INDONEWS.ID

  • Senin, 10/06/2019 10:41 WIB
  • Stigmatisasi Radikal di PTN, Efektif Bila Ada Program Deradikalisasi Berkesinambungan

  • Oleh :
    • very
Stigmatisasi Radikal di PTN, Efektif Bila Ada Program Deradikalisasi Berkesinambungan
Stop radikalisme di kampus. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID – Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria meminta semua pihak agar stigmatisasi radikal terhadap perguruan tinggi, khususnya pada perguruan tingg negeri (PTN) dihentikan. Stigmatisasi tersebut sangat kontraproduktif terhadap upaya sivitas akademika menciptakan suasana kondusif, terlebih menjelang persiapan penerimaan mahasiswa baru.
 
"Mohon jangan ada lagi stigmatisasi radikal terhadap PTN. Saat ini seluruh PTN sedang menyiapkan penerimaan mahasiswa baru," ujar Arif seperti dikutip Medcom.id, di Jakarta, Selasa (4/6/2019).

Rektor periode 2020-2021 ini menegaskan, bahwa sejak 2017 dirinya berupaya mengurai eksklusifitas kelompok-kelompok berbasis keagaaman yang disebut pernah ada di kampusnya. Ia menegaskan, saat ini Masjid Alhurriyah IPB merupakan rumah bersama kaum Muslimin di IPB. 

Baca juga : Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional

Dikatakannya bahwa personalia Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) saat ini mencerminkan inklusivitas. "Ada yang berlatar belakang Muhammadiyah, ada juga NU (Nahdlatul Ulama). Masjid tersebut terbuka. Jadi tidak benar kalau masjid Alhurriyah menjadi pusat kaderisasi radikalisme seperti diberitakan,” ujarnya.
 
Institut Pertanian Bogor, kata Arif, juga sepenuhnya akan menjaga kepercayaan orangtua yang telah menitipkan pendidikan anak-anaknya di IPB. "Kami di kampus bertangung jawab atas pendidikan kebangsaan para mahasiswa. Jadi jangan khawatir terhadap jiwa kebangsaan mahasiwa kami. Kami akan jaga kepercayaan itu," ungkap Arif.
 
Terkait dengan hal itu, pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam mengatakan mendukung usul beliau Arif Satria tersebut. “Saya mendukung usul tersebut dan saya juga yakin masyarakat Indonesia pun demikian,” ujar Hikam di Jakarta, Senin (10/6).

Namun, menurut Hikam, pada saat yang sama harus pula disadari, diakui, dan senantiasa diingat bahwa stigma itu ada dan bertahan bukan karena murni terjadi adanya kebencian atau kampanye hoax terhadap PTN-PTN. Stigmatisasi itu, menurut Hikam, berbasis pada fakta bahwa telah dan sedang terjadi penetrasi dan infiltrasi radikalisme yang telah dan sedang  terjadi di PTN-PTN besar seperti IPB selama lebih dari 2 (dua) dasawarsa terakhir ini. Dan probabilitasnya akan terus terjadi, bukannya malah tidak ada, apalagi bila hal itu tidak dihentikan.

Baca juga : Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua

“Sayangnya, menurut hemat saya, PTN-PTN sampai saat ini masih belum atau tidak mampu meredam dan/ atau menanggulangi penyemaian dan penyebaran ideologi radikalis dan/ atau proses radikalisasi di kalangan civitas akademika mereka, khususnya para pengajar dan mahasiswa,” ujar mantan Menteri Negara Ristek pada era Presiden Gus Dur itu.

Dia mengatakan, menghentikan stigmatisasi radikal terhadap PTN jelas penting. Namun hal itu hanya akan efektif apabila PTN-PTN sendiri melakukan program dan gerakan deradikalisasi yang efektif, sistematis, dan berkesinambungan di lingkungan kampus mereka masing-masing. “Deklarasi-deklarasi kesetiaan dan kebangsaan saja tidak cukup,” pungkasnya.

Baca juga : Mendagri Ingatkan Pj. Gubernur Maluku Jaga Tingkat Inflasi

Sebelumnya,Setara Institute meneliti "Wacana dan Gerakan Keagamaan di Kalangan Mahasiswa di 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN)". Penelitian itu dilakukan pada Februari-April 2019.
 
Hasilnya ternyata 10 PTN itu menjadi tempat tumbuhnya kelompok Islam eksklusif transnasional yang berpotensi berkembang ke arah radikalisme. Mereka antara lain berkembang di Institut Pertanian Bogor (IPB), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),Universitas Brawijaya, dan Universitas Mataram.
 
Sejumlah perguruan tinggi seperti ITB dan IPB bahkan disebut sebagai kampus yang paparan paham eksklusif berbasis keagamaannya relatif masif. "Paling berat ITB dan IPB," ujar Direktur Riset Setara Institute, Halili.

Diakui Halili, sejak 2017 lalu, di bawah kepemimpinan Rektor IPB, Arif Satria telah melakukan sejumlah upaya untuk mengurai eksklusivitas tersebut. Salah satunya dengan "membuka" akses Masjid Alhurriyah untuk seluruh paham keislaman. (Very)
 

Artikel Terkait
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Mendagri Ingatkan Pj. Gubernur Maluku Jaga Tingkat Inflasi
Artikel Terkini
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Mendagri Ingatkan Pj. Gubernur Maluku Jaga Tingkat Inflasi
Mendagri Lantik Sadali Ie sebagai Pj. Gubernur Maluku
BNPP Bersama K/L Susun Bahan Masukan Renaksi Tahun 2025 Terkait Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Laut
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas