INDONEWS.ID

  • Kamis, 01/07/2021 15:52 WIB
  • Stop Kekerasan di Dunia Kerja, Aliyah Mustika: Segera Ratifikasi Konvensi ILO 190

  • Oleh :
    • Mancik
Stop Kekerasan di Dunia Kerja, Aliyah Mustika: Segera Ratifikasi Konvensi ILO 190
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Aliyah Mustika Ilham.(Foto:makassar.terkini.id)

Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Aliyah Mustika Ilham mengatakan, percepatan ratifikasi Konvensi ILO 190 Tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja penting untuk mengendalikan kasus kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.

Tindakan ini juga dapat menyelamatkan Indonesia dari citra buruk sebagai satu dari 14 negara yang paling berbahaya untuk perempuan di wilayah Asia Pasifik.

Baca juga : Tantangan Dunia Kerja di Tahun Turbulensi 2023

Hal tersebut disampaikan Aliyah saat menjadi pembicara pada Webinar yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Kepala Perwakilan PBB di Indonsia, Valerie Julian, komunitas peduli perempuan, serikat buruh, dan masyarakat umum.

“Kekerasan dan pelecehan seksual merupakan persoalan yang menghambat upaya pembangunan masyarakat Indonesia bermartabat dan berkeadilan. Di dunia kerja, diskriminasi masih terjadi meskipun secara hukum Indonesia mengakui persamaan hak dan kewajiban warga negara,” kata Aliyah saat saat menjadi pembicara pada Webinar yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Kepala Perwakilan PBB di Indonsia, Valerie Julian, komunitas peduli perempuan, serikat buruh, dan masyarakat umum, Selasa,(29/6/2021) yang lalu.

Baca juga : Pesan Menyentuh! Paus Fransiskus Soroti Martabat dalam Dunia Kerja

Menurut Aliyah, Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 190 merupakan jalan terbaik dalam upaya membangun budaya kerja yang sehat, saling menghormati, dan membangun martabat kemanusiaan para pekerja yang berkeadilan gender.

‘’Riset dari empat dekade terakhir secara konsisten menunjukkan bahwa pelecehan seksual banyak terjadi di dunia kerja. Data kementerian PPA menunjukkan, korban menurut jenis kelamin, perempuan memiliki presentase sangat tinggi, mencapai 77,7%.  Bahkan menurut Komnas Perempuan pada Maret 2021 kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja menempati posisi ketiga tertinggi. Ini sungguh memprihatinkan,’’ paparnya.

Baca juga : LaNyalla: Stop Kekerasan dalam Pelaksanaan PPKM

Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2020 menyebutkan, dalam kurun waktu 12 tahun (2011-2019), kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen (hampir 800 persen) atau meningkat delapan kali lipat. Bahkan dalam Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021 menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 229.911 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan

“Kasus Baiq Nuril Maknun, misalnya. Ini banyak menyita perhatian. Bayangkan, seorang guru dilecehkan oleh atasannya sendiri,’’ katanya.

Baiq adalah guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sempat viral di media sosial karena mengungkap pelecehan verbal oleh atasnnya di sekolah.

Ironisnya, ia justru bukan divonis bersalah oleh Mahkamah Agung karena dianggap mencemarkan nama baik dan melanggar UU ITE. Karena karena desakan sejumlah masyarakat, Presiden mengeluarkan Keppres soal amnesty untuk Baiq Nuril.

‘’Bagaimanapun, kasus Baiq Nuril itu semacam puncak gunung es fenomena pelecehan terhadap perempuan dalam relasi kuasa tak seimbang. Bahwa perempuan di dunia kerja demikian rentan diperlakukan tidak adil bahkan dilecehkan karena dianggap subordinat laki-laki,’’ tegas Aliyah.

Bagi Aliyah, apresiasi Presiden Jokowi yang memberi amnesty untuk Baiq Nuril sesungguhnya dapat menjadi momentum positif dalam upaya mendorong gerakan dan kampanye penghapusan kekerasan seksual secara nasional di Indonesia. Sayangnya, momentum ini tidak dimanfaatkan dengan baik sebagai media edukasi publik secara nasional dalam upaya menekan laju kekerasan seksual di Indonesia.

“Makanya, saya sangat mendukung disahkannya Konvensi ILO 190 Konvensi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, agar siapapun yang berpotensi menjadi korban dapat lebih terlindungi secara maksimal, dari rumah hingga tempat kerja," tambah Aliyah.

Menurut Aliyah, sikapnya adalah juga sikap Fraksi Partai Demokrat DPR RI agar ratifikasi Konvensi ILO 190 menjadi produk perundang-undangan di Indonesia. Secara praktis, FPD berupaya melakukan upaya lobby melalui kaukus perempuan parlemen dan Komisi IX DPR RI terkait hal ini.

Menjadi penting pula untuk menyelaraskan Konvensi ILO 190 ini dengan substansi dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021 yang merupakan inisiasi DPR RI.

“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual saat ini masuk Prolegnas Prioritas 2021 dan saya berharap semoga proses pembahasannya tidak maju mundur seperti sebelumnya, dan secepatnya dapat di syahkan sebagai UU,” legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I ini.

Aliyah juga berpesan bahwa sembari menunggu proses pembahasan RUU PKS di Baleg DPR RI selesai, gerakan kampanye dan edukasi terkait penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja sebagaimana konvensi ILO 190 harus terus didorong secara massif. Karena dengan semakin banyak yang teredukasi berarti dengan sendirinya dapat mempersempit ruang gerak para pelaku kekerasan dan pelecehan.*

 

Artikel Terkait
Tantangan Dunia Kerja di Tahun Turbulensi 2023
Pesan Menyentuh! Paus Fransiskus Soroti Martabat dalam Dunia Kerja
LaNyalla: Stop Kekerasan dalam Pelaksanaan PPKM
Artikel Terkini
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas