INDONEWS.ID

  • Selasa, 28/08/2018 08:51 WIB
  • Karakter Radikalisme Berubah, Kampanye Deradikalisasi Harus Berubah

  • Oleh :
    • very
Karakter Radikalisme Berubah, Kampanye Deradikalisasi Harus Berubah
Muhammad AS Hikam. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Radikalisme, baik yang lunak maupun yang keras (soft and hard radicalism) bukanlah fenomena baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri kita. Hanya saja karakter radikalisme pada saat ini telah mengalami perubahan bentuk karema sinerginya dengan ideologi dan geralan radikal transnasional. 

Baca juga : Duta Damai dan Duta Santri: Mata Telinga dan Ujung Tombak Lawan Ideologi Radikal Terorisme

Karena itu, pendekatan konvensional deradikalisasi yang lebih ditujukan kepada para mantan anggota kelompok radikal perlu diperluas dengan melibatkan semua anggota masyarakat sebelum mereka terpapar.

“Deradikalisasi bukan hanya ditujukan kepada mereka yang sedang dan sudah terpapar tetapi juga kepada mereka yang belum tetapi rentan. Salah satunya adalah generasi muda di semua lapisan masyarakat Indonesia,” ujar pengamat politik President University, Muhammad AS Hikam, dalam seminar “Penanggulangan Radikalisme di Kalangan Pemuda", di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan, Senin (27/8/2018).

Baca juga : Deradikalisasi "Jalan Kembali" Para Napiter dan Eks Napiter Terima Pancasila dan Demokrasi

Hikam mengatakan, tujuan kelompok radikal, terutama yang digerakkan oleh pihak-pihak yang menggunakan dan mengatasnamakan agama dan ummat Islam, bukan hanya mendirikan sebuah sistem negara Islam di Indonesia, tetapi sebuah imperium internasional di mana Indonesia hanya merupakan salah satu bagian.

“Dengan demikian tujuannya adalah berakhirnya NKRI sebagai sebuah negara-bangsa (nation state). Contoh paling kongkrit adalah sistem Khilafah, yang disponsori oleh Al-Qaeda, ISIS, dan HTI dengan berbagai macam variasinya,” ujarnya.

Baca juga : Sukses Ikuti Program Deradikalisasi, Eks Napiter Ajak Masyarakat Sukseskan Pemilu

Menurut Hikam, generasi muda (mulai usia remaja, bahkan kini juga anak-anak), pria maupun perempuan merupakan target utama rekrutmen, penetrasi, dan infiltrasi kelompok radikal. Sebab kaum muda adalah kelompok yang paling potensial untuk melakukan aksi di samping paling vulnerable untuk dipengaruhi ideologi radikal dalam konteks globalisasi sàat ini.

Berbagai survei maupun kajian tentang radikalisme dan pengaruhnya di Indonesia pada lima tahun terakhir, katanya, menunjukkan bahwa kelompok usia remaja dan pemuda dengan tingkat pendidikan SMA dan mahasiswa adalah yang paling besar jumlahnya dalam hal rekrutmen, partisipasi, ataupun terpapar radikalisme dan radikalisasi.

Karena kecenderungan yang semakin besar dan cepat dari perkembangan dan penyebaran radikalisme serta radikalisasi di kalangan pemuda Indonesia itulah maka gerakan deradikalisasi harus menjadi sebuah gerakan nasional, bukan sekadar program sektoral apalagi proyek-proyek semata.

“Negara dan masyarakat sipil harus bersinergi dengan lebih memberdayakan potensi-potensi soft power pihak yang kedua. Deradikalisasi sebagi gerakan bertujuan menciptakan ketahanan ideologis masyarakat, khususnya generasi muda  dan kemampuan melindungi mereka dari virus ideologi radikal,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Duta Damai dan Duta Santri: Mata Telinga dan Ujung Tombak Lawan Ideologi Radikal Terorisme
Deradikalisasi "Jalan Kembali" Para Napiter dan Eks Napiter Terima Pancasila dan Demokrasi
Sukses Ikuti Program Deradikalisasi, Eks Napiter Ajak Masyarakat Sukseskan Pemilu
Artikel Terkini
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas