
Jakarta, INDONEWS.ID – Ratusan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyuarakan keprihatinan atas wacana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang berencana melatih dokter umum untuk dapat melakukan operasi caesar, khususnya di daerah terpencil. Pernyataan sikap tersebut disampaikan dalam forum bertajuk "Salemba Berseru" yang digelar Jumat (16/5), sebagai respons terhadap usulan Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Wacana ini muncul menyusul tingginya angka kematian ibu hamil di wilayah yang jauh dari fasilitas rumah sakit dan tidak memiliki spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn). Namun, kalangan akademisi FKUI menilai kebijakan ini terlalu menyederhanakan kompetensi medis dan berpotensi menimbulkan risiko keselamatan bagi pasien.
Ketua Senat Akademik UI sekaligus Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Prof. Budi Wiweko, menegaskan bahwa penyebab kematian ibu tidak selalu berkaitan dengan tindakan caesar.
“Data menunjukkan sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh eklamsia, perdarahan, dan infeksi. Sebagian besar kasus ini justru terjadi di rumah sakit dan bukan karena ketiadaan dokter spesialis saja, tetapi karena keterlambatan respons bedah dan terbatasnya fasilitas seperti bank darah,” ujar Prof. Budi di FKUI, Jakarta.
Ia juga menyoroti bahwa operasi caesar tidak termasuk dalam 150 kompetensi dasar dokter umum, sehingga perlu kehati-hatian dalam menambahkan tugas baru tanpa dasar pendidikan dan pelatihan jangka panjang.
Evaluasi Program Serupa di Masa Lalu
Prof. Budi mengingatkan bahwa gagasan serupa pernah dicoba melalui program Dokter Umum Plus pada tahun 2010. Kala itu, dokter umum diberi pelatihan tambahan untuk dapat melakukan operasi caesar darurat di daerah terpencil. Namun, program ini dinilai tidak efektif.
“Ketika dokter umum sudah dilatih dan dikirim ke daerah, ternyata kasus operasi darurat sangat jarang. Akhirnya, mereka kehilangan kepercayaan diri karena tidak ada kesempatan praktik,” jelasnya.
Sebaliknya, distribusi dokter spesialis secara merata ke wilayah pelosok dinilai sebagai solusi lebih tepat. Prof. Budi mengungkapkan bahwa saat itu program distribusi spesialis terbukti lebih efektif dibanding melatih dokter umum melakukan operasi yang bersifat spesialis.
POGI dan FKUI saat ini lebih memilih memperkuat layanan primer dengan pelatihan ultrasonografi (USG) terbatas bagi dokter umum. Tujuannya adalah agar dokter di lapangan mampu mendeteksi dini risiko kehamilan tinggi.
“Dengan pelatihan USG, dokter umum bisa tahu apakah kehamilan berada di dalam rahim, posisi janin normal, letak plasenta aman, dan detak jantung janin ada. Ini lebih berdampak untuk menyelamatkan ibu dan bayi secara preventif,” kata Prof. Budi.
FKUI sendiri telah memasukkan modul USG dalam kurikulum pendidikan dokter, agar lulusan barunya dapat langsung menerapkan kemampuan tersebut di layanan kesehatan primer.
Menkes Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menjelaskan bahwa usulan pelatihan dokter umum untuk operasi caesar datang sebagai respons terhadap perintah Presiden Prabowo Subianto, yang ingin membangun 66 rumah sakit di daerah terpencil. Menkes menyebutkan bahwa ia menemukan banyak ibu meninggal saat melahirkan karena harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan layanan dokter obgyn.
“Saya lihat sendiri di Lampung, ibu hamil digotong dan naik perahu untuk mencari dokter. Banyak yang tidak selamat,” ujarnya.
Meski demikian, kalangan akademik mengingatkan agar kebijakan yang menyangkut nyawa manusia tidak diambil secara instan, dan melibatkan institusi pendidikan serta profesi medis dalam proses pengambilan keputusan.