Opini

Ahok Mencari Simpati Publik Dalam Kasus Impor BBM

Oleh : luska - Selasa, 04/03/2025 20:10 WIB


Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi

Ahok atau bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama tiba-tiba keluar dari peraduannya, marah, mencak-mencak dan menantang jajaran organisasi dan manajemen PT. Pertamina (Persero). Pasalnya, adalah kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Jampidsus Kejagung RI) dan menimpa Riva Siahaan Direktur Utama sub holding Commercial and Trading/C&T atau anak usaha dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding Minyak dan Gas Bumi (Migas) Pertamina. Nilai korupsinya membuat mata publik terbelalak karena jumlahnya mencapai sepertiga dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu Rp968,5 triliun dalam kurun waktu 2018-2023 (5 tahun). 

Padahal, Ahok resmi diangkat sebagai Komisaris Utama (Komut) Pertamina oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 25 November 2019 dan berhenti dari jabatannya pada 2 Februari 2024. Pertanyaannya, apa tugas, peran dan fungsi (tupoksi) Ahok sebagai Komut Pertamina sehingga muncul kasus mega korupsi tersebut? Sebagai Komut, Ahok memiliki kewenangan besar dalam upaya mencegah tindak penyimpangan pengoplosan BBM yang dituduhkan ke Pertamina beserta pidana korupsi atas impor Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memenuhi pasokan konsumsi dalam negeri. Kewenangan itu tertuang pada Pasal 31 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yaitu mengawasi direksi dalam menjalankan kepengurusan persero, serta memberikan nasehat kepada direksi.

Semestinya, upaya pencegahan pengoplosan BBM (jika memang terbukti) dan kasus korupsi impor BBM yang disinyalir terjadi penggelembungan nilai (mark up) dapat dicegah oleh Ahok. Jika, kewenangan struktural ini tidak digunakan Ahok sebagaimana mestinya atau malah tidak menyelamatkan keuangan korporasi dan negara, maka jelas melakukan tindak pembiaran kinerja direksi. Apalagi, Ahok mengetahui bahwa penggelembungan itu terjadi untuk ajang bagi-bagi diantara para pejabat Pertamina dan sub holding C&T atau PT. Pertamina Patra Niaga (PPN). Sikap Ahok yang membuat podcast dan menyampaikan pernyataan melalui wawancara media ini dapat dikategorikan pelanggaran wewenang yang berat. Cara ini hanya terkesan sedang mencari simpati publik semata dan melepaskan diri dari tanggungjawab.

TAGS : Defiyan Cori

Artikel Lainnya