh angka Rp 150 triliun.

“Namun masih terdapat tantangan berupa ketimpangan digital antar wilayah di Indonesia, dan juga ketimpangan akses dan penggunaan infrastruktur digital antar Usaha Mikro, Kecil Menengah, dan Besar,” ujarnya.

Karena itu, ada beberapa rekomendasi yang bisa dijalankan. Pertama, mengurangi ketimpangan digital UMKM, yaitu meningkatkan akses infrastruktur digital dan konektivitas digital yang merata di seluruh wilayah Indonesia, baik di wilayah perkotaan dan wilayah terpencil.

Kedua, mendorong kecakapan dan literasi digital UMKM, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan digital bagi para pelaku UMKM.

Ketiga, mendorong formalitas dan legalitas UMKM sebagai usaha sektor formal.

Keempat, mengingat pentingnya akses keuangan dan inklusi keuangan UMKM dalam mendorong digitalisasi UMKM di Indonesia perlu melakukan penguatan dan memberikan edukasi tentang literasi keuangan bagi UMKM.

Kelima, kolaborasi yang sinergis antar kelembagaan (K/L) untuk membangun ekosistem ekonomi digital Indonesia, yaitu antar pemerintah dan sektor swasta dan antar perusahaan (baik UMKM dan Usaha besar), dan akademisi sehingga UMKM menjadi bagian dari ekonomi digital.

“Keenam, pentingnya kepastian regulasi yang dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat, kondusif dan adil dalam ekosistem ekonomi digital,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait