Nasional

Usulan Partai Nasdem Soal Perjanjian dalam Hak Angket Dinilai Melecehkan Anggota DPR

Oleh : very - Selasa, 12/03/2024 17:39 WIB

Petrus Selestinus adalah Koordinator TPDI & Advokat Peradi. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Pandangan Partai Nasdem yang menginginkan adanya perjanjian tertulis dengan PDI Perjuangan dalam penggunaan Hak Angket DPR RI, dinilai merendahkan derajat partai politik. Pasalnya, Hak Angket tersebut mengikat dari sisi UUD 45, UU MD3 dan Tatib DPR.

“Mengapa merendahkan sekaligus melecehkan? Karena hak angket itu tidak melekat pada partai politik, tetapi pada UUD 1945, UU MD3, Tatib DPR dan pada anggota DPR itu sendiri, terlebih-lebih demi membela kepentingan rakyat yang dirugikan akibat kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU dan berdampak merugikan rakyat,” ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus di Jakarta, Selasa (12/3).

Oleh karena itu, katanya, ketika hak angket DPR itu hendak digunakan tetapi disertai dengan embel-embel perjanjian antar partai politik, maka hak angket itu akan menjadi "obyek perjanjian" yang sifatnya "transaksional" dan berpotensi dibelokan pada tujuan lain di luar kepentingan rakyat.

Advokat Perekat Nusantara itu mengatakan, harus digarisbawahi bahwa hak angket anggota DPR itu diberikan oleh pembentuk UU bukan tanpa syarat, melainkan terdapat kewajiban DPR yang berkorelasi dengan fungsi DPR sebagai representasi rakyat.

“Tujuannya adalah melindungi rakyat ketika terdapat kebijakan Pemerintah sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan, terjadi penyimpangan yang berdampak luas dan merugikan kehidupan rakyat banyak,” ujarnya.

Karena itu, Petrus mengapresiasi sikap PDIP yang menolak pandangan Partai Nasdem yang menghendaki adanya perjanjian terhadap Hak Angket DPR.

“Penolakan PDIP beralasan hukum dan argumentatif karena Hak Angket adalah hak Anggota DPR. Sementara Parpol sekalipun punya Fraksi di DPR namun kedudukannya hanya sebagai fasilitator sehingga cukup dengan men-declare dukungannya lewat media kepada publik, sudah memberikan legitimasi politik,” ujarnya.

Usulan Partai Nasdem tersebut, kata Petrus, sangat kontraproduktif dan pragmatis bahkan memalukan karena telah memperlihatkan betapa watak transaksional Partai Nasdem yang dipertontonkan tanpa malu-malu.

“Publik melihat, Partai Nasdem belum bisa melepaskan diri dari watak ‘transaksional’ dalam berpolitik, hanya karena partai politik memiliki kekuasaan pengendali lewat Fraksi-Fraksi di DPR, lantas membuat partai politik berwatak transaksional dalam aktivitas politiknya,” ujar Petrus.

Menurut Petrus, penggunaan Hak Angket dalam persoalan Pemilu sangat tepat. Pasalnya, menyangkut hal strategis dan penting terkait dengan konstitusionalitas hak rakyat yang berdaulat untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan Presiden RI secara luber dan jurdil. Namun dalam proses pelaksanaannya diduga diselewengkan demi dinasti politik dan nepotisme.

Padahal secara hukum positif, dinasti politik dan nepotisme merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana penjara oleh TAP MPR No. XI/MPR/1998 dan oleh UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Di dalam UU Pemilu dikatakan bahwa Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota DPR-DPD-DPRD dan Presiden secara luber dan jurdil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan Pemilu yang Luber dan Jurdil menjadi asas pemilu yang diatur di dalam UUD 1945.

Ketika Pemilu dilaksanakan tetapi menyimpang dari asas-asasnya yang digariskan UUD 45 karena peran destruktif dinasti politik dan nepotisme, maka pada saat yang sama kedaulatan rakyat yang diwujudkan lewat pemilu jurdil, telah dikianati dan digeser menjadi kedaulatan di tangan "dinasti politik" dan "nepotisme". ***

Artikel Terkait