INDONEWS.ID

  • Jum'at, 25/10/2019 23:31 WIB
  • KNKT Rilis Sembilan Penyebab Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610

  • Oleh :
    • Ronald
KNKT Rilis Sembilan Penyebab Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan bahwa ada 9 faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan yang diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-8 MAX. (Foto : ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menggelar acara jumpa pers di Kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019).

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan bahwa ada 9 faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan yang diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-8 MAX.

Baca juga : Menhub: Hasil Investigasi JT-610 Paling Cepat 6 Bulan

“KNKT menemukan sembilan hal, yang apabila salah satunya tidak terjadi,  mungkin tidak terjadi kecelakaan,” kata Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Nurcahyo dalam konferensi pers seperti dikutip dari Antara.

Pesawat dengan nomor registrasi PK LQP yang dioperasikan maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan LNI JT-6110 itu dilaporkan hilang kontak saat baru saja terbang dari Bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan Pangkalpinang. Pesawat hilang dari layar radar pengatur lalu lintas setelah pilot pesawat melaporkan adanya beberapa gangguan pada sistem kendali pesawat, indikator ketinggian dan indikator kecepatan.

Pesawat tersebut dilaporlkan mengalami kecelakaan atau jatuh di wilayah perairan Tanjung Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018 tahun lalu pada pagi hari atau tak lama setelah pesawat tersebut tinggal landas atau take off dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten dengan tujuan Pangkalpinang.

KNKT pun menjelaskan kesembilan faktor tersebut. Pertama terkait asumsi reaksi  pilot pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX). Meskipun sesuai dengan referensi yang ada, tapi ternyata reaksinya tidak tepat dan tak sesuai perkiraan. 

Kedua, mengacu pada asumsi ini, perangkat lunak yang mengontrol hidung pesawat (MCAS) bergantung pada sensor tunggal dan dinyatakan tepat dan memenuhi semua persyaratan sertifikasi.

Ketiga, desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.  Keempat, pilot mengalami kesulitan melakukan respon pergerakan MCAS, karena tidak adanya petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.

Kelima, peringatan AOA DISAGREE tidak dengan benar diaktifkan selama pengembangan Boeing 737-8 (MAX). Akibatnya, peringatan ini tidak muncul selama penerbangan dengan sensor AOA yang salah dikalibrasi. Ini juga tidak dapat didokumentasikan oleh kru penerbangan dan karenanya tidak tersedia untuk membantu bagian pemeliharaan dalam mengidentifikasi sensor AOA yang salah dikalibrasi.

Keenam, Sensor pengganti AOA yang dipasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan telah salah dikalibrasi selama perbaikan sebelumnya. Kalibrasi yang salah ini tidak terdeteksi selama perbaikan.

Ketujuh, investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.

Kedelapan, informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat dalam buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat. Ini berakibat baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.

Terakhir, yang kesembilan beberapa peringatan, aktivasi MCAS yang terus berulang dan gangguan komunikasi dengan pihak Air Traffic Control tidak dapat dikelola secara efektif. Ini disebabkan oleh sulitnya situasi dan kurangnya penanganan manual, eksekusi Non-Normal Checklist (NCC)

NCC merupakan prosedur untuk memecahkan masalah - serta komunikasi awak pesawat, mengarah pada tidak efektifnya aplikasi Crew Resource Management yaitu metode koordinasi antarpilot yang dirancang untuk memperbaiki respons terhadap kesalahan dan mengurangi stres. (rnl)

Artikel Terkait
Menhub: Hasil Investigasi JT-610 Paling Cepat 6 Bulan
Artikel Terkini
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas