
Jakarta, INDONEWS.ID - Pertunjukan seni itu kolaborasi para pekerja seni dari berbagai bidang, pagelaran wayang kulit yang merupakan kesenian tradisional sudah mengenal perlunya kerja sama, dalang, pengrawit, dan sinden. Tumpuk S salah satu sinden yang tampil di pagelaran wayang kulit yang diadakan gabungan komunitas Wong Jowo Jakarta, sejak kanak-kanak sudah mempelajari seni menyinden, ingin tahu mana yang ia suka antara sinden atau campursari?
Sabtu (19/10) malam itu, gabungan komunitas Wong Jowo Jakarta mengadakan pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Hadi Sutrisno SE, di Warung Solo, Cilandak Timur, Jakarta Selatan. hadiri di acara tersebut, anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto, calon Gubernur Jakarta, Pramono Anung, Sekretaris tim pemenangan 03, Aria Bima, ulama, Gus Toto, Pemred indonews.id, Asri Hadi, dan warga Jakarta Selatan.
Mereka menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon "Lahire Parikesit", juga menikmati suara merdu para sinden, salah satunya Tumpuk S, penyanyi (sinden) kelahiran Wonosobo yang kini menetap di Jakarta.
Nyinden atau nyanyian pengiring pertunjukan seni tradisional, satu kesatuan dengan pagelaran wayang. Menurut pengakuan Tumpuk pada indonews.id, dirinya belajar nyinden sejak masa kanak-kanak, sampai saat ini pun dirinya masih terus berlatih terutama menjelang pagelaran wayang dimana ia sebagai sinden.
Ketertarikan Tumpuk dengan dunia sinden, karena kerap melihat pagelaran wayang atau mendengar sayup-sayup suara sinden dari pengeras suara bila dirinya tak ada di area pagelaran. Dari situlah ia mulai tertarik dengan dunia tarik suara di seni tradisional.
Tumpuk sendiri tak memberi tahu siapa guru vokalnya, ia hanya menyebutkan latihan dengan seseorang yang paham dengan dunia sinden. Sejak kanak-kanak hingga dewasa dirinya terus berlatih, pada suatu saat Tumpuk mendapat kesempatan nyinden dengan dalang, dari situlah namanya mulai dikenal sebagai sinden.
Tumpuk pernah mengiring dalang Ki Haji Warseno Slank, almarhum abah Entos, dan dalang ternama lainnya. Selain nyinden, Tumpuk juga kadang membawakan lagu campursari, seperti malam Sabtu di Warung Solo kala Ki Hadi Sutrisno mendalang di sana. Tumpuk tampil sebagai biduan campursari yang menghibur penonton kala dalang rehat.
Antara nyinden atau campusari bagi Tumpuk tak bedanya, keduanya menghibur penonton hanya musik yang berbeda. Nyinden diiring gamelan, campursari sudah perpaduan musik kekinian. "Nyinden itu suaranya lebih tinggi (nada), kalau campursari tidak, dua-duanya mengaayikan", tambahnya.
Sebagai sinden dan penyanyi campursari, Tumpuk sering diundang stasiun TV baik swasta maupun milik BUMN. Bagi penggemar wayang kulit nama Tumpuk sudah tak asing lagi, kehadirannya di pagelaran wayang kulit seperti penyedap rasa, sedikit namun berkesan bagi penonton pagelaran wayang.
Tumpuk berharap, masyarakat terus melestarikan wayang kulit, yang juga berarti melestarikan sinden sebagai pengiring pagelaran wayang kulit. Dan dia akan terus berlatih, dan berlatih agar pagelaran wayang kulit semakin digemari masyarakat.