Jakarta, INDONEWS.ID -- RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dinilai lebih banyak berpihak dan menguntungkan elite dan pengusaha. Hal ini terlihat dari beberapa aturan yang bisa dikatakan menderegulasi beberapa hak fundamental buruh/pekerja, seperti ditiadakannya upah lembur di beberapa sektor dan penghilangan upah saat cuti bagi pekerja wanita, misalnya saat hamil dan melahirkan.
Selain itu omnibus law juga dinilai berpotensi disalahgunakan oleh para pengusaha untuk melakukan berbagai ketidakadilan yang menguntungkannya dengan dalih menjaga iklim investasi, mengingat prinsip omnibus law yang berbunyi "easy firing dan easy hiring".
“Karena itu, aksi yang dilakukan oleh beberapa elemen mahasiswa, organisasi kepemudaan, serikat buruh dll adalah bentuk kontrol sosial politik yang bertujuan menekan pemerintah dan DPR untuk lebih jeli dan hati hati dalam merumuskan RUU yang kita kenal sebagai RUU lintas sektor atau RUU Sapujagat,” ujar Ketua Bidang Akreditasi Nasional, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Alfi Hafidz Ishaqro, di Jakarta, Rabu (29/7).
Karena itu, kata Alfi, mahasiswa dan elemen buruh akan terus menolak dan melawan Omnibus Law hingga pemerintah dan DPR kembali melakukan evaluasi secara jeli dan hati hati dengan mempertimbangkan banyak sudut kepentingan yang terkena imbas dari undang-undang tersebut.
Dia mengatakan, apabila RUU tersebut tetap disahkan, maka mahasiswa dan buruh akan menempuh jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, MK merupakan jalur konstitusional yang paling memungkinkan.
Ditanya sejauh mana upaya pemerintah dalam rangka mendekati kelompok mahasiswa dan buruh yang tidak sepakat terhadap RUU tersebut, Alfi mengatakan bahwa hal ini tampaknya cenderung diabaikan pemerintah.
“Saya rasa sejauh ini belum ada upaya pendekatan yang signifikan dari pemerintah untuk mendekati kelompok-kelompok yang tidak sepakat dengan omnibus law. Atau bisa jadi pemerintah cenderung mengabaikan aspirasi pihak pihak yang menolak omnibus law,” ujarnya.
Menurut rencana, awal Agustus 2020 ini sejumlah elemen buruh dan mahasiswa akan mengadakan unjuk rasa di Jakarta dan 15 provinsi lainnya untuk menolak Omnibus Law. Terkait rencana tersebut, dia mengatakan bahwa dalam waktu dekat, belum ada konsolidasi kearah sana. “Dalam waktu dekat kita akan melakukan kajian yang lebih mendalam terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk (melakukan demonstrasi, red.),” ujarnya.
Walau demikian, Alfi mengakui, RUU Omnibus Law mengandung sejumlah hal positif, yaitu menyederhanakan undang-undang dan mempermudah iklim investasi.
“Penyederhanaan UU dan pasal yang terdampak oleh RUU Omnibus law dan mempermudah iklim investasi,” pungkasnya. (Very)