INDONEWS.ID

  • Selasa, 10/03/2020 22:04 WIB
  • RUU Omnibus Law Lebih Cerminkan Paradigma Neoliberalisme dan Pembangunanisme

  • Oleh :
    • very
RUU Omnibus Law Lebih Cerminkan Paradigma Neoliberalisme dan Pembangunanisme
Pengamat politik President University, dan juga mantan Menteri Riset dan Teknologi era Presiden Gus Dur, Muhammad AS Hikam. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID –Penolakan terhadap RUU Omnibus Law terus terjadi, khususnya dalam diri kaum buruh. Mereka meminta pemerintah untuk segera mencabut rancangan undang-undang yang dinilai merugikan hak-hak kaum buruh tersebut. Menurut mereka, pembahasan RUU tersebut tanpa melibatkan seluruh stakeholders, salah satunya yaitu kaum buruh.

Sementara itu, pemerintah tetap bersikukuh bahwa RUU Omnibus Law itu sangat penting karena bisa menyederhanakan berbagai peraturan yang tumpang tindih. Pemerintah juga mengatakan bahwa RUU tersebut mempermudah perizinan, karena itu bisa meningkatkan masuknya investor asing, sehingga bisa menambah lapangan kerja yang pada gilirannya meningkatkan perekonomian bangsa.

Baca juga : Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia

Kedua pemikiran di atas sepertinya sulit dipertemukan, karena masing-masing membawa serta seluruh paradigma yang ada di belakangnya.

Pengamat politik President University, dan juga mantan Menteri Riset dan Teknologi era Presiden Gus Dur, Muhammad AS Hikam mengatakan pertarungan wacana terkait RUU Omnibus Law bisa ditafsirkan sebagai pertarungan antara dua paradigma pembangunan. Kedua paradigma tersebut yakni paradigma Kewarganegaraan versus paradigma Neoliberalisme.

Baca juga : MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)

Menurut Hikam, apabila paradigma yang semestinya dipakai dalam pembangunan RI pasca-reformasi adalah kewarganegaraan, maka RUU Omnibus Law jelas tak mencerminkan komitmen tersebut.

“Sebab paradigma kewarganegaraan tegak di atas prinsip hak-hak dasar warga negara: legal, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Sementara itu RUU Omnibus Law mengingkari hak dasar kaum pekerja, perlindungan terhadap lingkungan, hak mendapat pendidikan yang mencerdaskan, dll.,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (10/3).

Baca juga : Didik J Rachbini: Gagasan Menyatukan Anies dan Ahok di Pilgub Jakarta Eksperimen yang Baik dan Berani

Hikam mengatakan, jika RUU ini mau dibentuk dan terapkan maka perlu dilakukan perombakan total terhadapnya dan diproses dengan hati-hati, bukan dengan grusa-grusu, serta melibatkan masyarakat sipil. “Bukan hanya politisi dan parpol serta pemerintah saja,” ujarnya.

Karena itu, jika RUU ini terus dipaksakan, maka Pemerintah Presiden Jokowi bisa dituding oleh para pekerja demokrasi sebagai semacam "metamorfosa" rezim Orba yang paradigmanya adalah antitesa dari paradigma kewarganegaraan.

“RUU Omnibus Law cenderung lebih mencerminkan paradigma Neoliberalisme dan Pembangunanisme yang berkarakter pro modal besar, pro investor asing, anti lingkungan, dan jauh dari kepentingan kelompok lapis bawah,” pungkasnya.

Seperti diketahui, saat ini Pemerintah sedang berupaya memangkas regulasi yang dinilai menghambat investasi dengan melahirkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Tetapi setelah dikaji secara seksama, Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, ternyata isi RUU Cipta Kerja justru bertolak belakang dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia.

Khusus untuk kluster ketenagakerjaan, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) melihat RUU Cipta Kerja tidak memberikan kepastian pekerjaan (job security), kepastian pendapatan (salary security), dan kepastian jaminan sosial (social security).

Hal itu tercermin dari 9 (sembilan) alasan yaitu hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, outsourcing bebas di semua jenis pekerjaan, pekerja kontrak tanpa dibatasi jenis pekerjaan dan dikontrak seumur hidup, PHK semakin mudah, waktu kerja yang melelahkan dan eksploitatif,  TKA "buruh kasar" berpotensi masuk ke Indonesia dalam jumlah yang besar, jaminan sosial terancam hilang, dan sanksi pidana untuk pengusaha dihilangkan. (Very)

Artikel Terkait
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)
Didik J Rachbini: Gagasan Menyatukan Anies dan Ahok di Pilgub Jakarta Eksperimen yang Baik dan Berani
Artikel Terkini
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)
Wawancara Khusus Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Tentang BLBI
Efferty Susu Kambing Malaysia, Solusi bagi Pasutri yang ingin Keturunan
Didik J Rachbini: Gagasan Menyatukan Anies dan Ahok di Pilgub Jakarta Eksperimen yang Baik dan Berani
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas