Opini

Gerak Pemuda Intelektual

Oleh : luska - Jum'at, 25/10/2024 10:35 WIB


Oleh : Jimmy H Siahaan

Tahun 1928. Lahir sebuah langkah besar bagi kita. Sebuah Sumpah Pemuda. Sebagai langkah besar jilid pertama.

Dimulai dari pemuda terpelajar yang berkumpul dan membuat organisasi dan disiplin berdiskusi. 

Gerak kaum intelektual inilah sebagai landasan untuk selanjut melahirkan Proklamasi kemerdekaan. Kita sebut sebagai langkah besar jilid kedua.

Baca juga : Korupsi Nol

Tanpa terasa empat tahun lagi persis menjelang perayaan satu abad. Sungguh dasyat jalannya hasil diskusi, berproses dalam rapat2. Hal ini berlangsung selama puluhan tahun. Pergaulan intelektual.

Bung Karno, berkata "Beri aku sepuluh pemuda akan kuguncang dunia".  Maka Bung Hatta mengutip Charles Fourier, kami ingin membangun sebuah dunia dimana setiap orang berbahagia. Keduanya adalah Proklamator pendiri Republik.

Dari perjalanan kurun waktu, setiap 20 tahun, selalu ada pasang surut  gerak kaum muda intelektual, Dimulai awal 1900an  hingga 1998, dan masuk akhir abad 21.

Maka melihat hal diatas, revolusi akal sehat sesungguh merupakan tahap untuk tidak malas berpikir, berdialog dan berdebat untuk dan bagi adanya perubahan.

Lahir Reformasi. Sebuàh Revolusi setengah hati. Demokrasi berjalan sebagai torehan tinta mas sejarah ini tak bisa terhapuskan. Kita sebut langkah besar jilid ketiga.

Dari Tiga langkah besar diatas yang dihasilkan adalah pertama, Sumpah Pemuda ( Persatuan), kedua,  Proklamasi ( Kemerdekaan), serta  selanjutnya ketiga adalah Demokrasi ( Kerakyatan).

Optimisme adalah jawaban ( Karl Popper). Seluruh kehidupan adalah problem solving. 

Kita percaya dialog ditengah kerumunan kaum muda intelektual masih berlangsung. Namun masih ada terasa, krisis kaum intelektual masih berlangsung. Terasa berjalan lamban untuk lahirnya sebuah gebrakan baru.

Kaum muda terbenam dalam pusaran persoalan adanya KKN, feodalisme, diperlukan kepemimpinan yang tangguh dan jujur, birokrat yang unggul, dinantikannya politisi yang beretika.

Semua persoalan rakyat yang terbelenggu oleh kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, seharusnya menjadi perjuangan kaum intelektual untuk mencari jalan keluar dan lebih kuat sebagai batu kokoh yg berhati nurani. 

Kemampuan mereka ternyata baru sebatas mendobrak "masa lalu", tetapi tidak untuk membentuk "masa depan" yang mereka cita2kan. Tentu ideal adalah terwujudnya sebuah  "Clean Goverment". 

Jika pada akhirnya, kaum muda intelektual, kehilangan daya pikir yang sehat, dengan melihat pemerintahan yang semakin korup, hingga akhirnya negara kehilangan harapan. Apakah revolusi menjadi satu2nya isu.

Pikir itu pelita hati, salah pikir binasa diri. 

Dari Foucault, kita melihat masa transisi yaitu antara" kebebasan dan akal sehat". Berbicara dan bertindak benar. 

Dari Popper kita melihat " perlunya tetap adanya "masyarakat terbuka".

Kita semua tetap optimis sambil berharap ( politics of hope) dan dalam penantian menunggu langkah besar selanjutnya dari kaum muda intelektual.

Artikel Lainnya