INDONEWS.ID

  • Senin, 18/07/2022 11:59 WIB
  • Ini Empat Faktor Utama Peluang Bergabungnya Depok dengan Jakarta

  • Oleh :
    • very
Ini Empat Faktor Utama Peluang Bergabungnya Depok dengan Jakarta
Direktur Eksekutif Urban Policy Nurfahmi Islami Kaffah. (Foto: Ist)

 

Depok, INDONEWS.ID - Lembaga Riset Kebijakan Publik Urban Policy menilai wacana Depok dan daerah penyangga lainnya seperti Bekasi dan Bogor bergabung ke Jakarta bukan hal yang mustahil.

Baca juga : Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

Urban Policy menilai peluang bergabungnya Depok dengan Jakarta dipengaruhi oleh 4 Faktor utama.

Pertama, karena kondisi geografis yang berdekatan. Kedua, kemiripan karakteristik sosial budaya. Ketiga, aktivitas ekonomi penduduk. Dan keempat, karena kebutuhan solusi holistik masalah perkotaan seperti banjir, kemacetan dan masalah lingkungan seperti polusi udara yang saling berkaitan dengan Jakarta.

Baca juga : Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah

Direktur Eksekutif Urban Policy Nurfahmi Islami Kaffah mengatakan bahwa Depok sebagai kota sub-urban, secara fungsi tata ruang dan mobilitas ekonomi masyarakatnya sudah cenderung lebih akrab dengan Jakarta dibanding daerah lain di Jawa Barat.

“Masyarakat Depok sudah lebih condong ke Jakarta, karakteristik heterogenitas, kultur sosial dan aktivitas ekonomi warga Depok juga tidak bisa lepas dari Jakarta, hanya konteks yurisdiksi administrasi pemerintahan saja yang masuk Jawa Barat,” ujar Nurfahmi melalui siaran pers di Jakarta, Senin (18/7).

Baca juga : Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta

Urban Policy menyebut secara konstitusional ada sedikitnya dua jalan masuk terhadap usulan bergabungnya Depok ke dalam Jakarta Raya.

Pertama, adalah melalui pengajuan Bottom up sesuai Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo. Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan Dan Penggabungan Daerah, khususnya yang mengatur mengenai Penggabungan Daerah, Perubahan batas wilayah dan pembentukan Daerah Provinsi.

Kedua, melalui Revisi Undang-undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini tengah diajukan revisinya oleh Pemprov DKI Jakarta ke Pemerintah Pusat.

Kendati demikian, Urban Policy memberikan catatan bahwa tak cukup sekadar landasan konstitusional saja yang perlu dipenuhi dan diperhatikan. Perlu ada arah kebijakan yang tegas dari pemerintah pusat, untuk mendesain kawasan Jakarta dan kota penyangga di masa depan, karena penyelesaian berbagai masalah di Jakarta, tidak dapat berjalan efektif bila tidak adanya keseriusan penataan wilayah penyangga.

“Yang terpenting Pemerintah Pusat, berani gak menata Jakarta masa depan dengan terobosan penggabungan ini, karena kewenangan dan politik hukumnya ada di pusat,“ ucap Nurfahmi.

Terkait apakah Depok dan Bekasi saat bergabung dengan DKI Jakarta akan turun kasta menjadi Kota Administratif dan tidak memiliki DPRD, Nurfahmi mengatakan bahwa peluang apapun masih sangat terbuka.

“Dengan direvisinya UU Kekhususan Jakarta, ada kesempatan format baru penataan Jakarta dan kawasan penyangga, maka tidak berarti harus seperti kemarin (Kota Administratif). Revisi ini bisa jadi moment penataan Jabodetabek, tinggal bagaimana terobosan hukum legislatif dan Pemerintah Pusat dalam penyusunan revisi UU Kekhususan Jakarta, serta keterlibatan Kota Depok dan Bekasi secara serius mengawal draf yang digarap,” ujar Nurfahmi.

Urban Policy menilai ada potensi Jakarta dan Depok sama-sama diuntungkan, bila terjadi penggabungan tersebut. Di satu sisi Jakarta bertambah luas secara cakupan wilayah dan mengurai kepadatan yang tentunya sangat penting menopang Jakarta sebagai pusat ekonomi Nasional. Disisi lain Kota Depok adalah akselerasi pembangunan termasuk integrasi di berbagai bidang infrastruktur dan pelayanan masyarakat.

Namun demikian, Urban Policy juga merekomendasikan agar Pemerintah Kota Depok dan kota lainnya seperti Kota Bekasi, betul-betul menghitung proyeksi dampak dan resiko sosial politik serta melibatkan DPRD dan peran serta masyarakat sebelum menindaklanjuti wacana tersebut.

“Yang terpenting sikap ingin bergabung dilandasi langsung oleh keinginan kuat masyarakat, oleh karena itu harus dikaji dan dihitung, karena yang terpenting bukan perubahan status administratifnya, tapi orientasinya perbaikan kesejahteraan yang dirasakan langsung masyarakat,” pungkas Nurfahmi. ***

 

Artikel Terkait
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas