INDONEWS.ID

  • Sabtu, 20/08/2022 08:22 WIB
  • Relasi Hukum Pemerintahan

  • Oleh :
    • luska
Relasi Hukum Pemerintahan

Oleh:  Dr  Muhadam Labolo

Relasi hukum adalah hubungan yang di atur oleh hukum (Ndraha, 2002). Setiap relasi dalam kaitan itu mengandung dua aspek utama, yaitu hak dan kewajiban. Artinya, hak bagi satu pihak, kewajiban bagi pihak yang lain. Sama halnya dalam hubungan pemerintahan, bila pemerintah _berkewajiban_ maka yang diperintah _berhak._ Demikian sebaliknya.

Baca juga : Amicus Curiae & Keadilan Hakim

Dalam realitasnya, kewajiban pemerintah cenderung terlihat pada negara ketimbang pada yang diperintah (rakyat). Kondisi ini mengkonstruksi hubungan antara kewajiban (pemerintah) dengan kekuasaan pada negara, bukan kewajiban dengan hak. Dalam artian yang terbentuk adalah _hubungan kekuasaan,_ bukan _hubungan hukum pemerintahan._

Relasi yang tak kunjung setimbang itu terkadang membentuk kekuasaan menjadi tak terbatas _(unlimited)._ Apalagi jika pemerintah dengan sadar mengidentifikasikan diri atas nama negara. Seterusnya Ia dengan mudah mengklaim bahwa semua sumber daya adalah properti sebagaimana raja-raja _tempoe doeloe._  Fakta ini melanggengkan relasi kekuasaan feodal yang lama terkubur _(patron-client)._

Baca juga : Menanti Akhir Perselisihan Pemilu

Pelanggengan relasi itu menjebak rakyat dalam posisi _memenuhi kewajiban_ seumur hidup dengan terpaksa, ketimbang _menerima hak-hak_ dasarnya. Rakyat wajib membayar pajak tanpa alasan guna melengkapi gaji, fasilitas hingga menanggung derita dan pengorbanan dari mereka yang memerintah. Sementara imbangan hak rakyat dari kewajiban yang dipenuhi tak selalu sepadan.

Dalam sistem sosial hubungan hukum pemerintahan berbeda dengan relasi ekonomi. Bila ekonomi mensyaratkan imbal-balik antara produsen dan konsumen, maka pemerintah mewajibkan pelayanan bagi fakir miskin dan anak terlantar meski Ia tak membayar pajak sesenpun. Demikian pula kewajiban pada seorang bayi dalam hal pengakuan eksistensi sekalipun Ia tak dibebani secuil kewajiban oleh negara.

Baca juga : Menyederhanakan Mekanisme Demokrasi, Upaya Memperkuat Pemerintahan

Kesadaran pemerintah terhadap kewajiban semacam itu kini langka ditemukan. Seorang gubernur di Jakarta membebaskan pajak bumi dan bangunan bagi keluarga mantan pejuang kemerdekaan adalah sedikit contoh. Contoh dimana kewajiban dipenuhi atas sedikit hak yang dinanti warga tertentu. Ia tak hanya mengoleksi pajak sebagai kewajiban yang menghubungkan kuasa pada negara, juga pemenuhan hak pada warga dalam relasi hukum pemerintahan.

Jika dalam banyak kasus hak dasar warga negara tak sepenuhnya pemerintah penuhi, bermakna pula bahwa kealpaan menegakkan kewajiban mencerminkan pelanggaran atas konstitusi, hukum, dan etika pemerintahan. Pada sebaliknya, _apatisme_ warga atas kewajiban mentaati semua ketentuan berarti pula pelanggaran atas hak dasar negara yang dipersonifikasi oleh pemerintah.

Kesulitan terbesar pemerintah adalah menegakkan hak dasar warga dibanding hak dasar negara. Bila hak dasar warga terlanggar Ia tak punya kekuatan pemaksa kecuali berjuang atas nama pribadi pada institusi peradilan yang tak selalu berpihak. Sebaliknya, pelanggaran atas hak konstitusional negara dengan mudah dapat diinisiasi oleh otoritas pemerintah sebagai kekuatan pemaksa. Disini fungsi pemerintah di uji.

Ujian pertama berkenaan dengan kewajiban pemerintah memenuhi hak warga memperoleh peradilan yang layak. Tidak sampai disitu, lebih dari itu kesungguhan pemerintah berpihak pada yang lemah dari yang kuat, yang tak berpunya dari yang berpunya, atau yang rendahan dengan yang berpangkat. Disitu relasi hukum pemerintahan akan tampak, yaitu kewajiban pemerintah dipenuhi, hak warga diperoleh.

Ujian kedua berkenaan dengan keseriusan pemerintah dalam memenuhi hak negara. Menutup mata atas hak negara dari para penggelap pajak, atau membiarkan hak negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dirampok dan kabur ke luar negeri menunjukkan lemahnya otoritas hukum pemerintahan. Hak negara abai dilindungi oleh pemerintah sebagai personifikasinya.

Pembiaran hak warga dan hak negara terjadi karena hilangnya kesadaran pemerintah dalam relasi hukum pemerintahan. Perselingkuhan aktor pemerintah dengan kelompok _oligarchi_ di waktu tertentu, atau berlindung di ketiak negara pada saat yang lain menunjukkan sifat-sifat oportunistik-pragmatisnya. Inilah fakta dimana relasi kuasa lebih subur dibanding relasi hukum pemerintahan yang meletakkan hak dan kewajiban secara proporsional. 

Artikel Terkait
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Menanti Akhir Perselisihan Pemilu
Menyederhanakan Mekanisme Demokrasi, Upaya Memperkuat Pemerintahan
Artikel Terkini
Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Diwawancara Ekslusif Majalah MATRA
Dorong Ekonomi Nasional Lebih Transformatif, Menko Airlangga Jalin Kerja Sama Global
PLBN Motamasin Terima Kunjungan Konsulat Timor Leste, Bahas Isu Keimigrasian Antarnegara
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas