INDONEWS.ID

  • Jum'at, 16/08/2019 11:05 WIB
  • Formapppi Sebut Fungsi Pengawasan DPR Hanya Berjalan di Akhir Jabatan

  • Oleh :
    • Mancik
Formapppi Sebut Fungsi Pengawasan DPR Hanya Berjalan di Akhir Jabatan
Dikusi Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang V TS 2018-2019 di Kantor Formappi, Jakarta. (Foto:IST)


Jakarta,INDONEWS.ID - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia(Formappi) menyebutkan, fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah cenderung tumpul karena berjalan hanya menjelang akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019. Hal ini menjadi salah satu catatan kritis Formapi saaat melakukan evaluasi terhadap kinerja DPR masa sidang V TS 2018-2019 dengan rentang waktu antara 18 Mei hingga 25 Juli 2019 di Kantor Formappi, Jakarta, Kamis,(15/08/2019) kemarin.

Formappi dalam rilis yang diterima Indonews mengatakan, pengawasan DPR terhadap pemerintah cenderung berjalan di tempat karena sesuai dengan harapan masyarakat. Formappi sendiri melihat, kontrol DPR kepada pemerintaha hanya dilakukan pada saat ingin mengakhiri masa jabatan sebagai anggota dewan.

Baca juga : Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya

Formappi sendiri membuat beberapa point yang menjadi catatan kritis bagi DPR dari segi fungsi pengawasan. Secara umum dari segi fungsi pengawasan, demikian Formappi menyebutkan, DPR tidak berdaya dan cenderung keropos jika berhadapan dengan kekuasaan eksekutif.


Berikut adalah catatan lengkap Formappi kepada DPR dari fungsi pengawasan:

Baca juga : Menteri PANRB Bawa RPP ke DPR, Bahas Penataan Non-ASN hingga Insentif ASN di Daerah 3T

Pertama:durasi masa sidang cukup panjang, bahkan terpanjang selama TS 2018-2019, tetapi hasil pengawasan tidak maksimal. Selain itu, antara rencana kerja dengan realisasi pengawasan tidak linear, bahkan cukup banyak kerja yang tidak terealisasi.

Kedua: tidak ditemukan tindak lanjut oleh komisi-komisi DPR terhadap temuan-temuan BPK. Misalnya, Komisi terhadap Bakamla yang mendapat opini TMP dari BPK, 4 K/L yang mendapat opini WDP yaitu Komisi II terhadap KPU, Komisi III terhadap BPK, Komisi IV terhadap Kementerian PUPR, serta Komisi X terhadap Kemenpora. Selain itu, Komisi VII terhadap Kementerian ESDM menyangkut kerugian negara terkait 22 ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp 1,49 triliun. Bahkan BAKN yang ditugasi untuk menindaklanjuti seluruh temuan BPK hanya ditemukan melakukan tindak lanjut terhadap pengelolaan dana desa.

Baca juga : Usulan Partai Nasdem Soal Perjanjian dalam Hak Angket Dinilai Melecehkan Anggota DPR

Ketiga: tim pengawas dan pemantau bentukan DPR yang diketuai oleh wakil-wakil ketua DPR ada yang tidak jelas kegiatan dan hasilnya, yaitu Tim UP2DP, Tim reformasi DPR, Tim Pengawasan Pembangunan Wilayah Perbatasan, Tim Pemantau Pelaksanaan UU Otsus. Ini jangan-jangan hanya `proyek` untuk wakil-wakil ketua DPR.

Keempat:laporan Pansus angket Pelindo II sudah disampaikan dalam rapat paripurna 25 Mei 2019 tetapi tidak jelas apakah dibubarkan ataukah diperpanjang.

Kelima:sekalipun ada Komisi VI melakukan Raker dengan Menteri BUMN yang diwakili menteri Perindustrian dan mengadakan RDP dengan beberapa Badan Usaha Milik Negara, namun terhadap pernyataan angggota III BPK, Achsanul Qassasi pada 23 Juli 2019 bahwa sejak 2007 sampai dengan 2018, LK Kementerian BUMN mendapatkan opini WTP tidak direspon oleh DPR. Padahal di PLN terjadi korupsi yang melibatkan direktur utamanya, yakni Sofyan Basir(tahun 2019), di PT Pertamina terjadi korupsi yang melibatkan Dirutnya(Karen Galalia Agustiawan) divonis hukuman penjara selama 8(delapan tahun) dan denda Satu Milyar rupiah pada 10 Juni 2019. Kecuali itu, di PT Pelindo II juga terjadi kasus kerugian negara sebagaimana dilaporkan oleh Pansus Hak Angket Pelindo II pada rapat paripurna DPR 25 Juli 2019.

Keenam:pada MS V 2018-2019, DPR cukup kritis dalam melakukan fit dan proper test terhadap calon hakim agung usulan Komisi Yudisial, yakni 4 Calon yang diajukan seluruhnya ditolak.

Ketuju:ketidakpedulian DPR terhadap keuangan negara ini patut diduga menjadi penyebab terjadinya banyak kasus korupsi yang juga melibatkan anggota DPR( tercatat sebanyak 23 orang anggota DPR 2014-2019 terjerat tindak pidana korupsi).

Kedelapan:menjelang akhir masa jabatannya, DPR baru `belajar kritis` dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Hal itu terlihat pada sikap DPR menolak calon-calon Hakim Agung usulan Komisi Yudisial dan juga munculnya sikap kritis fraksi-fraksi tertentu terhadap pertanggungjawaban APBN 2018, yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PDIP dan Fraksi NasDem. Sekalipun demikian, pada rapat paripurna DPR untuk mengesahkan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2018 tanggal 9 Juli 2019 tidak muncul interupsi atau penolakan dari fraksi-fraksi yang semula kritis.*

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Terkait
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Menteri PANRB Bawa RPP ke DPR, Bahas Penataan Non-ASN hingga Insentif ASN di Daerah 3T
Usulan Partai Nasdem Soal Perjanjian dalam Hak Angket Dinilai Melecehkan Anggota DPR
Artikel Terkini
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas