INDONEWS.ID

  • Kamis, 29/10/2020 22:15 WIB
  • Jangan Samakan Selera Manusia dan Komodo

  • Oleh :
    • Mancik
Jangan Samakan Selera Manusia dan Komodo
Daftar beberapa perusahaan yang diberi izin oleh pemerintah pusat untuk membangun resort mewah di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat, NTT.(Foto:Twitter KawanBaikKomodo)

Oleh: Servas S. Jemorang

INDONEWS.ID - Manusia punya selera perubahan sendiri. Suka dengan pembangunan megah. Suka dengan penataan tempat tinggal yang teratur dan rapi. Suka dengan kegemerlapan kota, berkilau siang dan malam.

Baca juga : Di Balik Konservasi Taman Nasional Komodo

Maka wilayah dengan pembangunan bagus, di situ manusia berdatangan. Di daerah atau kota yang maju pembangunannya, di situ manusia berkumpul, mencari kehidupan dan menetap.

Orang-orang ramai tinggalkan kampung dan memilih hidup di kota (urbanisasi). Jumlah penduduk kota pun semakin banyak dan kampung-kampung tetap tampak sepi, tak seperti di kota.

Baca juga : Diduga Gimmick untuk Membungkus Kejahatan Korupsi Pemda Sikka

Selera manusia yang lain. Tak suka sampah, tak suka kotor, hutan-hutan yang tidak teratur, rerumputan liar. Kita suka kebersihan, suka dengan penataan tempat tinggal yang bagus, perlu penataan infrastruktur transportasi dan lain-lain yang indah dan bagus.

Itu selera perubahan habitat manusia secara sederhana. Yang terus didambakan dan hal-hal yang ingin dihindari.

Baca juga : Wae Sano Ruang Hidup Kami, Bukan untuk Dieksploitasi

Bagaimana selera Komodo?

Berbeda sama sekali. Sama dengan spesies lainnya. Yang nyaman dengan tempat tinggal sembrono (versi manusia), tak teratur (versi manusia), dan kotor (versi manusia).

Komodo nyaman dengan sampah. Rumput dan pepohonan yang bertumbuh liar. Binatang-binatang yg berlalu lalang dan mondar-mandir di sekitaran mereka.

Singkatnya, Komodo memiliki konsep kenyamanan yang lain dari konsep manusia. Selera Komodo berseberangan dengan selera peeubahan habitat manusia.

Maka dalam misi melestarikan Komodo dan habitannya, jangan paksa menggunakan selera manusia. Fatal. Apalagi jika itu tanpa penelitian ilmiah.

Jangan sampai Komodo akan menjadi bagian dari spesies yang akan punah, mengikuti ribuan spesies lain yang kini punah. Meski banyak alasan atas kepuhan itu.

Per hari ini, manusia perlu jujur. Telah berdosa atas kepunahan berbagai spesies di muka bumi ini (Yuval Noah Harari). Tengoklah kepunahan spesies akibat ekspansi manusia.

Ingatlah akan binatang-binatang dan burung-burung yang kini tak ada kehidupannya, hanya ada namanya menjadi contoh. Atau yang kini tengah terancam punah.

Amati dari lingkungan paling dekat. Tentang burung Nuri misalnya, puluhan tahun kemudian hanya bisa dijelaskan dengan foto, dan anak atau cucu kita tak pernah melihatnya secara langsung. Burung hantu, ayam hutan, dan contoh binatang-binatang lainnya juga demikian.

Mengenai hal ini, berdasarkan penelitian International Union for Conservation of Nature (ICUN), Indonesia peringkat kedua sebagai negara dengan ancaman kepunahan spesies satwa dan tananaman terbesar dunia.

Saat ini di dunia, ada 27.000 spesies sangat langka memiliki resiko kepunahan, yang merupakan 27 persen dari semua spesies yang saat ini dikenal. Dan di Indonesia ada 583 spesies yang terancam punah.

Kenapa spesis-spesies ini punah? Selain karena alasan bencana atau gejala alam, tentu karena ekspansi manusia yang semakin massif. Dan akhirnya spesies ini mulai berpindah kehidupan. Dari area-area perkampungan, mulai ke gunung-gunung, cari tempat yang agak nyaman ketimbang berdampingan dengan banyak manusia.

Ada banyak alasan manusia (homo sapiens) memusnahkan spesies lain. Spesies lain dianggap pengganggu, tidak ada gunanya untuk dipertahankan. Apalagi spesies yang tidak bernilai ekonomis, hanya layak dibunuh dan jadi daging untuk makan malam bersama keluarga.

Bagaimana dengan Komodo?

Jangan tambahkan Komodo dalam daftar panjang spesies yang akan punah. Terlalu banyak alasan penting untuk tetap mempertahankan Komodo. Tak sama dengan spesies lain yang bagi manusia mungkin hanya menjadi "penghias".

Selain sebagai aset penting ekonomi, Komodo juga adalah makhluk yang menyejarah. Ia pewaris sejarah kehidupannya sendiri. Penginapannya, makanannya, taman bermain atau kampung halamannya sendiri.

Manusia hanya menjadi pelengkap sejarah di suatu saat ketika bercerita tentang Komodo. Jangan dibalik. Biarkan Komodo menyejarah di kemudian hari dengan seluruh unsur kehidupannya yang lengkap.

Selera Wisatawan dan Desain TNK

Desain pembangunan kawasan TNK dianggap cenderung mengikuti selera pembangunan lingkungan manusia. Tak ada misi pelestarian Komodo dan habitatnya.

Untuk mendesain pembangunan kawasan TNK, kita perlu mengecek kembali alasan-alasan dasar orang berwisata. Yang menjadi pemicu untuk menjelajahi spot-spot wisata.

Memang tidak ada ukuran kepuasan berwisata yang pasti. Ada orang yang datang melihat keindahan alam, dengan segala keasliannya. Ada orang yang berwisata untuk menikmati sebuah petualangan yg menantang. Ada yang ingin menikmati hawa dan angin segarnya.

Ada orang yang berwisata untuk menjelajahi sejarah dan merekamnya kembali. Menyelam masa lalu melalui benda, tempat dan situs-situs yang ada. Serta alasan-alasan lain setiap penyuka wisata.


Bagaimana menerka kemauan wisatawan untuk mendesain TNK? Bagaimana menampilkan Komodo kepada para wisatawan?

Tak ada pilihan lain. Yang perlu ditampilkan adalah keaslian habitatnya, dengan segala kesembronoan. dengan ketidakteraturan hutan, semak dan rerumputan yang ada di kawasan TNK.


Pulaunya tetap asli tanpa intervensi pembangunan yang megah. Biarkan dengan keasliannya sebagai kampung halaman Komodo. Tak perlu pembangunan yang megah atau kelihatan indah sesuai selera manusia.

Justru yang perlu dilakukan adalah penelitian lebih lanjut, mengenai lingkungan yang lebih nyaman bagi Komodo. Bukan dengan desain yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi.

Hal lain lagi, jangankan bangunan megah yg sedang dibangun itu, orang berwisata yang setiap tahun meningkat saja belum terjamin bahwa Komodo tidak akan punah. Tidak ada yang bisa memastikan keberlangsungan hidup Komodo dengan interaksi yang intens dengan manusia setiap hari.

Apalagi dengan intervensi pembangunan seperti sekarang. Yang tak ada kepastian mengenai keberlangsungan hidup Komodo. Tak ada jaminan mengenai kenyamanan hidup Komodo. Tak ada penelitian ilmiah pula.

Sekali lagi jangan samakan selera perubahan ala manusia dengan Komodo. Komodo punya selera hidup dan perubahan yang sama sekali lain dari selera manusia.

*)Penulis adalah Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.(PMKRI)

Artikel Terkait
Di Balik Konservasi Taman Nasional Komodo
Diduga Gimmick untuk Membungkus Kejahatan Korupsi Pemda Sikka
Wae Sano Ruang Hidup Kami, Bukan untuk Dieksploitasi
Artikel Terkini
Sudah Dibatalkan MK, Partai Buruh Akan Gugat Aturan Pencalonan Pilkada
Update Banjir Bandang di Agam, Korban Meninggal 19 Orang
KNKT Minta Semua Pihak Buat Rencana Perjalanan Wisata yang Baik dan Bijak
Akibat Banjir Bandang Di Tanah Datar, 8 warga Tewas dan 12 Orang Masih dinyatakan hilang
Pj Gubernur Agus Fatoni Lepas Keberangkatan 445 Jemaah Calon Haji Kloter Pertama Embarkasi Palembang
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas